Habakuk 1 : 1 – 4, 2 : 1 – 4; Mazmur 37
: 1 – 9; 2 Timotius 1 : 1 – 14; Lukas 17 : 5 – 10
Saudaraku, ada begitu banyak persoalan
yang dihadapi oleh keluarga masa kini.
Mulai dari komunikasi, keuangan, pekerjaan, persoalan anak, perbedaan pola asuh,
kekerasan dalam rumah tangga, relasi mertua vs menantu, hingga kurangnya waktu
bersama. Begitu banyak ya? Berbagai persoalan
ini juga bisa menjadi alasan menurunnya jumlah pernikahan di Indonesia selama
10 tahun terakhir ini[1] dan mungkin saja salah 1 persoalan yang disebutkan adalah
pergumulan kita juga.
Persoalan yang disebutkan di atas sering kali menimbulkan keretakan dalam sebuah keluarga. Nahasnya, kadang kita lupa bahwa keretakan itu kalau terus kita biarkan akan jadi luka yang menghancurkan sesama anggota keluarga. Untuk itu mengawali bulan keluarga tahun ini, firman Tuhan kembali menjadi bekal perjalanan kita bersama keluarga supaya keluarga kita mampu bertahan menghadapi banyaknya persoalan yang terus datang silih berganti. Apa yang harus kita lakukan? Pertama-tama kita akan belajar dari apa yang dituliskan dalam bacaan Injil hari ini.
Dari Injil Lukas 17 : 5 – 10 yang mengisahkan dialog Yesus dan para muridNya, di ayat 5 para murid berkata pada Tuhan “tambahkanlah iman kami!” Mengapa para murid meminta demikian? bukankah mereka adalah orang-orang beriman? apakah iman mereka selama ini tidak cukup? Jawabannya kemungkinan karena ada 2 alasan. Alasan pertama, para murid meminta tambahan iman pada Tuhan, karena (ay. 3) Yesus memberi nasihat kepada para murid supaya mereka (ay. 4) harus (senantiasa) mengampuni orang yang berdosa bukan hanya kepada Tuhan, tetapi juga yang berbuat dosa terhadap mereka.
Mengampuni tentu bukanlah hal yang
mudah. Apalagi jika orang yang melukai kita adalah orang-orang yang terdekat atau
bahkan dalam keluarga kita. Namun buat Yesus, pengampunan bukanlah sebuah pilihan
melainkan keharusan dan perlu terus diulang. Secara manusiawi, tentu apa yang
dinasihatkan Yesus mudah untuk didengar namun berat untuk dijalankan. Alasan
kedua, karena para murid menyadari bahwa ke depan ada begitu banyak persoalan
dan tantangan yang akan mereka hadapi dari orang-orang sekitar. Menyadari
keterbatasan mereka, maka mereka pun meminta Tuhan untuk menambahkan (prostithemi:
digunakan untuk makna kuantitatif) iman mereka supaya mereka bisa melakukan apa
yang dinasihatkan Yesus sekaligus mampu menghadapi persoalan-persoalan yang
akan dihadapi.
Menjawab permintaan para murid, Yesus
hendak mengajarkan bahwa kemampuan untuk melakukan apa yang Tuhan nasihatkan
sekaligus bersiap menghadapi persoalan ke depan bukan karena para murid punya iman
yang ukuran atau jumlahnya banyak dan besar. Tapi kesadaran bahwa para murid
sudah memiliki iman itu dan harus mempergunakannya. Karena itu Yesus mengatakan
(ay. 6) kalau sekiranya (KBBI: seandainya)[2] kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini:
Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat
kepadamu."
Tentu ayat ini merupakan kiasan yang
Yesus pakai untuk menyampaikan sindirian kepada para muridNya. Bahwa mereka tidak
menyadari kalau mereka meminta sesuatu yang mereka sudah punya, namun tidak
mereka gunakan, yaitu iman. Sebab mereka sudah beriman kepada Allah. Namun
sayangnya, pertanyaan mereka minta ditambahkan iman menunjukkan bahwa mereka
seakan tidak memiliki iman tersebut.
Saudaraku Yesus kemudian melanjutkan nasihatNya
untuk mengajarkan, bahwa iman para murid seharusnya seperti iman seorang hamba.
Hamba (duolos: budak, pelayan)[3] yang setelah bekerja di ladang dan peternakan, tentu ia
tidak mendapat ajakan sang tuan untuk makan. Di tengah keletihan akan tantangan
hidupnya sebagai seorang hamba, ia harus terus melanjutkan pekerjaannya untuk
melayani sang tuan. Bukan hanya itu, dari semua hal yang ia kerjakan, ia pun
tidak menerima ungkapan terima kasih dari sang tuan. Namun apa yang ia lakukan?
ia tidak meminta lebih dan menutut melainkan tetap melakukan apa yang harus ia
lakukan.
Dari bagian ini, Yesus mau mengajak
para murid untuk miliklah iman seorang hamba yang bukan meminta tetapi
berkarya. Bukan mengeluh dengan banyaknya hal yang dihadapi dan dikerjakan tapi
mengerjakan semua dengan baik. Bukan mengharapkan lebih tapi mencukupkan diri
dengan apa yang dimiliki. Iman seorang hamba inilah yang perlu terus dimiliki
oleh para murid, sehingga sesulit apapun persoalan yang akan dihadapi, mereka
menjadi seorang hamba yang terus berkarya, tidak mengeluh dan tidak mengharapkan
lebih, tetapi mencukupkan diri.
Saudaraku yang dikasihi Kristus,
tentu pesan Yesus ini bukan hanya untuk para muridNya saja di konteks Alkitab, tetapi
juga untuk kita semua di masa kini. Bahwa keluarga kita pun perlu memiliki iman
seorang hamba.
1.
Kita perlu sama-sama belajar untuk saling bekerja dalam
keluarga. Tugas di rumah bukan hanya tugas seorang
istri atau ibu tetapi tugas bersama. Termasuk juga mendampingi anak bermain dan
belajar adalah pekerjaan bersama. Jika dalam keluarga, semua anggota keluarga
diberi peran untuk bekerja maka apa yang dirasa berat dan sulit dapat diatasi bersama-sama.
2.
Tidak mengeluh dalam hal-hal yang dikerjakan dan dihadapi. Karena terus mengeluh hanya membuat kita panas hati, iri
hati (Mazmur 37) dan akhirnya tidak mensyukuri berkat lainnya yang Tuhan sudah
beri. Yuk kurangi mengeluh, karena apa yang kita hadapi juga menjadi berkat
Tuhan buat kita jalani.
3.
Tidak mengharapkan lebih untuk tidak saling menyakiti dalam
keluarga, melainkan mencukupkan diri dengan keluarga yang kita miliki. Begitu banyak ekspektasi dan tuntutan yang kita terus gaungkan
dalam keluarga dapat membuat kita saling menyakiti. Tentu kita sangat
boleh punya harapan untuk keluarga kita akan seperi apa. Namun hal itu harus
dibarengi dengan melihat juga kondisi keluarga masing-masing. Jangan sampai
kita menuntut lebih, akhirnya kita justru menciptakan penjara dalam keluarga dan
bukan tempat yang nyaman untuk tinggal dan pulang.
Belajar
dari permintaan para murid, jangan meminta ditambahkan (lebih) padahal yang ada
tidak kita sadari dan gunakan
Kiranya iman seorang hamba menjadi iman yang terus kita hidupi dalam kehidupan pribadi dan bersama keluarga kita. Kiranya melalui Perjamuan Kudus sedunia yang kita rayakan hari ini, juga menjadi pengingat akan iman Kristus, seorang Hamba yang menjadi teladan bagi kita semua. Tuhan memberkati kita semua. Amin. (mc)
[1] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/26/tren-pernikahan-di-indonesia-kian-menurun-dalam-10-tahun-terakhir
[3] seseorang yang memberikan dirinya sendiri bagi kehendak orang
lain dan melayaninya dengan kemampuannya. Hamba bukanlah terpaksa
melakukan sesuatu karena dia dijual (seorang budak) melainkan menjadi hamba
adalah kebanggaan dan pengabdian.