Minggu, 11 Desember 2022

TIDAK RAGU, TIDAK KECEWA

 Yesaya 35:1-10 | Matius 11:2-11 | Yakobus 5:7-10

Anthony de Mello pernah menuliskan kisah demikian: Seorang kawan minta sejumlah uang kepada Nasruddin. Nasruddin yakin bahwa uang itu tidak akan dikembalikan. Tetapi karena ia tidak mau menyakiti hati kawannya dan nilainya tidak terlalu besar, ia memberinya. Ia terkejut ketika persis seminggu sesudah pinjaman itu diberikan, orang itu mengembalikannya. Sebulan kemudian ia kembali untuk meminjam uang yang sedikit lebih banyak. Nasruddin menolaknya. Ketika orang itu bertanya mengapa ia menolak, ia menjawab, “Kali lalu saya tidak mengharapkan engkau mengembalikan uang itu – dan engkau mengecewakan harapanku. Kali ini saya mengharapkan engkau mengembalikan uang itu – saya tidak mau dikecewakan lagi!”

Kisah ini bercerita bahwa seringkali dalam berelaasi dengan orang lain kita sudah memiliki praduga tertentu. Kemudian, saat realita berbeda dengan yang kita duga, kita pun bisa jadi kecewa/ sulit untuk percaya pada orang tersebut.

Nampaknya demikian pulalah yang terjadi pada Yohanes Pembaptis terhadap Yesus Kristus. Yohanes Pembaptis adalah dia yang membaptiskan Yesus. Saat Yesus datang untuk dibaptiskan, ia merasa tak layak dan justru ialah yang seharusnya dibaptiskan oleh Yesus. Sebab Yohanes Pembaptis memiliki keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah Mesias – Dia yang akan datang. Keyakinan tersebut disertai dengan praduga/ pandangan tersendiri tentang sosok Mesias. Bagi Yohanes Pembaptis, Mesias itu tak ubahnya petani yang mengambil kapak untuk menebang pohon. Mesias yang akan datang adalah menjadi hakim yang tanpa ampun, dengan api yang tak terpadamkan menyingkirkan semua pendosa dari muka bumi.

Lalu apa yang dilakukan oleh Yesus Kristus? Praduga Yohanes Pembaptis harus berjumpa dengan realita yang berbeda. Yesus tak tampil sebagai hakim yang tanpa ampun menghukum para pendosa. Ketika Yesus berjumpa dengan pendosa, Ia nampak penuh kasih. Yesus mengundang para pendosa duduk semeja dengan-Nya dan melalui percakapan penuh kasih Ia memberi undangan pertobatan. Dari sinilah nampaknya keraguan mulai timbul di hati Yohanes Pembaptis. Untuk menjawab keraguan itu, Yohanes mengutus para muridnya untuk bertanya pada Yesus Matius 11:3. Yohanes – ga suka bergunjing di belakang – ia ingin dapat jawaban langsung dan tegas dari Yesus untuk menghilangkan keraguan yang dapat berujung dengan kekecewaan.

Bagaimana Yesus menjawab pertanyaan ini?

Menarik bahwa Yesus tidak langsung menjawab Ya atau Tidak. Tetapi Yesus mengajak murid Yohanes Pembaptis dan Yoh. Pembaptis sendiri melihat dan merefleksikan setiap tindakan/ karya Yesus. Keraguan Yohanes Pembaptis dijawab dengan bukti nyata, dapat dilihat, dapat didengar bahwa melalui diri Yesus Kristus, Allah sendiri sedang terus berkarya di tengah pergumulan umat-Nya. Kedatangan Mesias adalah tindakan Allah yang hadir membawa pemulihan, pembaruan kehidupan yang utuh dan menyeluruh.

Dari sini kita belajar bahwa kedatangan Kristus bukan untuk memenuhi ekspektasi/ praduga manusia. Sebab kedatangan Mesias untuk menjawab kebutuhan utama umat, yakni keselamatan. Kedatangan-Nya untuk menyelamatkan kita. Menyelamatkan kita dari zona nyaman kuasa dosa. Menyelamatkan kita dari hukuman kekal. Menyelamatkan kita dari ego/pikiran/kepentingan diri yang menjerumuskan. Menyelamatkan kita agar kita mampu menjalani kehidupan baru yang sesuai dengan kehendak Allah dan lebih baik dari kehidupan kita di hari kemarin.

Melalui jawaban Yesus, kita juga makin tersadar bahwa manusia kerap salah memahami karya Allah. Kita merasa bahwa Karya Allah itu harusnya ABCD. Tanpa sadar kita berupaya memaksa Allah berkarya sesuai dengan logika kepala kita. Padahal untuk memahami karya Allah, seharusnya kitalah yang harus memasukkan logika kepala kita ke dalam kerajaan Allah. Agar kita memiliki pola pikir dan pola hidup kerajaan Allah. Saat kita memilikinya niscaya kita akan mampu mengenali kehadiran Allah dalam setiap proses hidup ini dan berbahagia menjalaninya, kita pun terhindar dari keraguan dan kekecewaan.

Saya jadi teringat pada sebuah cerita tentang seorang wisatawan dan seorang gembala di sawah. Wisatawan ini bertanya: “Bagaimana kira-kira cuaca hari ini?” Gembala pun menjawab: “Seperti yang kusukai.” Wisatawan ini pun heran dan kembali bertanya: “Bagaimana engkau tahu cuaca akan seperti yang kausukai?” Gembala itu menjawab: “Tuan, karena saya sering tidak selalu mendapatkan apa yang saya inginkan, maka saya belajar untuk selalu menyukai yang saya dapatkan. Itulah sebabnya saya yakin bahwa cuaca hari ini akan seperti yang saya sukai.”

Tetapi tak sedikit yang berkata, oh tak mudah bila kita dalam keadaan membutuhkan pertolongan Tuhan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Lalu Tuhan berkarya melalui proses yang panjang. Bagaimana supaya kita tidak terjebak dalam keragu-raguan dan kekecewaan?

Yakobus 5:7-10 menasihatkan kepada kita agar menanti dengan sabar dan penuh pengharapan dalam menantikan kedatangan dan pertolongan Allah. Kita diminta sabar sama seperti petani menanti dengan sabar hasil panen yang berharga. Petani yang sabar bukan petani yang nge-teh dan makan singkong di rumahnya. Petani yang sabar menanti di sini adalah dia yang mengisi masa penantian hasil panen dengan menjadwalkan dirinya untuk menggarap tanahnya, kapan waktu untuk menggemburkan, kapan waktu memberi pupuk, kapan menanami degan bibit yang baik, kapan menyiangi tanaman pengganggu, serta mempelajari kemungkinan berbagai tantangan yang dapat menggagalkan panen dan berani mencoba mengatasinya.

Kesabaran dalam masa penantian akan jawaban Allah maupun kedatangan-Nya kembali juga harus kita isi dengan hidup yang bermanfaat dan berkenan kepada Allah. Gimana itu? Menurut Yakobus hal ini nampak saat kita memiliki sikap sabar, keteguhan hati, tidak bersungut-sungut, tidak saling meyalahkan, dan ketekunan dalam menanggung kesukaran.

Saudari/a, suatu ketika seorang pemuda ingin masuk sekolah jurusan A. Syukur kepada Tuhan, ia diterima di jurusan tersebut. Begitu selesai sekolah, ia diterima di sebuah bidang pekerjaan. Namun pekerjaan itu suatu bidang yang asing dan tidak menggembirakannya. Cukup berat ia menjalaninya, ia bekerja hanya demi bertahan hidup. Minggu-minggu, bulan-bulan, tahun-tahun berganti ia terus menekuni bidang tersebut. Akhirnya ia mulai mengisi hari-harinya dengan mengerjakan bagiannya sepenuh hati, belajar bagian lainnya, dan terus menemukan cara-cara terbaik menyelesaikan pekerjaannya. Hingga kemudian pemuda ini mampu membuat sebuah perusahaan sendiri yang berkembang dan membuka lapangan kerja bagi orang banyak di bidang yang semula asing baginya. Suatu perjalanan hidup yang sering disebut orang diberkati Tuhan.

Dengan demikian, marilah kita rayakan masa adven ketiga ini dengan menyadari kehadiran-Nya dalam perjalanan hidup kita yang kadang memang dengan cara-cara yang unik, dan isilah masa-masa penantian akan kedatangan-Nya kembali ini dengan melakukan perbuatan yang memulihkan kehidupan dan meningkatkan kualitas kehidupan diri dan sesama. Amin.

ypp