| Kisah Para Rasul
5:27-32 | Mazmur 118:14-29 | Wahyu 1:4-8 | Yohanes 20:19-31
Untuk percaya pada sesuatu/seseorang dan menyebarluaskannya, seorang
butuh bukti. Sebelum ada bukti yang pasti dan resmi maka yang ada adalah
keraguan. Untuk menjadi seorang pemimpin daerah/negara dan wakil rakyat terpilh
diperlukan catatan dan hasil kerja yang baik sebagai bukti dan alasan bagi
rakyat untuk memilih. Untuk dinyatakan terpilih pun, dibutuhkan bukti alias
data dari kumpulan surat suara sah yang masuk. Karena itu sejak 17 April – 22
Mei 2019 kegelisahan sedang meliputi warga negara Indonesia secara umum karena
sedang menanti hasil penghitungan suara setelah merayakan pesta demokrasi yang
begitu meriah. Dalam kegelisahan itu, ada yang percaya pada pengumuman hasil
penghitungan cepat beberapa lembaga survei dan ada yang meragukannya.
Kegelisahan/keraguan ini akan berhenti bila hasil yang pasti/resmi
dengan bukti yang kuat telah di umumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 22 Mei
2019 mendatang. Karena saat itulah kebutuhan mendasar orang untuk menjadi
percaya pada hasil pemilihan dan berani untuk bersaksi tentang hal tersebut terpenuhi
dengan bukti dan data yang memadai dari KPU bahkan dari berbagai lembaga
independen yang mengawal proses penghitungan suara dapat diakses dengan
transparan.
Bila tak ada bukti yang kuat, maka tentu menjadi tak mudah. Itulah yang
dihadapi pengikut Kristus yang hidup dalam iman dan percaya pada Yesus Kristus
yang mati disalibkan dan bangkit dari maut. Sejatinya sukar untuk percaya pada
peristiwa kematian dan kebangkitan. Terlebih data untuk percaya pada peristiwa
kebangkitan ini berasal dari kesaksian orang-orang yang mengaku telah mendengar
berita kebangkitan Yesus, atau sempat bertemu Yesus di kubur pagi-pagi benar. Kalau
toh ada data yang paling otentik,
hanyalah kain kafan bekas tubuh Yesus yang telah tergulung (Yoh.20:7). Murid-muridNya
sendiri tidak begitu saja percaya. Bahkan Tomas dengan jelas meragukan
kesaksian teman-temannya sampai ia berjumpa langsung dengan Yesus yang bangkit.
Padahal hidup beriman bukan hanya soal percaya pada kematian dan
kebangkitan Yesus. Namun mengakui Ia yang mati dan bangkit itu sebagai
juruselamat, yang akan menyelamatkan manusia dari segala bentuk kuasa dan
kekuatan yang menindas. Ini lebih sukar lagi. Sebelum mati dan bangkit pun, tak
sedikit yang meragukan Yesus sebagai juruselamat (bandingkan Yoh. 10:20).
Karena penyelamat tentu dibayangkan memiliki kekuatan yang hebat, aman, makmur,
berwibawa dan memiliki pasukan perang yang perkasa. Apalagi yang dihadapi para
pengikut Kristus adalah kehidupan di zaman Kaisar Romawi, yang tak hanya
menuntut ketaatan rakyatnya, tapi menuntut mereka untuk menyembah dia sebagai
Tuhan. Karena sang Kaisar merasa memiliki kekuasaan dan kekuatan yang tak
tertandingi.
Bila hari ini kita mendapati bahwa sejak dulu hingga sekarang banyak
orang memilih tidak percaya, atau mulai percaya namun banyak bimbangnya, itu
karena untuk percaya pada sesuatu/seseorang dan menyebarluaskannya, seorang
butuh bukti yang meyakinkan secara rasio/nalar atau setidak-tidaknya secara tradisi
sosio kultural. Yesus Kristus paham betul hal ini, karena itu Ia memakai cara
yang memenuhi bahkan melampaui nalar/rasio kita (transrasional).
Yesus hadir menembus tembok dan pintu ruang yang tertutup sekaligus
menerobos pintu hati dan pikiran para murid yang gelisah/ragu dengan sapaan
“Damai Sejahtera bagi kamu.” Yesus ingin mengatakan bahwa kematian dan kebangkitan-Nya
telah memulihkan hubungan antara manusia dengan Allah. Sekaligus menjadi
jaminan bagi para murid bahwa kebangkitanNya telah mengalahkan segala kuasa dan
kekuatan dunia dan membuat dunia ada dalam damai sejahtera. Yesus ingin
menegaskan bahwa tanda keselamatan dari Allah tidak ditandai dengan kekuatan
dan kekuasaan politik yang saling mengalahkan kekuatan dan kekuasaan yang lain.
Tanda keselamatan juga bukan ketika aturan-aturan keagamaan dipenuhi dan
dijalankan dengan ketat. Namun kata “Damai Sejahtera bagi kamu” menjadi tanda
bahwa Keselamatan dari Yesus Kristus adalah keselamatan yang membuat orang
susah merasakan penghiburan, orang berdosa mendapat pengampunan yang mendorongnya
berpulih (/bertobat), para korban ketidakadilan mendapat pembelaan, orang yang
takut berhenti meragu dan menjadi percaya. Yesus ingin setiap mereka yang
ketakutan, cemas, dan khawatir membuka hati dan pikiran serta membawa
kesemuanya kepada-Nya yang membawa dan membagikan damai sejahtera dan mendapat
kelegaan.
Yesus sungguh memenuhi dan melampaui keraguan dan ketakutan para murid
karena Ia tak hanya hadir memberi damai sejahtera namun juga menghembusi (BIS:
meniupkan napas-Nya) mereka (Yoh 20:22). Ini menjadi bukti baru, bahwa Yesus
memulihkan dan mengangkat para murid menjadi komunitas (ciptaan) baru yang
digerakkan oleh napas Allah. Suatu tindakan dan pernyataan yang membawa para
murid ke dalam relasi persekutuan dan misi dari Allah untuk bersaksi dan
melayani di dunia dan bagi dunia. Ia sungguhlah “Alfa dan Omega…, yang ada, dan
yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa” (Wahyu 1:8).
Sehingga para murid tidak perlu lagi merasa takut, karena Yesus yang
bangkit, senantiasa turut bekerja, hadir bersama dengan mereka dalam pewartaan
mereka. Bahkan Tuhan akan memperlengkapi mereka dengan tanda-tanda yang
meneguhkan. Mengapa Tuhan memperlengkapi? Tentu karena Tuhan tahu bahwa
melanjutkan karya-Nya bukan hal yang mudah di tengah dunia yang membenci-Nya. Tuhan
memang tidak menanti keadaan hidup ideal dan iman percaya yang sempurna, justru
lebih sering di tengah kesulitan dan pergumulan kita diajak melakukan karya
bersamaNya sehingga kita dan setiap orang yang terlibat merasakan kehadiran-Nya.
Bahkan bagi Bruce Epperly, seorang Teolog dan dosen, ketika murid
Kristus yang melakukan karya dengan perlengkapan dari Tuhan. Ia sedang
menghadirkan Roh Kudus yang menghadirkan pemulihan/rekonsiliasi di tengah
banyaknya isu/roh yang memecah belah. Pernyataan Eperly ini menguatkan kita
yang memiliki tantangan khusus hari ini. Tantangan untuk bersaksi hari ini adalah
karena begitu banyak orang suka bersaksi. Kenyataannya kesaksian orang hari ini
juga bersanding/beriringan dengan orang-orang yang bersaksi menyebarkan berita
bohong dengan masif. Masifnya berita bohong hari ini berdampak pada perilaku
orang yang cenderung jadi saling meragukan, sulit untuk percaya pada yang lain,
bahkan tak jarang membuat orang memilih bungkam, atau malah berdebat dengan
sengit. Tuhan memperlengkapi untuk percaya dan bersaksi bukan untuk berdebat.
Karena sangat sedikit orang yang percaya karena kalah debat, justru perdebatan
hanya akan memeruncing keadaan kebencian. Yesus melengkapi kita untuk tidak
lagi meragu untuk berdialog, membangun jembatan damai sejahtera dari setiap
perbedaan, membuka ruang-ruang perjumpaan yang menghadirkan damai sejahtera
yang memulihkan bagi siapa saja yang sedang ketakutan, yang tersisih, terluka,
tersakiti, terbungkam oligarki, terpukau hawa nafsu, termakan berita bohong,
atau yang sedang terbawa arus sibuk saling melukai. Kalau dengan kesaksian kita
mereka masih meragu dan belum percaya pada Kristus tidak Bangkit, Andar Ismail
pernah berkata tenanglah dan teruslah menjadi teman yang percaya dan bersaksi
membawa dampak. Itulah yang akan menjadi bukti meyakinkan bahwa Kristus
Bangkit!
(YPP)
(YPP)