Minggu Paska VI
Kis 17:22-31 | Mazmur 66:8-20 | 1 Ptr 3:13-22 | Yoh 14:15-21
Pada Minggu Paska VI, kita sudah
sampai pada sebuah pemeberhentian refleksi atas perayaan keselamatan yang Tuhan
Yesus beri. Yesus yang selama 40 hari setelah kebangkitan-Nya terus menerus
menampakkan diri kepada para murid, sebentar lagi Ia hendak naik ke Sorga dalam
kemuliaan-Nya. Minggu Paska VI selalu menjadi perayaan yang penting, karena
titik inilah, adalah masa-masa terakhir dimana Yesus hendak memberi pesan kuat
kepada murid-murid-Nya, serta kepada kita sekalian. Untuk itu, mari kita
merenungkan bersama-sama.
Yohanes 14:15-21 menjadi bacaan Injil
kita pada Minggu ini. Perikop ini mengisahkan bagaiman Yesus menjanjikan
datangnya Penghibur yang akan menolong para murid untuk melanjutkan karya
bersama. Yesus membuka pesan-Nya di ayat 15, "Jikalau kamu mengasihi
Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Jika kita membaca sekilas
pesan Yesus di awal perikop ini, kita akan memiliki banyak sekali penafsiran
akan kalimat itu. Pertama, Yesus memberi indikator pembuktian cinta kepada para
murid, bahwa bukti jikalau mereka mengasihi-Nya, mereka akan menuruti segala
perintah-Nya. Namun, apa benar Yesus menuntut bukti? Yang kedua, bahwa Yesus
menuntut murid-murid-Nya untuk mau menuruti perintah-Nya. Jadi, ada sebuah
tuntutan yang diberikan Yesus untuk menguji cinta para murid kepada diri-Nya. Namun,
benarkah Yesus menuntut serta menguji cinta? Kata ‘perintah’ memang memiliki
dimensi ketaatan pada yang berkuasa memberi perintah, sehingga mau tidak mau
setiap orang di bawah kuasanya akan melakukan perintah itu. Namun, coba kita rasakan,
adakah cinta yang memerintahkan dan memaksa seseorang yang dicintai untuk
menuruti keinginannya?
Saudaraku yang terkasih, ijinkan saya
bertanya; apakah berat menuruti perintah Tuhan Yesus? Tidak perlu terburu-buru
menjawab. Coba dirasakan dulu. Saya mengajak kita mengingat kembali beberapa
perintah Tuhan; mengasihi musuh, mau melayani dan menjadi yang terkecil,
membagi diri, rendah hati, menderita karena kebenaran, dan banyak hal lain. Bagaimana?
ringan atau berat? Jujur saja, mengingat itu semua, rasanya berat. Justru di
situlah kita perlu mengingat, bahwa Yesus mendasarkan kemauan para murid untuk
mau melakukan segala perintah-Nya atas perasaan cinta kepada-Nya. Apa
maksudnya? Jika memang ada cinta dalam hati mereka, mereka akan dengan mudah
melakukannya. Segala perintah itu tidak akan dipandang sebagai jobdesc yang
sedemikian banyak dan ruwet untuk dilakukan satu per satu. Ya, jikalau ada
cinta dalam hati, hal berat menurut orang lain akan dirasa sangat ringan oleh
orang yang sedang kasmaran. Ada kata-kata klise yang sering diucapkan bapack-bapack
zaman dulu ketika ia memperjuangkan cintanya; luasnya laut kan ‘ku
seberangi. Gunung tinggi kan ‘ku daki asal bisa bersama dirimu. “Preeetttt”,
mungkin itulah respon kita atas rayuan gombal itu. Namun, memang begitulah
cinta. Yesus bermaksud mengingatkan mereka, jikalau ajaran-Nya selama ini akan
mampu mereka lakukan dengan ringan, asal mereka mengasihi-Nya dengan tulus. Yesus
tidak sedang menuntut bukti atau menguji cinta mereka, namun Yesus justru
menguatkan mereka dengan mengajak mereka menengok ke dalam batin terdalam
mereka; adakah cinta untuk-Ku dalam hatimu? Kalau iya, kamu akan
melakukannya dengan mudah. Begitulah kira-kira kita bisa memahami maksud
kalimat Yesus.
Dalam cerita pewayangan Jawa, tiap tokoh
sangat mudah dikenali karakternya. Entah itu seorang tokoh berwatak ksatria,
penipu, bengis, setia, pengkhianat, atau penuh kasih mesra. Namun, ada satu tokoh
yang dikenal lugu, jujur, sekaligus bucin. Bucin? Ya, bucin! Dia adalah Petruk
Kanthong Bolong, atau yang kerap disapa Petruk. Anak dari Ki Lurah Semar ini memiliki
kisah asmara yang mengharukan. Dalam sebuah kisah, Prabu Kresna pernah
menjanjikan Petruk bahwa suatu saat nanti Petruk boleh memperistri putrinya, yaitu
Dewi Prantawati. Suatu ketika, Petruk datang kepada Prabu Kresna untuk menagih
janji, yakni ingin mempersunting Dewi Prantawati. Namun naas, Dewi Prantawati
dilamar oleh Raden Lesmana, Putra Prabu Duryudana. Prabu Kresna kemudian hendak
menikahkan putrinya dengan Raden Lesmana. Petruk kaget bukan kepalang. Ia
merasa terkhianati akan rencana pernikahan perempuan yang dicintainya dengan
putra mahkota Hastinapura itu. Namun, ia tidak tinggal diam. Ia nekat memperjuangkan
cintanya. Hal itu diketahui oleh bala Kurawa, yang seratus jumlahnya. Petruk
dianggap melawan kehendak para raja karena akan menggagalkan besanan
antar dua kerajaan, Hastina dan Dwarawati. Untuk itulah Petruk diancam oleh
Kurawa. Bagong dan Gareng yang adalah saudaranya, melarang Petruk untuk maju.
Mereka yakin, Petruk akan mati dalam perjuangannya. Namun dengan gigih, Petruk
kanthong Bolong tetap ingin maju. Dalam cerita pewayangan Jawa, majunya Petruk
menghadapi Kurawa ini tidak pernah dibumbui dengan rasa kuatir atau takut. Ia
berangkat dengan kebulatan tekat dan sukacita. Ia maju atas nama cinta. Sebagaimana
kita tebak, Petruk tetap kalah dan dihajar habis-habisan oleh bala Kurawa.
Namun, apakah Petruk maju memperjuangkan Dewi Prantawati dengan takut dan ragu?
Tidak. Ringan sekali langkahnya. Mengapa? Sederhana saja; ada cinta dalam
hatinya. Rasa cinta itu lebih besar dari segala perasaan yang ada. Cinta itulah
yang membuatnya berani dan dengan ringan menghadapi kengerian ancaman Kurawa. Cerita
berakhir manis untuk Petruk. Dewi Prantawati tetap memilih Petruk menjadi
kekasihnya. Cinta. Ya, ia akan selalu memenangkan dunia.
Saudaraku yang terkasih, harus kita
akui, mengikut Yesus bukan perkara mudah. Banyak sekali bukti, tokoh-tokoh dunia
mengalami penderitaan, bahkan kematian ketika ia tetap setia berjalan dalam
nama Kristus. Marthin Luther King Jr., akhirnya mati dalam perjuangannya. Para misionaris
yang pergi mewartakan Injil di penjuru dunia, banyak yang mengalami kematian
tragis. Kalau dipikir-pikir, kenapa mereka mau setia meski besar dan berat
tantangannya? Karena ada cinta dalam diri mereka. Yesus tidak ingin, relasi
yang terjadi antara diri-Nya dan kita menjadi relasi yang kaku dan otoriter. Ia
rindu, kita mengasihi-Nya, sehingga perintah-Nya untuk bisa mengasihi akan kita
lakukan dengan ringan bahkan otomatis. Mengapa? Karena Ia tidak membutuhkan
ketaatan kita demi memenuhi kebutuhan-Nya. Ia bukan bos yang mempekerjakan kita
agar segala keuntungan mengarah pada-Nya. Itulah yang dikatakan Rasul Paulus di
depan warga Atena yang dicatat dalam Kisah Para Rasul 17:24; Allah yang
telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan
bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani
oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang
memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. Petrus
menegaskan bahwa Allah yang ia sembah, bukan menginginkan disembah dan
dimuliakan, bahkan dilayani. Ia adalah Allah yang memiliki segalanya. Segala sesuatu
diciptakan dan ada di bawah kuasa-Nya. Paulus ingin mereka tau, bahwa percaya
kepada Yesus itu muncul dari hati yang mengasihi. Dengan mengasihi-Nya, kita
akan menaati perintah-Nya, karena dalam perintah-Nya ada damai dan sukacita. Sekali
lagi, taat kepada Allah bukan karena Ia membutuhkan pelayanan dan keuntungan
dari kita, namun karena kita mengasihi-Nya, kita tau apa yang akan membuat-Nya berkenan,
yaitu taat karena kasih. Saudaraku yang terkasih, bolehkah saya meminta tolong
kepada saudara, untuk mengurusi hidup saya. Pagi, anda bangun, memasak untuk
saya, menyiapkan perlengkapan saya. Sewaktu saya pergi, anda membersihkan
rumah, dan menyiapkan makan siang untuk saya. Begitu terus sampai malam tiba. Dan
itu semua, anda lakukan dalam satu minggu saja? Mau? Ya tentu anda menolak. “emang
siapa elu?”, begitu kira-kira batin saudara kepada saya. Lalu, mengapa seorang
Ibu bisa melakukan itu setiap hari sampai belasan bahkan puluhan tahun untuk
anak-anaknya? Karena ibu itu memandang aktivitasnya bukan sebagai rentetan
tugas yang memberatkan dan menjemukan. Seorang ibu melakukan itu semua berbekal
cinta dalam hatinya. Itulah maksud Yesus, jikalau kita mengasihi-Nya, kita akan
menuruti segala perintah-Nya.
Dalam perikop Injil kita Minggu ini,
Yesus menjanjikan datangnya Penghibur. Kita tau, Yesus merujuk pada peristiwa
Pentakosta, yaitu Roh Kudus yang akan mereka terima. Namun uniknya, Roh Kudus
disebut sebagai Roh Kebenaran hanya terdapat dalam Injil Yohanes, persisnya
hanya sebanyak tiga kali. Tentu, Injil Yohanes memiliki tujuan tertentu. Lalu,
apa maksudnya? Dalam Yohanes 15:26 Yesus mengatakan, “Jikalau Penghibur yang
akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia
akan bersaksi tentang Aku.” Dari perkataan Yesus itu kita jadi tahu, bahwa
Roh Kebenaran itulah yang akan menolong para murid untuk mengenali Yesus setiap
saat. Yesus sadar benar, bahwa mereka belum cukup mengenal-Nya, apalagi Ia akan
segera naik ke Sorga, dan raga-Nya tak lagi bersama mereka. “Tak kenal, maka
tak sayang”, demikian kata pepatah. Seorang suami, perlu waktu seumur hidup
untuk mengenal istrinya, demikian pula istri kepada suaminya. Proses pengenalan
itulah yang menggiring seseorang untuk bisa mencintai dengan tulus dan alami. Yesus
menjanjikan Roh Kebenaran, supaya kita setiap hari mengenal-Nya dengan benar.
Seperti suami dan istri, selalu dianjurkan oleh para pakar pasutri, agar tiap
pasangan punya quality time meski sudah sibuk bekerja dan mengurus anak.
Keterkejutan akan pengenalan bisa membuat jatuh cinta berulang-ulang pada
pasangannya, dan itu penting untuk keberlanjutan sebuah hubungan. Demikian pula
dengan pengenalan akan Yesus, Roh Kebenaran akan menuntun kita untuk bisa lebih
mengenal-Nya setiap hari. Menemukan Yesus dalam setiap peristiwa, akan membuat
kita berdecak kagum akan kasih-Nya. Pengalaman pahit dan manis, akan selalu
berujung pada iman yang mengasihi-Nya, sehingga kita secara otomatis akan
menaati segala perintah-Nya. Itulah yang dipersaksikan sang pemazmur dalam Mazmur
66:20, Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan kasih
setia-Nya dari padaku.
ftp