Jumat, 17 Mei 2024

BERKATA-KATA DALAM PIMPINAN ROH

Minggu Pentakosta

Kisah Para Rasul 2:1-21 | Mazmur 104:24-35 | Roma 8:22-27 | Yohanes 15:26-27; 16:4-15 


Pentakosta berasal dari kata pentekoste dalam Bahasa Yunani yang berarti hari “kelimapuluh”. Dalam tradisi Yahudi, Pentakosta  disebut dengan nama Shavuot dalam Bahasa Ibrani, yang secara harfiah berarti “minggu-minggu”. Pada hari Paskah, umat membawa hasil panen mereka yang pertama. Tujuh pekan kemudian, sehari setelah Hari Sabat yang ketujuh, yakni hari yang kelimapuluh, mereka membawa kurban sajian kepada Tuhan, sebagai puncak perayaan panen (Im. 23:15-16). Pada masa Perjanjian Baru, saat perayaan Pentakosta, orang-orang Yahudi dari segala penjuru datang ke Yerusalem, pusat perayaan umat Yahudi. Murid-murid Yesus juga berkumpul di Yerusalem untuk merayakan Pentakosta (Kis. 2:1). Saat mereka berkumpul, para murid menerima pencurahan Roh Kudus. Karena itulah, dalam tradisi Kristen, hari Pentakosta kita rayakan sebagai hari pencurahan Roh Kudus.

Memang tidak tepat jika kita katakan bahwa Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta, karena Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri yang telah ada sejak kekal. Yang lebih tepat adalah pada perayaan Pentakosta, Roh Kudus menyatakan kuasa-Nya melalui para rasul, sehingga banyak orang menjadi percaya. Orang-orang Yahudi yang merayakan Pentakosta di Yerusalem adalah orang-orang yang tersebar di berbagai wilayah di luar Yerusalem, bahkan Yudea. Pada saat ramai seperti itulah Roh Kudus menyatakan kuasa-Nya melalui para rasul sehingga mereka dapat berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain dan dimengerti oleh semua orang yang hadir di sana, yakni orang-orang dari berbagai penjuru (Kis. 2:8-11). 

Terkait dengan berbagai bahasa ini ada dua tafsiran yang berkembang. Tafsiran pertama yang lebih banyak dikenal adalah tentang kryptolalia dan xenolalia. Kryptolalia berasal dari kata kryptos yang berarti "rahasia" atau "tersembunyi". Ini adalah bahasa lidah atau bahasa roh yang tidak dipahami oleh orang-orang, sehingga dibutuhkan penafsir atau penerjemah untuk bahasa itu. Kryptolalia sering dikaitkan dengan teks 1 Korintus 12 dan 14. Sementara itu, teks Kisah Para Rasul 2 lebih sering dikaitkan dengan xenolalia, yang berasal dari kata xenos yang berarti asing. Xenolalia adalah bahasa manusia atau bahasa yang digunakan dan dikenal oleh manusia. Bahasa ini asing bagi penutur, tetapi dapat dipahami oleh pendengar. Contohnya, seorang Sunda berbicara dalam bahasa Batak yang tidak dipahaminya, tetapi dipahami oleh orang Batak yang mendengarnya.  Dalam konteks Pentakosta, ketika orang-orang Yahudi  dari berbagai tempat dan wilayah datang ke Yerusalem, Roh Kudus menyatakan kuasa-Nya, memimpin para rasul untuk berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain yang digunakan oleh orang-orang banyak dabri berbagai bangsa itu, padahal para rasul tidak pernah mempelajari berbagai bahasa. Saat kuasa Roh Kudus turun, para rasul ini diberikan karunia untuk berkata-kata dalam xenolalia. Roh Kudus memampukan para rasul untuk dapat bersaksi tentang Yesus Kristus, melalui karunia berkata-kata.

Tafsiran kedua, yang lebih jarang dikenal, adalah soal diglossia. Dalam dunia lingustik, diglossia adalah kondisi ketika ada dua bahasa yang digunakan masyarakat dalam situasi yang berbeda. Biasanya yang satu disebut bahasa tinggi dan yang lain disebut bahasa rendah. Misalnya, seorang Bali menggunakan bahasa Indonesia untuk situasi formal dan menggunakan bahasa Bali untuk percakapan sehari-hari dengan teman dan keluarga. Dalam masyarakat Yahudi Palestina pada masa itu, ada dua – bahkan tiga – bahasa yang dikenal dan dipakai. Yang pertama adalah Bahasa Ibrani sebagai bahasa tinggi. Setelah pembuangan, bahasa Ibrani tidak lagi dipakai dalam percakapan sehari-hari, tetapi dipakai sebagai bahasa liturgis, bahasa kudus. Bahasa yang lain adalah bahasa rendah, yakni bahasa yang digunakan sehari-hari oleh orang-orang Yahudi perantauan di tempat asal mereka. Jika kita melihat nama-nama tempat yang disebutkan (Kis. 2:9-10), kita menemukan ada dua kelompok besar wilayah di situ. Yang pertama adalah wilayah sebelah timur Palestina, yang merupakan bekas wilayah Kerajaan Asyur dan Babel yang berbahasa Aram. Kelompok yang kedua adalah wilayah sebelah barat Palestina yang merupakan kekuasaan Kekaisaran Romawi yang menggunakan bahasa Yunani dalam percakapan sehari-hari. Para rasul sendiri adalah orang-orang Galilea yang sehari-harinya berbahasa Aram. Namun, karena orang Galilea sangat terbuka dengan kebudayaan Yunani-Romawi, bukan tidak mungkin mereka juga berbahasa Yunani dalam percakapan. Dengan demikian, ada dua bahasa yang dikenal dan digunakan para rasul, yakni bahasa Aram dan bahasa Yunani. Dengan demikian, “bahasa-bahasa lain” yang dimaksud adalah bahasa-bahasa yang digunakan sehari-hari, baik oleh para rasul maupun oleh orang-orang Yahudi perantauan. Di sini, Roh Kudus memampukan para rasul untuk berkata-kata dalam bahasa mereka sehari-hari.

Dari kedua tafsiran ini, meskipun berbeda, yang menjadi fokus adalah Roh Kudus menyatakan kuasa-Nya bagi para murid untuk bersaksi melalui kata-kata. Namun, kuasa Roh Kudus sebenarnya tidak berhenti hanya pada kata-kata. Ketikan Yesus menjanjikan Sang Penolong kepada murid-murid-Nya, ia berkata bahwa Roh Kebenaran itu akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman. Roh Kudus bekerja sehingga duni ini insaf akan dosa, serta mengakui dan mencari kebenaran. Bahkan, pemazmur pun mengatakan, "Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi." Karya Roh Kudus bahkan jauh melampuaui kata-kata, yakni pembaruan semesta. Dan inilah panggilan orang percaya yang dipimpin oleh Roh Kudus, yakni berkarya menyatakan kebenaran, pengampunan dan pertobatan, serta pembaruan dunia ini melalui perkataan dan perbuatan. Roh Kudus juga memberi kuasa untuk berkata-kata dalam bahasa sehari-hari, artinya juga dalam keseharian melalui bahasa yang dikenal lingkungan kita; melalui sapaan hangat, senyum ramah, perhatian dan kepedulian; melalui tindakan-tindakan anti-diskriminasi dalam keluarga dan mesyarakat; melalui teladan untuk melestarikan lingkungan dan berbagi hidup dengan semesta. Inilah panggilan gereja sebagai persekutuan yang dipelihara dan digerakkan oleh Roh Kudus, yakni menjadi saksi cinta dan rahmat Allah bagi semesta. (ThN)

Sabtu, 11 Mei 2024

DIPELIHARA DALAM KEBENARAN

Minggu Paskah VII

Kisah Para Rasul 1:15-17, 21-26; Mazmur 1; 1 Yohanes 5:9-13; Yohanes 17:6-19

Mengapa Ada Orang yang Bisa Hidup Benar?

Alasan pertama dari pertanyaan ini adalah karena dia adalah sosok yang berani. Dia berani menyampaikan aspirasinya. Dia berani bersikap. Dia berani berpendapat. Alasan kedua adalah karena punya pendirian yang kuat. Orang-orang seperti ini sangat teguh dan tidak mudah digoyahkan prinsip-prinsip hidupnya. Alasan ketiga adalah karena mereka yang bisa hidup benar adalah orang-orang yang tahu diri bahwa kebenaran yang sudah dihadirkan oleh Allah yang menyelamatkan hidupnya.

 

Mengapa Ada Orang yang Tidak Bisa Hidup Benar?

Namun, kita harus berjumpa dengan realita bahwa tidak semua orang mampu hidup dalam kebenaran. Mengapa demikian? Sederhananya, kita tinggal tambahkan saja kata "tidak" pada semua alasan di atas. Pertama, karena mereka tidak berani menyatakan kebenaran. Sikap, tindakan, atau responsnya terhadap persoalan tidak menunjukkan bahwa ia mampu menunjukkan kebenaran dalam hidupnya. Kedua, karena tidak punya pendirian yang teguh. Keputusan yang harus diambil sangat dipengaruhi oleh keuntungan, manfaat, atau bahkan ancaman masa depan yang bisa terjadi. Orang dengan alasan seperti ini biasanya cenderung plin-plan dalam menentukan kebenaran. Ketiga, karena tidak tahu diri. Sekali pun dosanya sudah ditebus dan Allah sudah mengaruniakan kasih-Nya, tetap saja semua kesempatan yang ada tidak dipakai untuk memberitakan kebenaran.

 

Dipelihara dalam Kebenaran

Kisah Para Rasul melalui proses pemilihan murid, kebenaran itu diperlihatkan dengan melibatkan doa dalam proses mempertimbangkan nama yang akan menjadi pengganti Yudas.

 

Dalam Surat Yohanes yang pertama, para pembaca diajarkan tentang cara konsep mengasihi Yesus Kristus dan muatan akan kemampuan untuk menyatakan kebenaran agar semua orang menjadi percaya.

 

Dalam Mazmur, kita diperlihatkan orang yang menjalani hidupnya dalam kebenaran, yaitu takut akan Tuhan pasti akan selalu mengarahkan hidupnya hanya kepada Tuhan.

 

Pesan ini juga diperkuat oleh doa yang Yesus sampaikan kepada Allah Bapa tentang para murid-Nya. Melalui bacaan Leksionari kali ini, kita sungguh-sungguh diperhadapkan dengan sebuah kenyataan bahwa kebenaran bukan hanya sekadar identitas hidup orang percaya namun juga harus diwujudkan dalam tindakan yang nyata.

 

Jadi, pada dasarnya kita sudah dipelihara dalam kebenaran. Maka dari itu, kita pun perlu belajar memelihara kebenaran itu dalam keseharian kita. Bagaimana caranya?

 

Doa (Yoh. 17:6-8, Kis. 1:15-17, 21-26)

Cara pertama, melalui doa. Yesus yang berdoa bagi para murid-Nya menunjukkan eratnya hubungan antara Yesus dengan Allah Bapa yang tidak terpisahkan. Hubungan ini juga akan terjadi bagi para murid-Nya, yang terus percaya kepada-Nya. Melalui doa, hubungan itu akan terus terjalin dengan erat dan semakin menyadari bahwa kita adalah milik-Nya dan bersedia mengikut Firman-Nya.

 

Sayangnya, kita sebagai murid-Nya di masa kini sering sekali mengabaikan kebiasaan kita dalam berdoa. Kita berdoa kalau ada perlunya, kita berdoa kalau sedang ada masalah, bahkan kita serius berdoa ketika permohonan kita ingin segera dijawab oleh Tuhan.

 

Salah satu pesan yang muncul dalam Kisah Para Rasul adalah ketika para murid berdoa di tengah situasi yang baik-baik saja. Mereka berdoa untuk memilih yang benar di antara yang benar, di mana situasi seperti ini bagi kebanyakan orang, tidaklah perlu untuk berdoa. Mereka berdoa bukan hanya untuk memilih yang benar, tetapi mereka berdoa karena memahami ada gambaran yang lebih besar dalam karya Allah.

 

Jadi, bagi kita yang ingin memelihara kebenaran, doa akan selalu menjadi aksi utama yang kita lakukan dalam menghadapi pergumulan kehidupan.

 

Allah Menjaga (Yoh. 17:9-12, Mzm. 1)

Cara kedua, merasakan Allah yang menjaga kehidupan kita. Satu kata yang diulang berkali-kali dalam doa Yesus adalah kata "jaga", yang sesungguhnya menunjukkan kepada kita bahwa Yesus sungguh-sungguh memohon agar kehidupan setiap murid-Nya dijaga oleh Allah sebab itulah juga yang sudah dilakukan-Nya terhadap para murid-Nya.

 

Hal ini memberi peluang bagi kita untuk kembali merasakan bahwa karya keselamatan-Nya terjadi dalam hidup kita karena Allah bersedia untuk menjaga. Titik pengenalan yang baik dicontohkan oleh pemazmur, ketika ia mampu mengenali Allah yang menjaganya di tengah kehidupan.

 

Melalui bagian ini, kita juga disadarkan betapa nekatnya kita sebagai manusia dalam menjalani kehidupan kita setiap hari. Salah satu kelemahan kita adalah ketika kita semakin tidak sadar bahwa Allah sudah dan akan selalu menjaga kita, bahkan Yesus mendoakan agar kita dijaga sebab kita adalah milik-Nya.

 

Mulai saat ini, marilah kita mulai belajar untuk menjadi pribadi yang tenang, yakin, dan percaya, bahwa Allah sudah dan akan selalu menjaga kehidupan kita.

 

Jangan Kembali kepada yang Jahat! (Yoh. 17:13-19, 1Yoh. 5:9-13)

Bagian tersebut, juga diperkuat oleh cara yang ketiga, yaitu berupaya untuk tidak kembali kepada yang jahat. Yesus berdoa karena Yesus menyadair bahwa ada tantnagan dari dunia yang akan dihadapi oleh para murid-Nya. Tantangan itu muncul karena dunia tidak selalu suka dengan kebenaran. Yesus pun tidak meminta agar para murid-Nya diambil dari dunia, tetapi dijaga dari yang jahat.

 

Yesus sudah membekali kita dengan sukacita-Nya, dengan Firman-Nya, dan dengan perutusan-Nya. Sekarang, waktunya kita untuk belajar tidak kembali kepada yang jahat. Namanya manusia pasti selalu ada kelemahannya, kekurangannya, godaannya, atau cobaannya. Namun, bukan berarti itu menjadi alasan untuk merusak karya kasih yang sudah dikerjakan-Nya di tengah kehidupan kita.

 

Kita berkomitmen untuk memperbaiki diri satu per satu kelemahan kita masing-masing. Kita setia menjalaninya dalam proses yang mungkin tidak akan selalu mudah. Kita belajar untuk menjadi pribadi yang tegas dan tidak mengalah pada pertimbangan-pertimbangan yang hanya sekadar sebuah keuntungan jasmani tetapi merugikan pertumbuhan rohani.

 

Belajarlah perlahan-lahan untuk memperbaiki diri! Jadikan sukacita-Nya, Firman-Nya, dan karya perutusan-Nya sebagai kekuatan kita.

 

Dipelihara, tapi juga Ingin Memelihara

Saat ini kita sadar kita sudah dipelihara dalam kebenaran. Maka dari itu, kita pun perlu belajar memelihara kebenaran. Karena dari situlah kita mendapatkan kekuatan. Teruslah berdoa, merasakan Allah yang manjaga, dan tidak kembali kepada yang jahat!

Kamis, 02 Mei 2024

APIK (ANTI PILIH KASIH)


(Minggu Paskah VI) 

Kisah Para Rasul 10 : 44 - 48; Mazmur 98; 1 Yohanes 5 : 1 - 6; Yohanes 15 : 9 - 17 


Gandhi pernah berkata “Saya tidak pernah menolak Kristus. Saya suka Kristus Anda. Tetapi saya tidak suka dengan orang Kristen Anda (I like your Christ. I don’t like your Christians).” 


Gandhi mempunyai pandangan itu karena pengalamannya waktu ia bekerja sebagai seorang pengacara di Afrika Selatan yang menjalani sistem apartheid pada waktu itu. Sebagai seorang anak muda, Gandhi sangat tertarik dengan Kekristenan dan ia mempelajari Alkitab dan ajaran-ajaran Kristus. Dia serius mempertimbangkan untuk menjadi seorang Kristen dan mencari sebuah gereja untuk dikunjungi yang dekat dengan tempat tinggalnya.

Di pagi minggu saat ia mau melangkah masuk ke gereja, seorang penerima tamu menghalang langkahnya. “Mau ke mana kamu orang kafir?” tanya seorang pria berkulit putih padanya dengan nada yang angkuh. Gandhi menjawab, “Saya ingin mengikuti ibadah di sini.” Orang gereja itu membentaknya dengan berkata, “Tidak ada ruang untuk orang kafir di gereja ini. Enyahlah dari sini atau saya akan meminta orang untuk melemparkan kamu keluar!”

Suatu tindakan pilih kasih dari seorang yang seharusnya mewakili Kristus menghentikan langkah seorang Gandhi untuk mempertimbangkan Kekristenan bagi dirinya. Bahkan Gandhi juga pernah mengatakan “Jika orang Kristen benar-benar hidup menurut ajaran Kristus, seperti yang ditemukan di dalam Alkitab, seluruh India sudah menjadi Kristen hari ini.

Saudara, tindakan pilih kasih bukanlah sebuah tindakan sepele. Karena tindakan ini sangat berakibat fatal. Oleh karena itu, melalui bacaan hari ini kita kembali mau diingatkan betapa pentingnya tindakan APIK (Anti Pilih Kasih). 

Dalam bacaan pertama dari Kisah Para Rasul 10 : 44 - 48 berkisah tentang perkunjungan yang dilakukan oleh salah 1 murid Yesus bernama Petrus (seorang Yahudi) ke rumah Kornelius di Kaisarea. Untuk kita ketahui Kornelius ini bukan seorang Yahudi. Ia seorang perwira dari Batalion yang disebut Batalion Italia (Kis. 10 : 1). Hal ini menjelaskan dari mana Kornelius berasal, yaitu kemungkinan besar ia adalah seorang Romawi. 


Perkunjungan yang terjadi ini di mata kita pasti bukan sebuah masalah. Namun tidak demikian dengan pandangan orang Yahudi pada masa itu. Karena di ay. 28 Petrus sempat menjelaskan bahwa “betapa kerasnya larangan bagi orang Yahudi untuk bergaul dan berkunjung kepada orang-orang yang bukan Yahudi.” Mengapa? Karena pada masa itu orang Yahudi menganggap orang-orang non-Yahudi sebagai kaum najis. Sehingga haram atau pamali jika orang Yahudi berkunjung, bergaul apalagi berbicara dengan non-Yahudi karena akan dianggap najis juga. 


Namun demikian, Petrus merefleksikan bahwa perkunjungan yang dilakukan olehnya karena kehendak Allah itu kepada Kornelius yang adalah non-Yahudi sebagai momentum bagi Petrus untuk menyadari bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya (bc. Kis. 10 : 34 - 35). 


Hal ini dipertegas Allah dalam bacaan kita. Ketika Petrus sedang menyampaikan pengajaran (khotbah), Roh Kudus dicurahkan ke atas bangsa-bangsa lain juga. Sehingga mereka dapat berkata-kata dalam bahasa lidah yang tentu saja dapat dipahami oleh orang-orang dari golongan Petrus yang menyertai Petrus kala itu. Karena perkataan yang diucapkan berisi kemuliaan bagi Allah (ay. 46).


Di bagian ini kita melihat bahwa manusia seringkali bertindak pilih kasih kepada orang lain yang berbeda dengannya. Namun Allah tidak pilih kasih. Sebab orang lain dan bangsa lain pun berkenan bagi Allah. Sikap Allah yang tidak pilih kasih ini bukan hanya untuk diketahui, tetapi untuk terus dihidupi dalam kehidupan orang percaya. 


Hal ini ditegaskan dalam Surat Yohanes yang pertama pasal 5 : 1 - 3 bahwa orang percaya bukan hanya sebatas percaya pada tindakan Allah tetapi juga mengasihi Allah serta melakukan perintahNya. Pertanyaannya, apakah perintah Allah untuk dilakukan sebagai bentuk kasih kita kepada Allah? 


Untuk mengetahui perintah Allah, kita perlu merujuk pada apa yang Yesus sampaikan dalam Injil Yohanes 15 : 9 - 17. Di mana Yesus memberi perintah: hendaklah kamu saling mengasihi. Kata saling dalam bacaan berarti ada tindakan yang sama-sama dan terus dilakukan. Bukan hanya dilakukan oleh pihak-pihak tertentu ke orang-orang tertentu tetapi kepada semua orang. 


Mengapa Yesus mengingatkan untuk perlu saling mengasihi? bukan pilih kasih!

  1. Karena setiap orang dikasihi oleh Allah (bdk. Mat. 5 : 45b Ia menerbitkan matahariNya bagi orang yang jahat maupun orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar maupun orang yang tidak benar) 

  2. Setiap orang yang dikasihi Allah juga diajak untuk saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu (ay. 12 & 17). Dasar kita tidak pilih kasih dan terus melakukan kasih adalah Allah, dan Allah juga menghendaki kita mengasihi sesama seperti yang Allah lakukan untuk kita, yakni terus dan tanpa batas.


  1. Bukan kamu yang memilih Aku tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (ay. 16). Di bagian ini kita melihat bahwa kita adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk terus mengasihi sesama. Sulit dan sakit itu pasti. Namun kita adalah orang-orang yang dikasihi Allah untuk mengasihi sesama. Dan kiranya mengasihi sesama menjadi buah yang terus kita hasilkan dalam kehidupan karena kasih Tuhan yang kita terima dapat dinikmati sesama. 


Selamat mengasihi. Tuhan mengasihi kita semua. Amin. (mc)


Sumber: https://ericbryant.org/2019/12/01/hope-for-the-nations-gandhi-love-your-enemies/