Minggu Paska III
Kisah Para Rasul 3:12-19 | Mazmur 4 | 1 Yohanes 3:1-7 | Lukas 24:36-48
Kita tentu sudah sangat ingin
beribadah kembali di gedung gereja. Sudah setahun lamanya kita tidak bertemu, bersekutu,
dan beribadah di gedung gereja secara ragawi akibat pandemi Covid-19.
Persekutuan kita hanya melalui media daring atau virtual. Media virtual memang
penting, terutama pada masa pandemi ini, namun itu tidak dapat menggantikan ibadah
secara ragawi, karena dalam ibadah daring ada aspek-aspek ragawi yang hilang.
Memang kita bisa saling menatap, tetapi terbatas pada layar. Kita dapat
mendengar suara, tetapi ada delay
yang membuat kita tidak bisa bernyanyi bersama misalnya. Kita juga tidak dapat
saling menyentuh. Bagi para pengkhotbah pun berbicara di depan kamera berbeda
dengan berbicara langsung di hadapan umat. Kita merindukan pertemuan ragawi,
sentuhan, dan kehadiran yang nyata. Tapi apa boleh buat, saat ini kita hanya
bisa beribadah secara daring. Meskipun demikian, kita percaya bahwa kita pun bersekutu
dalam roh.
Yesus, ketika Ia menampakkan
diri-Nya kepada para murid, menghadirkaan diri-Nya secara ragawi (Luk.
24:36-48). Memang para murid sudah mendengar berita tentang kebangkitan Yesus.
Menurut kesaksian Injil Lukas, kesaksian akan kebangkitan Yesus telah
disampaikan oleh para perempuan yang mengunjungi kubur Yesus serta oleh dua
orang yang berjalan ke Emaus (Luk. 24:1-35). Akan tetapi, ketika Yesus
menampakkan diri kepada mereka saat sedang bercakap-cakap, mereka terkejut dan
takut, bahkan mengira bahwa mereka melihat hantu. Pada momen ini, Yesus
menunjukkan bahwa Ia hadir secara ragawi, bukan hanya roh, apalagi hantu. Ia
menunjukkan tangan dan kaki-Nya dan meminta para murid merabanya untuk
memastikan bahwa Yesus benar-benar hadir secara ragawi. Yesus pun meminta
makanan dan kemudian memakan ikan gorang untuk menyatakan kehadiran-Nya yang
utuh, yang bisa diraba dan disentuh; kehadiran secara ragawi yang meyakinkan
para murid. Para murid pun diyakinkan, mereka percaya dan punya pengharapan.
Pada kesempatan ini kemudian
Yesus mengutus mereka, “… dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan
pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.
Kamu adalah saksi dari semuanya ini” (ay.46-47). Kamu adalah saksi. Artinya
bukan akan menjadi saksi atau baru mau menjadi saksi, melainkan mereka memang
adalah saksi. Dan karena mereka adalah saksi, mereka harus mempersaksikan
pertobatan dan pengampunan kepada segala bangsa. Kesaksian mereka pun bukan
hanya kata-kata melainkan teladan hidup. Karena itulah Yesus menjanjikan Roh
Kudus untuk memperlengkapi mereka ketika mereka bergumul dan berjuang di dalam
dunia. Yesus sudah menyatakan diri-Nya dan kehadiran-Nya secara ragawi, Ia pun
mengutus murid-murid-Nya untuk hadir dan memberi diri mereka bagi banyak orang,
untuk melayani dan menyatakan pengampunan Allah melalui perbuatan mereka.
Menjadi saksi bukan sekadar wacana, tetapi tindakan untuk membawa damai
sejahtera bagi semesta.
Kita pun adalah saksi. Yesus
Kristus juga menginginkan kita untuk tidak hanya berwacana soal cinta kasih,
keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Kita adalah saksi dan tugas kita
adalah menghidupinya dan membagikannya kepada semesta. Saat ini,
saudara-saudara kita di NTT sedang bergumul pasca-bencana Siklon Seroja. Awal-awal
bencana banyak orang yang mem-posting
gambar, tulisan, dan lain-lain, “Pray for NTT”, “Peduli NTT”, dan sebagainya.
Kepedulian itu baik. Tapi kepedulian yang hanya wacana di media sosial, tidak
ada gunanya. Mereka tidak butuh posting-an
kita. Mereka butuh uluran tangan dan tindakan nyata kita. Sebagaimana Yesus menyatakan
diri-Nya secara ragawi dan menyentuh murid-murid-Nya secara personal, Ia juga
meminta kita untuk menyatakan kehadiran kita, tindakan kita, uluran tangan kita
yang dapat dirasakan oleh rekan-rekan kita, bukan hanya kata-kata motivasi yang
indah tapi tak berdampak apa-apa. Pada situasi pandemi seperti ini memang
sentuhan dan kehadiran ragawi harus kita batasi, tetapi ada banyak cara untuk
kita bertindak menyatakan kepedulian yang lebih dari sekadar kata-kata. Karena
itu, marilah menjadi saksi yang tidak hanya berwacana, tetapi bertindak. Amin. (thn)