Senin, 11 Januari 2021

MEMAHAMI, MEGALAMI, MELAKUKAN

 Minggu II Sesudah Epifani

1 Samuel 3:1-20 | Mazmur 139:1-6, 13-18 | 1 Korintus 6:12-20 | Yohanes 1:43-51


Seperti yang telah diketahi bersama, vaksin Covid-19 sudah ditemukan dan sudah sampai di Indonesia, tinggal pelaksanaan vaksinasi yang belum dilakukan. Akan tetapi, banyak dari antara masyaraakat yang tidak mau divaksinasi, karena berita-berita konspirasi yang bertebaran di mana-mana. Kabarnya nanti ada efek samping bahaya jika menggunakan vaksin tersebut. Akibatnya banyak orang yang tidak mau divaksinasi atau takut divaksinasi, padahal kata Presiden Jokowi vaksinnya gratis. Baru kali ini orang Indonesia menolak barang gratisan. Karena ketakutan akan vaksin itu jugalah banyak dari antara masyarakat yang mendesak Presiden Jokowi untuk menjadi orang pertama di Indonesia yang menerima vaksin. banyak orang yang perlu bukti dulu baru mau divaksin. Mereka harus melihat dulu orang yang sudah menerima vaksin dan baik-baik saja, bahkan jadi terbebas Covid, baru mau percaya.

Dalam hidup sehari-hari pun seperti itu. Kita cenderung percaya dan mengikuti orang-orang yang sudah mengalami dulu. Di kalangan ibu-ibu, misalnya ada seorang ibu memberi saran, "Kalau anaknya sakit bawa ke Dokter Udin saja. Bagus loh Dokter Udin itu. Ramah sama anak-anak, periksanya detail, murah lagi." Jika ini dikatakan oleh orang yang sudah punya pengalaman periksa di Dokter Udin, tentu banyak yang mau mencoba. Atau di kalangan remaja perempuan misalnya, "Toner sama serum ini bagus banget buat jerawat. Ini aku udah pakai tiga bulan, jerawatku hilang." Temannya pasti percaya kata-kata itu karena yang berbicara sudah mengalami sendiri. Berbeda jika tukang obat promosi obat. Dia belum pernah minum semua obat yang dijualnya, jadi pasti meragukan.

Saudara-saudari, orang cenderung percaya dan mengikuti kata-kata orang lain yang sudah mengalami lebih dulu. Karena itu, jika mau mempromosikan atau memberi testimoni, kita harus mengalaminya dulu. Begitu pula menjadi saksi Kristus. Bukan hanya tahu atau pahan tentang Kristus, tetapi kita perlu mengalami Kristus dalam diri kita sendiri. Bukan sekadar paham bahwa Allah itu penuh kasih yang menyertai dan menopang umat-Nya, tapi kita pun perlu mengalami sendiri kasih Allah itu.

Hari ini kita belajar dari Filipus dan Natanael. Saat Filipus memberitahu Natanael tentatg seseorang yang telah diberitakan Musa dan para nabi, yakni Yesus dari Nazaret, Nataneal ragu, bahkan dengan nada sinis ia berkata, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Nazaret berada di wilayah Galilea yang masyarakatnya menerima kebudayaan Romawi yang dianggap kafir. Karena itu Nazaret dan Galilea pada umumnya disepelekan oleh orang Yahudi di wilayah Yudea. Bagi orang Yudea, wilayah Galilea itu tidak baik, banyak orang kafir, sarang penyamun, orang tidak terpelajar, dan lain-lain. Karena itu pulalah Natanael berkata demikian.

Tetapi apa jawab Filipus kemudian? “Mari dan lihatlah!” Seolah-olah Filipus mau berkata, “Temuilah sendiri dan alamilah sendiri siapa Yesus itu.” Filipus bisa berkata demikian karena ia sendiri sudah mengalami perjumpaan dengan Yesus. Memang tidak diceritakan secara gamblangdalam teks, tetapi Filipus pasti mengalami sesuatu yang menginspirasi dari Yesus sehingga ia bersedia mengikut Yesus ketika Yesus berkata, "ikutlah Aku." Dengan demikian, ajakan Filipus kepada Natanael, "mari dan lihatlah", bukanlah perkataan kosong. Kata-kata itu muncul dari seorang yang sudah mengalami sendiri bagaimana Yesus mengubah hidupnya. Karena itulah kemudian ia mengajak Natanael untuk mengalami sendiri perjumpaan dengan Yesus. Setelah Natanael mengalami sendiri, ia pun dapat berkata, "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel."

Saudara-saudari, kita dipanggil untuk menjadi saksi, yang memperjumpakan Kristus dan menyatakan kasih-Nya kepada sesama. Tapi, apakah kita telah mengalami kasih itu? Apakah kita sendiri telah mengalami perjumpaan dengan Kristus? Apakah kita telah menjawab panggilan Tuhan? Ataukah kita seperti tukang obat yang hanya membiacarakan Kristus, tetapi tidak pernah mengalami perjumpaan personal, atau tidak mampu merefleksikan rahmat dan cinta Allah dalam segala keadaan, atau bahkan tidak menjawab panggilan Allah? Kita hanya bicara bahwa Allah mengasihi kita, Allah menguatkan kita di tengah segala pergumulan, tetapi kita sendiri tidak mampu melihat kasih dan kekuatan Allah yang menopang hidup kita di tengah pandemi ini.

Karena itu ajakan Filipus juga berlaku bagi kita. “Mari dan lihatlah.” Marilah dan alamilah sendiri perjumpaan dengan Allah, alamilah kasih dan penyertaan Allah itu dalam hidup kita. Dengan begitu kita pun mampu untuk berkata "mari dan lihatlah". Bukan hanya kata-kata kita yang menjadi kesaksian, tetapi juga kehidupan kita mencerminkan kasih dan penyertaan Allah. Kehidupan kita memperjumpakan sesama dengan Allah di dalam Kristus. Kiranya Tuhan selalu menolong kita. Amin.

(thn)

Minggu, 03 Januari 2021

“TERUS MENERUS DIBARUI”

Minggu Pembaptisan Yesus

Kejadian 1:1-5; Mazmur 29; Kisah Para Rasul 19:1-7; Markus 1:4-11



“…Yang patah tumbuh, yang hilang berganti

Yang hancur lebur akan terobati

Yang sia-sia akan jadi makna

Yang terus berulang suatu saat henti

Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti…”

 

Ini sepenggal lirik dari sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Banda Neira. Syair yang sederhana ini menunjukkan tentang proses hidup. Bahwa dalam hidup, tidak dapat dielak dari proses yang menyenangkan dan tidak. Namun di balik semua proses ini memberi gambaran bahwa ada proses yang terus dibarui supaya lebih baik. Jika tidak, mungkin saja akan terus pada kondisi yang sama, stagnan dan mati.


Nampaknya pesan untuk terus menerus dibarui ini juga sangat Alkitabiah, karena hampir seluruh bacaan hari ini menceritakan ada proses pembaruan yang terus terjadi. Bermula dari masa penciptaan yang dituliskan dalam Kejadian 1. Bacaan ini mengisahkan tentang proses yang terus-menerus dilakukan Allah, yaitu mencipta. Namun Allah bukan hanya mencipta hal yang sama dan berulang. Ia justru mencipta sesuatu yang berbeda, sesuatu yang diuprgade, sesuatu yang dibarui untuk semesta.


Demikian juga dengan apa yang disaksikan oleh Daud dalam kitab Mazmur. Di tengah-tengah kehidupan semesta, baik di air, guntur, pohon Aras, gunung, api, padang gurun, bahkan bencana, suara Allah ada. Apa yang disaksikan oleh Daud ini hendak menunjukkan bahwa Allah bukan hanya membarui ciptaanNya, karyaNya tetapi Ia pun membarui diriNya, keberadaanNya. Sebab Daud saksikan bahwa Allah ada di mana-mana, bahkan dalam bencana sekalipun.


Menariknya, proses terus menerus dibarui bukan hanya proses Allah dan hanya untuk Allah. Tetapi juga harus menjadi proses umat Allah. Hal ini dapat dilihat dalam bacaan kedua, ketika Paulus berada di Efesus. Di Efesus, ia berjumpa dengan orang-orang yang sudah dibaptis ala Yohanes. Namun nampaknya hidup orang yang sudah dibaptis ini tidak ada pembaruan yang baik. Mereka bahkan belum pernah mendengar ada Roh Kudus (ay. 2). Untuk itu, Paulus menekankan mereka harus percaya kepada Dia, Yesus dan memberi diri dibaptis dalam nama Tuhan Yesus (ay. 5).


Mengapa dibaptis lagi? Tentu bukan karena baptisan sebelumnya atau dikenal dengan baptisan Yohanes tidak manjur. Tetapi baptisan Yohanes itu dipahami sebagai baptisan pertobatan (Yun. Metanoia) atau baptisan untuk orang yang bertobat. Hal ini dituliskan dalam Injil Markus 4:4. Mengingat peran Yohanes memang untuk menyiapkan jalan bagi Tuhan seperti yang dinubuatkan oleh Yesaya,


“Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan..” (Yes. 40:3–5; Luk. 3:4-6)


Oleh karena itu, baptisan Yohanes lebih dikenal sebagai baptisan pertobatan, yakni untuk menyiapkan jalan bagi Tuhan, membuat orang bertobat dari dosa dan kembali kepada Allah. Namun demikian, banyak orang di Efesus yang kemudian terjebak pada kata sudah. Artinya buat mereka yang penting sudah dibaptis lalu sudah! Padahal bertobat bukanlah sebuah akhir perjalanan. Paulus mengingatkan bahwa mereka juga perlu untuk terus membarui diri, bahkan membarui rasa percaya mereka untuk percaya bukan kepada Yohanes Pembaptis tetapi kepada Yesus. Itu sebabnya setelah mendengarkan pengajaran Paulus ini, jemaat di Efesus memberi diri mereka untuk dibaptis dalam nama Yesus sebagai salah satu bentuk mau dibarui baik percaya maupun mau terus dibarui dalam kehidupan sehari-hari.


Saudara, jika hari ini kita belajar dari firman Tuhan bahwa dibarui itu sebuah proses yang harus terus-menerus dilakukan. Bagaimana dengan kita? Mari belajar untuk terus menerus dibarui agar kehidupan kita semakin serupa dengan Allah. Pastinya dalam proses dibarui ini tidak mudah. Tapi ingatlah jika kita dibarui dalam Allah, tentu semua akan baik adanya. Selamat terus membarui diri. Roh Kudus menolong kita semua. Amin.

(mc)