Jumat, 27 Maret 2020

MEMAKNAI PENGHARAPAN


Minggu V Prapaska #dirumahaja

Yohanes 11:1-45

Bagi Marta dan Maria, kematian Lazarus menandakan bahwa harapan mereka telah pupus. Yesus yang mereka nanti-nantikan untuk menyembuhkan Lazarus dari penyakitnya, ternyata datang terlambat. Ia terlambat empat hari. Bayangkan perasaan Marta dan Maria yang mungkin saat itu gelisah dan harap-harap cemas menatikan Yesus yang tidak kunjung datang, sementara saudara mereka, Lazarus, harus berjuang dengan penyakitnya. Yesus yang mereka tunggu pun datang terlambat. Saudara yeng mereka kasihi kini telah tiada. Kematian Lazarus memupuskan harapan mereka. Bagi Lazarus pun sudah tidak ada harapan lagi. Ia yang lemah dan sakit akhirnya harus menghadapi kematian.

Keadaan kita saat ini mungkin tidak berbeda jauh dengan Maria dan Marta atau Lazarus. Kita hanya dapat berdiam di rumah, sementara di sekeliling kita, bahkan di seluruh dunia ada wabah yang membawa kematian. Penyakit dan kematian menjadi pergumulan kita, sementara kita juga harap-harap cemas menantikan kapan semua ini akan berakhir. Mungkin saat ini kita mulai kehilangan pengharapan, seperti Maria dan Marta. Kita pun rentang dan rapuh seperti Lazarus yang juga sudah kehilangan pengharapan akan kehidupan.

Yesus akhirnya datang. Ia terlambat empat hari. Lazarus sudah dimakamkan. Tidak ada lagi pengharapan pada Marta. Tidak ada lagi harapan untuk Lazarus. Saat itulah Marta dan Maria berkata, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Kalimat ini menunjukkan harapan mereka yang pupus seolah-olah ingin berkata, “Dari mana saja Kau, Tuhan? Saudaraku itu sudah meninggal. Semua sudah terlambat.” Yesus sendiri pun berduka. Ia pun menangis bersama dengan mereka. Namun, di dalam kesedihan-Nya itu Ia memberi pengharapan. Ia menunjukkan bahwa Ia hadir dan bersama-sama dengan mereka. Ia meraskan yang mereka rasakan, dan memberi mereka pengharapan. Ia memanggil keluar Lazarus dari kuburnya. Ia membangkitkannya.

Kebangkitan Lazarus itu memberikan pengharapan, saat mungkin semua harapan telah pupus. Saat Maria dan Marta sudah sangat kecewa dengan keadaan dan hilang pengharapan. Pada saat itulah karya Allah dinyatakan dalam Yesus untuk memberi pengharapan. Ia hadir bersama mereka. Ia menunjukkan bahwa tidak ada kata terlambat untuk berharap.

Dalam pergumulan di tengah krisis yang kita alami, seringkali kita merasa kehilangan pengharapan. Melihat situasi dunia yang dilanda wabah COVID-19, makin banyak orang yang tertular, bahkan banyak orang yang meninggal, kita tentu merasa khawatir. Bahkan tidak menutup kemungkinan kita bisa putus asa. Keadaan yang tidak menentu, penantian akan pemulihan situasi mungkin membuat kita sama seperti Maria dan Marta yang meras putus asa, kehilangan pengharapan. Namun, Allah yang begitu mengasihi kita juga hadir dalam pergumulan kita. Ia menderita, Ia menagis bersama dengan kita. Ia memberikan pengharapan kepada kita.

Saat ini kita rentan. Sama seperti Lazarus yang sakit, lemah, dan harus menghadapi kematian. Namun, menghadapi kenyataan ini: Yesus menginginkan kita bangkit. Ia menginginkan kita memiliki pengharapan sekalipun diperhadapkan dengan kematian. Yesus menghendaki kita bangkit dan hidup secara utuh. Hari-hari belakangan ini, bisa saja seperti empat hari Lazarus di dalam kubur. Kita semua terhenti dan harus berada dalam rumah. Meskipun demikan, setiap hari ini kita jalani sebagai sebuah proses kebangkitan. Kita menjalani semua ini dengan pengharapan kepada Tuhan, sebab di dalam Tuhan selalu ada pengharapan. Amin.

Jumat, 20 Maret 2020

MATA YANG DICELIKKAN



Yohanes 9:1-41

Dengan mata kita dapat melihat keindahan dunia ciptaan Tuhan. Melalui buku kita dapat mengintip dunia secara luas, sebab buku adalah jendela dunia. Hari ini, kita bisa melihat keadaan dunia melalui media cetak dan berbagai media sosial berbasis internet. Dari semua yang ada kita melihat banyak orang sedang bergumul, banyak yang menjadi begitu kuatir, namun tak sedikit pula yang menganggap remeh pergumulan dunia hari ini: wabah virus corona.

Apa yang bisa kita lihat dari kejadian hari-hari ini?
Mari kita renungkan bacaaan Injil hari ini yang memuat kisah penyembuhan seorang pengemis buta.

Seorang buta tentu memiliki keterbatasan yang membuatnya tak dapat melihat apa yang kita lihat. Seringkali mereka diremehkan, diperlakukan sebagai bukan siapa-siapa. Tak sedikit juga yang menaruh prasangka-prasangka terhadap mereka. Muncul pertanyaan-pertanyaan: Apakah keadaan buta merupakan hukuman dari Allah karena dosa yang tersembunyi? Siapa yang berbuat dosa, orang tuanya kah, sauadaranya kah?

Pertanyaan ini muncul jikalau orang berpikir bahwa Allah seperti kita: Anda menyakiti saya, sekarang saya akan membalas menyakiti Anda.
Kita berpikir hanya saat orang berhasil, kaya raya, memiliki jenjang karir yang baik dan keluarga yang harmonis, ia diberkati Tuhan. Sementara saat kegagalan dialami, relasi sedang retak, dan kesehatan memburuk menjadi tanda bahwa sesuatu yang salah dan buruk telah dilakukan dalam hidup mereka dan mengecewakan Tuhan. Sangat mungkin itu yang sedang dipikirkan banyak orang, Allah sedang marah pada dunia sehingga mendatangkan wabah.

Apakah ini pandangan Yesus? BUKAN!
"Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (ay.3)

Bagi Yesus setiap pribadi istimewa dan penting, apa pun sukunya, di manapun ia hidup, baik sehat pun sakit. Sebab setiap pribadi diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Kita semua dilahirkan agar karya-karya Allah dapat nyata dalam diri kita. Sehingga Yesus kemudian dengan penuh belarasa menyentuh orang itu untuk menyembuhkannya. Yesus menyentuh pengemis buta itu dengan kasih yang mendalam dan membuat pengemis itu melihat dan mengenali kasih Allah dalam hidup-Nya.

Namun orang-orang disekitarnya keheranan dan tak mampu mengenali kasih Allah dalam peristiwa tersebut. Sebab mereka terlanjur hidup dalam pengetahuan dan pemahaman doktrinal beku mereka tentang larangan dan hukum agama semata. Sehingga sebuah pengalaman iman yang ada di depan mata, tak dapat dikenali sebagai sebuah perjumpaan indah dengan Allah di tengah masalah.
Oleh karena itu, mari kita lihat kembali dengan penuh syukur, sebuah kisah mujizat penyembuhan pengemis buta yang menjadi bukti perjumpaan Allah dengan pergumulan manusia di dunia. Dari kisah ini lihatlah pertama-tama, Allah sedang hadir dalam peristiwa itu, di dalam diri Tuhan Yesus Kristus.

Ada sebuah lagu hymn indah yang tercipta dari doa yang ditulis Richard dari Chichester pada Abad Pertengahan:
Tuhan yang terkasih, tiga hal yang ingin aku mohonkan,
agar aku dapat melihat-Mu lebih jelas,
mencintai-Mu lebih sungguh-sungguh,
mengikuti-Mu lebih dekat,
hari demi hari.

Lagu ini mengingatkan kita bahwa hari demi hari, setiap hari, kita perlu memperdalam kerinduan kita melihat dan mengenali kehadiran Allah dalam hidup dan pergumulan kita. Kita akan menjadi buta, kalau kita tidak mencintai Allah dan segala cara-Nya yang ajaib.

Yesus Kristus memanggil kita untuk mengalami pengalaman yang sama dengan pengemis buta yang setelah melihat, ia mulai dengan mengenal “orang yang yang disebut Yesus itu…” (ay.11), lalu ia bersaksi bahwa “Ia adalah seorang nabi.” (ay.17), dan ia mendaku bahwa segala yang dilakukan Yesus kepadanya menandakan Yesus datang dari Allah (ay.30-33). Kisah ini berujung pada pernyataan pengemis itu di ayat 38: “Aku percaya, Tuhan!”, lalu sujud menyembah-Nya.

Yesus ingin setiap orang yang percaya mau memiliki kesadaran bahwa kita adalah orang-orang yang “sakit dan buta”, memiliki keterbatasan, sehingga kita membutuhkan Terang Kebenaran: Yesus Kristus.

Sekarang, apakah kita ingin agar mata kita terbuka terhadap kebenaran? Apakah kita mau melihat realita kerapuhan dan ketakutan kita? Mungkin jawaban kita: Ya! Saya ingin! Namun sering kali hanya punya sedikit waktu atau tidak mempunyai waktu sama sekali untuk hal-hal hakiki: melihat Yesus lebih jelas, mencintai Yesus lebih sungguh-sungguh, dan mengikut Yesus lebih dekat – berwaktu teduh bersama Tuhan, baik secara pribadi maupun bersama keluarga.

Oleh karena itu, ketika hari-hari ini kita diminta untuk lebih banyak menahan diri di rumah, belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah, gunakanlah waktu-waktu yang ada untuk memurnikan kembali panggilan kita. Gunakan waktu yang ada untuk melihat Yesus lebih jelas, mencintai Yesus lebih sungguh-sungguh, dan mengikut Yesus lebih dekat di tengah peristiwa wabah hari ini. Sehingga mata kita dicelikkan untuk melihat bahwa Yesus Kristus ada di tengah-tengah pergumulan kita hari ini, bersama dengan para pasien, bersama dengan para tenaga medis di garis terdepan, bersama dengan Anda yang masih harus bekerja dengan protokol-protokol kesehatan, dan bersama dengan Anda dan keluarga yang sedang di rumah saja. Sehingga kita pun tetap dan terus berkata: Aku percaya, Tuhan! Amin.

# Jika Anda sedang beribadah dari rumah saja, tanyakanlah pada anggota keluargamu (langsung ataupun melalui media online bila mereka di lain tempat): apakah yang dirasakan hari ini ketika harus belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah? Apakah ada kebosanan? Apakah mulai timbul rasa stress sebab ada penurunan keadaan ekonomi? Saling menghiburlah dan saling mendoakanlah.
# Bila akhirnya perlu keluar untuk keperluan yang sangat penting, lakukanlah kesepakatan-kesepakatan hal-hal apa yang masih mungkin dilakukan, sampai berapa waktu tertentu saja dan segera kembali ke rumah.

Kamis, 12 Maret 2020

MEMBUKA ISOLASI, MENJALIN RELASI

Minggu Prapaskah III
Kel 17:1-7 | Mzm 95 | Roma 5:1-11 | Yoh 4:5-42

Kita sudah menginjakkan kaki pada perjalanan Minggu Prapaskah III. Minggu Prapaskah III ini menjadi tanda bahwa Kristus semakin dekat pada jalan panggilanNya, via dolorosa. Perjalanan permenungan Minggu Prapaskah III ini menyinggahi sebuah peristiwa dimana Yesus berjumpa dengan perempuan Samaria di Sumur Yakub.

Bacaan Injil yang cukup panjang ini terbalut dalam kesatuan Injil Yohanes, tepatnya pada Yohanes 4:5-42. Kisah ini menceritakan bagaimana Yesus dalam perjalananNya merasa sangat ketih (ay. 6), pada waktu siang bolong, lalu duduk di tepi sumur. Ia bertemu dengan perempuan Samaria yang hendak mengambil air. Air menjadi simbol penting dalam cerita ini. Ada yang saling memberi dan saling menerima. Yesus dalam keletihanNya, Ia merasa haus (ay. 6). Yesus tak segan untuk meminta pada perempuan Samaria itu untuk diberi minum. Bukankah Yesus seharusnya gengsi? Ia adalah orang Yahudi yang umumnya memandang sebelah mata pada orang Samaria, apalagi ia seorang perempuan? Alasan orang Yahudi memandang orang Samaria dengan sebelah mata adalah sejarah Israel Utara yang ditaklukan oleh bangsa Asyur yang berujung pada asimilasi dan kawin campur. Tapi, justru hal unik dilakukan oleh Yesus, yakni Ia (1) membuka obrolan dan (2) berposisi sebagai orang yang meminta tolong. Dua tindakan Yesus ini menunjukkan kesediaan untuk membuka isolasi yang selama ini memenjara orang-orang pada zaman itu untuk hidup bersama.

Tidak berhenti di situ, Yesus juga menawarkan air pada perempuan itu. "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus  untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal (ay. 13-14). Mengapa Yesus juga menawarkan air? Yesus tahu, bahwa air adalah kebutuhan pokok manusia. Bukan hanya secara lahiriah, tapi batiniah. Lahiriah untuk menghilangkan dahaga, seperti yang dilakukan Yesus. Secara batiniah? Banyak manusia yang mengalami kekeringan jiwa, yang seringkali efeknya begitu menakutkan. Inilah yang dipahami dan ditawarkan Yesus, yakni air kehidupan yang sejati. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Yesus memberikan air itu kepada perempuan itu?

"Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.(ay. 17-18)" Tanpa perempuan itu bercerita, Yesus tahu akan latar belakangnya. Lihatlah, Yesus tidak menstigma perempuan itu seperti yang biasanya orang lakukan pada masa itu. Perempuan itu mempunyai lima suami, dan kumpul kebo dengan seseorang. Dengan lensa hukum dan moral, dengan mudah kita akan menjatuhkan penghakiman padanya. Namun tidak dengan Yesus, ia memandang perempuan itu dengan kasih. Yesus tahu, ada yang terhilang darinya. 5 suami sah, dan 1 hubungan tak resmi. Yesus tahu benar, perempuan itu tak merasakan cinta dalam hidupnya. Budayawan Indonesia yang juga seorang Dhalang, Sudjiwo Tedjo pernah berkata, ”menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa”. Ia menjalani rangkaian hubungan, namun tanpa cinta. Ia terpenjara dalam hukum perkawinan, namun tak menemukan cinta itu. Sampai akhirnya, ia memilih menjalani hubungan tanpa status (HTS). Ternyata hasilnya tak berbeda. Ia merasa kering. Jiwanya kosong dan dipenuhi kerinduan akan sentuhan cinta. Di sinilah, Yesus menunjukkan cinta padanya. Yesus mengalirinya dengan cinta sejati. Cinta yang menerima. Cinta yang memeluk. Cinta yang membalut. Cinta yang menyentuh jiwa yang kering keronta. Cinta yang melegakan jiwa yang merindu. Cinta yang tidak menghakimi. Bukankah kelegaan manusia adalah ketika ia mencinta dan dicinta?

Tema “Membuka Isolasi Menjalin Relasi” memang berujung pada kisah perempuan itu yang diterima oleh komunitasnya, bahkan ketika ia hadir sebagai penyaksi, namun yang tak kalah penting adalah ketika air kehidupan, yakni cinta Allah itu melegakan dan melepaskannya dari kebingungan dan lara yang ditanggungnya. Dalam keringnya jiwa, di situ terdapat erangan penuh kerinduan untuk dialiri air kehidupan, dan Yesuslah sumber air itu. Air itu ditawarkan padamu, dan juga untukku. (FTP)


Jumat, 06 Maret 2020

MEMPERBARUI DIRI SETIAP HARI


Kejadian 12 : 1 – 4; Mazmur 121; Roma 4 : 1 – 5, 13 – 17; Yohanes 3 : 1 – 17

Setiap hari ada banyak hal yang kita lakukan, entah itu rutinitas maupun melakukan sesuatu yang baru. Dari sekian banyak hal yang kita kerjakan, tema “Memperbarui Diri Setiap Hari” juga patut kita ingat, sadari dan lakukan. Karena tentu kita ingin menjadi orang yang lebih baik dari hari kemarin dengan memperbaharui diri. Namun terkadang kita terjebak pada pertanyaan mengapa harus memperbarui diri? Bukankah menyenangkan dan cukup menjadi orang yang konsisten? Bacaan Injil menolong kita untuk memahami bahwa konsisten itu baik tetapi memperbarui diri jauh lebih baik. Bahkan konsistensi yang kita punya selama ini perlu untuk dipertanyakan lagi, sudah baikkah atau justru ada yang harus diperbaiki.
Dalam Yohanes 3 bercerita tentang seorang Farisi, anggota pemuka agama Yahudi bernama Nikodemus. Sekalipun dia seorang Farisi, dalam bacaan berbicara tentang pengetahuan dan pengakuan percaya Nikodemus tentang siapa Yesus. Ia meyakini bahwa Yesus benar diutus Allah dan tanda-tanda yang dilakukan Yesus itu benar karena dari Allah. Namun Yesus menimpalinya dengan berkata (ayat 3), “Jika seseorang tidak dilakhirkan kembali ia tidak dapa melihat Kerajaan Allah.” Apa kaitannya ucapan Nikodemus dengan respon Yesus? Kok nampaknya tak nyambung. Itu sebabnya Nikodemus bertanya lagi kepada Yesus (ayat 4) bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkan ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan kembali? Yesus menegaskan maksudnya  (ayat 5) Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Apa maksud dari pernyataan Yesus di atas? Yesus menegaskan pentingnya seseorang bukan hanya tahu tentang Kristus (seperti Nikodemus), bukan hanya menerima Kristus, tetapi juga harus lahir kembali (adanya pembaharuan) diri. Karena tahu dengan kondisi konsisten tanpa berubah, akan membuat Nikodemus terjebak pada kondisi dan pemahaman yang keliru. Itu sebabnya, buat Yesus membarui diri itu penting dan perlu dilakukan bukan sewaktu-waktu atau tunggu ada waktu tetapi setiap hari. Karena tiap hari adalah hari pembaharuan diri. Tanpa pembaharuan kita bisa saja terus terjebak pada zona nyaman (dosa dan kesalahan). Itu sebabnya, Yesus tekankan kepada Nikodemus supaya ia membaharui diri (pemahaman).
Yesus juga menegaskan pembaharuan diri karena (ayat 11 - 12) sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami. Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kami tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi? Pernyataan Yesus ini menunjukkan bahwa Yesus tahu sekalipun Nikodemus seakan mengenal Yesus namun ternyata Nikodemus tidak benar-benar percaya (berubah). Itu sebabnya Yesus menekankan supaya Nikodemus dan yang lain bukan hanya mengenal dan mengakui tetapi juga membaharui diri untuk percaya pada Yesus dengan mulut dan hati.
Dari bacaan ini, kita melihat bahwa Yesus menghendaki adanya membaharui diri. Sebagai orang yang mengaku percaya pada Yesus (Nikodemus kekinian), sudahkah kita membaharui diri? Meliha berita terkini dunia dan di Indonesia, sedang viral kasus virus Corona. Hal ini membuat banyak orang panik dan memborong masker sebagai persediaan padahal tidak butuh dan hanya karena panik. Dampaknya, ketika yang sakit butuh malah tak ada. Padahal yang dibutuhkan untuk menangkal virus Corona adalah menguatkan imun tubuh. Makanya perlu pembaharuan diri dari hari ke hari. Seperti kata pemazmur, kiranya Tuhan penjaga Israel menjaga diri dan hati kita supaya mau belajar untuk memperbarui diri setiap hari. Amin.