Minggu Pra Paskah V
Yesaya 43:16-21 │ Mazmur 126 │ Filipi 3:4-14 │ Yohanes 12:1-8
Pernahkah Anda bingung mencari oleh-oleh untuk sahabat dan
keluarga saat sedang bepergian? Saya pernah menjumpai orang yang kebigungan mencari
oleh-oleh untuk kerabatnya. Ia lantas memilih membeli berbagai macam makanan
dan barang khas dari tempat ia berlibur. Pernah juga saya menjumpai orang yang
mondar-mandir di pusat jajanan lantas keluar tanpa membawa satu jenis jajanan pun
dan nampak masih berpikir apa yang harus ia beli. Saya pun pernah menjadi keduanya.
Sebenarnya mengapa kita pusing mencari oleh-oleh? Bisa jadi hanya
kebiasaan timbal balik, sudah pernah diberi ya pantasnya memberi balik. Tapi tidak
sedikit yang menjadi pusing mencari oleh-oleh yang sesuai untuk orang-orang terkasih
karena rindu merawat relasi. Membawakan oleh-oleh yang unik nan khas sekaligus
sesuai bisa dilihat sebagai bentuk nyata mengingat dan mengenal mereka yang
terkasih. Seringkali hal ini akhirnya membuat kita tak terasa telah mengeluarkan
biaya yang mahal. Tak terasa! Ya, karena relasi itu berharga, maka biaya bukan
jadi masalah.
Maria dalam Injil hari ini juga nampak sebagai seorang yang sangat
menghargai relasi dengan Yesus Kristus. Ia merawat relasi itu dengan jalan
memberikan yang terbaik bagi Sang Sahabat. Sahabat yang baru saja membangkitkan
Lazarus, saudaranya (Maria). Terbaik di sini bukan masalah harganya yang kalau
dihitung dengan ukuran hari ini berkisar Rp. 45.000.000 (ayat 5 à 300 dinar = 300 x upah harian buruh =
300 x 150.000). Sebab terbaik di sini adalah yang tepat alias sesuai bagi Yesus,
Sang Sahabat yang akan memasuki jalan penderitaan bahkan akan mati dan dikubur
(ayat 7).
Lho, tapi kan Maria belum tahu secara persis kapan Yesus akan
menjalani peristiwa Salib? Ya juga sih. Tapi Maria sangat kenal Yesus. Pengenalannya
membuat ia merasakan kasih yang besar dari Yesus. Minyak wangi yang mahal itu bentuk
penghargaan Maria bagi kasih Yesus. Meski sebenarnya tidak sebanding kalau
disandingkan dengan kasih yang begitu besar dari Yesus. Jadi dapatlah diatakan
bahwa pengurapan ini bagi Maria adalah bentuk ia membalas kasih Yesus Kristus
yang sudah lebih dulu mengasihi Marta, Lazarus dan dia.
Hal ini membuktikan kekuatan kasih Kristus yang sanggup
menggerakkan siapa saja untuk berbuat kasih berapapun harganya. Selain Maria,
kita juga mengenal Paulus (Filipi 3:4-14) yang melepaskan segala sesuatu yang
lahiriah, yang semula dianggapnya menguntungkan. Paulus rela melepaskan bahkan
menganggap hal-hal itu sebagai sampah karena ia sudah merasakan indahnya berjumpa
dan mengenal Kristus dan kasih-Nya.
Dari Paulus, kita juga mendapati pentingnya kita mengarahkan diri
pada apa yang di depan. Paulus dalam Filipi 3:13-14 berkata “Saudara-saudara,
aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang
kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri
kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh
hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”
Melalui 2 ayat ini Paulus ingin mengajak kita sebagai pribadi
maupun komunitas iman untuk mengarahkan diri ke depan. Apakah ini berarti
menyepelekan yang sudah terjadi? Apakah ini berarti tidak menghargai masa lalu?
Tentu bukan. Paulus sendiri belum tau apa yang di depannya, namun ia tahu bahwa
dunia di depannya tidaklah sama dengan dunia di belakangnya. Iman kita perlu
dijaga dan dikembangkan melalui sebuah keinginan/harapan pada perkembangan baik
yang terus menerus terjadi.
Hal ini membuat kita dapat kembali pada Injil. Pengurapan Maria
terhadap Yesus pun dapat kita lihat sebagai dukungan atas Yesus untuk memasuki
perjalanan di depan-Nya. Segera setelah ini Yesus akan memasuki Yerusalem.
Minggu depan kita akan merayakan peristiwa itu dalam Minggu Palmarum. Ada jalan
rumit di depan, tak pasti bagaimana bentuk penyiksaan, hinaan, dan kematian yang
akan menyongsong Dia. Kegelisahan bisa saja mulai merasuk dalam kemanusiaan
Yesus. Sehingga dukungan kasih dari sahabat tentu berarti bagi Dia memasuki
masa sengsara dan membangkitkan semangat bahwa setelah masa sengsara itu penebusan
tergenapi.
Saudari-a, menarik untuk kita renungkan di masa pra paskah 5 ini.
Hari-hari ini kita mendengar adanya kemungkinan bahwa pandemi ini akan segera berakhir.
Pemerintah dan pihak terkait dengan penanganan pandemi mulai merancangkan masa
transisi dari pandemi menuju endemi. Maka bacaan kita hari ini mengajak kita
untuk mengarahkan diri ke depan pada kasih, tuntunan dan penyertaan Allah. Kasih,
tuntunan dan penyertaan Allah akan menyadarkan kita bahwa memang kita rapuh.
Kita bisa punya rencana a-b-c-d-e-sampai j, lalu harus diubah dalam sekejap menjadi
k-l-m-n-o karena keadaan terkini. Namun dalam tuntunan dan penyertaan Allah
itulah kita juga dimampukan memiliki hasrat dan keyakinan bahwa Allah yang
penuh kasih dan setia akan memulihkan semesta. Kita hanya perlu setia berjalan
ke depan bersama-sama, walau perlahan dan tertatih-tatih, dalam kebingunan dan
kembimbangan namun tetap penuh tekad memperjuangkan kebajikan/kebenaran/belas
kasih Allah. Lakukanlah semuanya sebagai syukurmu pada Kristus atas kasih-Nya.
Bagaimana kalau ada Yudas-Yudas yang mempertanyakan aksi kasih
kita? Apakah aktivitas melayani Tuhan membuatku tidak menyapa mereka yang
miskin dan berbeban berat? Ya bila Yudas bertanya, dengarkanlah sebagai pengingat
agar kita terus memberi yang terbaik buat Yesus. Yesus memang peduli dan
mengasihi pada kaum miskin. Namun saat kepedulian dan kasih terhadap orang
miskin digunakan sebagai alasan untuk mencela sebuah tindakan kasih, kita patut
waspada. Jangan biarkan komentar Yudas di sekelilingmu menjadi penghambat untuk
menyatakan kasih pada Tuhan dan sesama.
Kalau kita sendiri ingin memastikan diri agar sungguh serupa
dengan Maria dan Tindakan kasihnya. Marilah kita mundur satu Langkah dan bertanya:
Apakah kehadiranku dan tindakanku sungguh karena kasih atau demi mendapat
pengakuan?
Apabila kita melayani dan mengasihi setiap anggota keluarga,
mitra pelayanan, mitra bisnis, kekasih, musuh, yang miskin ataupun yang kaya,
yang menyenangkan ataupun yang menjengkelkan dengan segenap hati kita untuk mensyukuri
kasih Tuhan; percayalah semuanya akan menjadikan hidup kita wangi seperti wangi
narwastu.
ypp