Selasa, 19 Mei 2020

Menyatu dengan Allah dan Berkarya

Minggu Paskah VII
Yohanes 17:1-11

Bacaan Injil hari ini adalah doa Yesus Kristus agar para murid menyatu dengan Allah dan berkarya. Mengenai persatuan dan karya ada sebuah kisah menarik.

Alkisah, ada sekawanan burung merpati yang terbang untuk mencari makanan. Mereka dipimpin oleh raja mereka. Suatu hari, saat telah terbang jauh dan sangat lelah. Raja merpati mendorong mereka untuk terbang sedikit lebih jauh.

Burung merpati terkecil terbang dengan kecepatan maksimal dan menemukan beberapa beras bertebaran di bawah pohon beringin. Maka semua burung merpati mendaran dan mulai makan.

Tiba-tiba sebuah jaring jatuh di atas mereka dan mereka semua terjebak. Mereka melihat seorang pemburu mendekati membawa sebuah sangkar besar. Burung-burung merpati itu dengan putus asa mengepakkan sayap mereka untuk mencoba keluar dari jaring, tapi sia-sia.

Raja punya ide. Ia menyarankan semua burung merpati untuk terbang bersama membawa jaring itu bersama mereka. Ia mengatakan bahwa ada kekuatan dalam kesatuan.
Maka, setiap merpati mengambil sebagian jaring dan bersama-sama mereka terbang membawa jaring itu. Pemburu itu mendongak takjub. Dia mencoba mengikuti mereka, tapi mereka terbang tinggi di atas perbukitan dan lembah.

Mereka terbang ke sebuah bukit dekat sebuah kota kuil dimana tinggal seekor tikus yang bisa membantu mereka. Tikus itu adalah teman sejati raja merpati. Saat tikus mendengar suara keras mendekat, ia bersembunyi. Raja merpati dengan lembut memanggilnya. Seketika tikus itu senang melihatnya.

Raja merpati itu menjelaskan bahwa mereka terjebak dalam perangkap dan membutuhkan bantuan tikus untuk menggerogoti jaring dengan giginya dan membebaskan mereka.
Tikus setuju, lalu mengatakan bahwa ia akan membebaskan raja terlebih dahulu. Raja bersikeras bahwa tikus itu harus membebaskan rakyatnya terlebih dahulu dan raja yang terakhir.

Tikus memahami perasaan raja dan memenuhi keinginannya. Ia mulai memotong jaring dan satu per satu merpati dibebaskan termasuk raja merpati.

Burung-burung merpati itu mengucapkan terima kasih pada tikus dan terbang bersama, bersatu dalam kekuatan mereka.

Demikianlah indahnya persatuan, dan kisah ini menyadarkan kita bahwa dalam persatuan selalu terkandung keberagaman. Keberagaman tanpa kesatuan tujuan tentu tak akan mudah menghasilkan karya, sebab bayang-bayang perpecahan bisa sewaktu-waktu merusak karya. Yesus Kristus pun menyadari bahwa murid-murid-Nya mungkin saja mengalami perpecahan sebab mereka beragam dan mereka harus berkarya di tengah keberagaman. Oleh karena itu Ia berdoa untuk kesatuan tujuan para murid dan bahkan pada perikop selanjutnya Yesus berdoa bagi orang-orang yang akan mendengarkan kesaksian para murid-Nya.

Mengapa?
Landasan doa Yesus tak lain adalah kesatuan antara Bapa dan Anak.
Ay. 11 menggambarkan kesatuan itu, “supaya mereka menjadi satu sama seperti KITA”

Doa ini memiliki implikasi nyata, bahwa Gereja harus bersatu karena gereja berada di dalam kesatuan Bapa dan Anak dalam kuasa Roh Kudus. Mengingkari kesatuan gereja sama halnya dengan mengingkari kesatuan Bapa dan Anak. Itu berarti, sekalipun dalam kenyataannya kita masih terus memperjuangkan wujud kesatuan gereja itu, kita harus mulai dari sebuah pengakuan bahwa memang gereja sudah satu.

Kok bisa sudah satu? Bukannya Gereja itu beragam. Nah, kesatuan gereja tidak boleh kita pahami sebagai keseragaman. Sebab unity berbeda, bahkan berlawanan, dengan uniformity. Kesatuan gereja tidak bisa dipakai sebagai alasan penghilangan keunikan masing-masing anggota. Sebab sama seperti Bapa, Anak, dan Roh Kudus— Allah kita satu, namun majemuk dalam menunjukkan kemurahan-Nya. Lihatlah Ia yang satu itu mendekati kita sebagai Bapa dan seperti Ibu yang merawat dan menjaga anak-anakNya, sehingga untuk kesalahan kita mendapat pengampunan yang besar. Ia juga mendekat dengan berinkarnasi menjadi manusia yang menyapa dan mengajar kita secara manusiawi mengalami suka dan duka – hidup dan mati – demi memberikan teladan nyata. Ia mendekati kita bahkan dari dalam diri kita melalui nurani kita sehingga kita dapat merasakan penyertaan-Nya setiap saat sepanjang hidup kita.

Demikianlah seyogianya gereja-gereja merayakan perbedaan dan keunikannya masing-masing. Mungkin saja orang-orang kristen tidak akan pernah mengorganisir gereja dengan cara yang sama. Orang Kristen tidak menyembah/ beribadah kepada Allah dengan cara yang sama, melayani dengan kebiasaan dan praktek yang berbeda, namun kesatuan orang kristen harus melampaui semua perbedaan-perbedaan dengan menyatu dalam kasih Bapa Anak dan Roh Kudus, yakni dengan memandang kemajemukan sebagai sebuah keindahan yang harus dirawat dengan tepat.

Bagaimana caranya? Jalanilah kehidupan menggereja dengan syukur dan kegembiraan ketika berjumpa dengan keunikan-keunikan. Dengan syukur dan kegembiraan, tentu gereja dapat berkarya bersama dalam semangat saling melayani dan membangun gereja dengan kekaguman satu pada yang lain. Saat kesatuan dalam kemajemukan itu mewujud nyata, maka percayalah akan ada buah karya yang dihasilkan, yaitu banyak orang akan merasakan kehadiran dan kuasa Tuhan dalam rupa kesatuan itu sendiri. Oleh karena itu menyatulah dengan Allah dan sesama murid Kristus untuk berkarya!

Mengapa harus berkarya? Sebab Kristus, sang Teladan kehidupan kita pun berkarya di dunia. Ia berkarya di tengah dunia untuk mempermuliakan Bapa! Kelahiran, kehidupan, kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya adalah bagian dari kemuliaan-Nya. Ia menjalani jalan kemuliaan itu dengan berkarya dalam kesederhanaan, penolakan dan penderitaan. Semua dilakukan untuk membuat dunia tahu Bapa yang mengutus-Nya.

Kerapkali kita berhenti untuk menyatu dalan karya pelayanan dan kesaksian sebab kita tak ubahnya dunia yang suka hitung-hitungan dalam mengenali kasih, keselamatan dan Allah sendiri. Kasih, keselamatan dan Allah masih sering kita cari dengan hitungan matematika, “sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku?” atau dalam tuntutan matematis, “kami telah menginggalkan ini dan itu, menyumbang ini dan itu di sana, apakah imbalannya, kok belum kelihatan?” Bila kita masih sibuk berhitung maka kita masih belum mengenali cara Allah berkarya. Padahal kita didoakan-Nya untuk hidup dalam kesatuan, kekeluargaan, kesetiakawanan, dan persekutuan di mana hitung-hitungan seharusnya tidak berlaku lagi.

Hanya bila kita sungguh mau menyatu dengan Allah, maka kita akan siap berkarya bersama Allah yang mempersatukan kita. Sebab dengan menyatu kita akan tahu benar bahwa kuasa kasih-Nya menggerakkan setiap orang yang dikasihi-Nya untuk berkarya merengkuh siapa saja. Baik orang-orang yang secara jelas mengikut Yesus dan mengaku percaya, maupun semua orang yang berusaha untuk menghormati dan mencintai mereka yang berbeda dan yang berusaha untuk hidup berdasarkan kebenaran dan keadilan.  Kasih Allah juga tertuju bagi mereka yang lemah di tengah wabah, yang membutuhkan bantuan kasih yang nyata, yang tertindas oleh kebijakan elitis, dan yang terus mengupayakan perlawanan dengan menapaki jalan kasih dan bukan jalan kekerasan. Untuk itu menyatulah utuh bersama Allah, sebab rintanganmu berat untuk wujudkan kesatuan kekeluargaan, kesetiakawanan, dan persekutuan dalam karya nyata di tengah dunia hari ini! Amin.

ypp

Minggu, 17 Mei 2020

SUARAKAN KABAR BAIK DALAM SUKACITA


Kenaikan Yesus Kristus ke Surga
Lukas 24:44-53 | Kisah Para Rasul 1:1-11

Kisah kenaikan Yesus ke Surga dalam Alkitab hanya dikisahkan oleh Lukas, baik dalam Injil Lukas maupun dalam Kisah Para Rasul. Injil-injil selain Lukas tidak mencatat kisah kenaikan. Sekalipun ada juga di Injil Markus tetapi itu merupakan bagian yang ditambahkan kemudian pada Injil Markus. Menariknya, sekalipun ditulis oleh oleh satu orang, kisah kenaikan dalam Injil Lukas dan Kisah Para Rasul memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Jika dalam Injil Lukas kisah kenaikan menjadi penutup bukunya, dalam Kisah Para Rasul kenaikan penjadi pembuka cerita. Selain itu, kronologinya pun berbeda. Dalam Kisah Para Rasul, diceritakan bahwa kenaikan Yesus terjadi empat puluh hari setelah Paska, yang kemudian menjadi tradisi perayaan kita sampai saat ini. Dalam Injil Lukas, kenaikan terjadi pada Minggu Paska sore (atau malam), setelah Kleopas dan temannya kembali dari Emaus dan bersaksi kepada para saudara. Apa yang membuat keduanya berbeda, padahal penulisnya sama? Dari cara Lukas menempatkan kisah ini dalam kedua bukunya, terlihat bahwa peristwa kenaikan Yesus ke Surga adalah peristiwa yang penting bagi Lukas. Peristiwa ini menjadi baik akhir maupun awal.

Dari perspektif Injil, peristiwa kenaikan Yesus ke Surga jelas merupakan akhir kisah, penutup buku, the ending, akhirulkalam. Kisah yang diawali dengan kelahiran Yesus ke dunia, karya-Nya di tengah dunia, penderitaan dan kematian-Nya, lalu kebangkitan-Nya, kini diakhiri dengan kenaikannya ke Surga. Injil yang berawal dengan kedatangan Yesus ke dunia kini berkhir dengan “kepergian” Yesus dari dunia. Namun, penutup kisah itu menjadi awal atau pembuka bagi kisah yang lain. Peristiwa kenaikan Yesus ke Surga menjadi pembuka kisah para rasul dan karya mereka di dunia. Bahkan, ia menjadi pembuka kisah Gereja. Penulis Lukas menjadikan kisah kenaikan Yesus ini sebagai peralihan dari karya Yesus di dunia ke karya para murid atau bahkan Gereja di dunia.

Injil Lukas dan Kisah Para Rasul menceritakan peristiwa kenaikan dengan Yesus yang duduk makan bersama murid-murid-Nya, dan mengajar mereka akan Kitab Suci serta menyuruh mereka tetap tinggal di Yerusalem dan memberikan mereka petunjuk terakhir. Hanya saja, dalam Kisah Para Rasul, para murid bertanya tentang masa depan, tetang pemulihan Israel pada hari akhir. Jawaban Yesus adalah, “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu… tetapi kamu akan menjadi saksi-Ku.” Seolah-olah Yesus mau berkata “Jangan berpikir soal eskaton, soal masa depan dan hari akhir, tapi karya keselamatan Allah di tengah dunia ini harus dilanjutkan.”

Saudara, apa yang ditanyakan dan dipikirkan murid-murid ini agak mirip dengan apa yang dipikirkan dan ditanyakan beberapa orang Kristen pada masa ini. Kondisi wabah Covid di tengah dunia ini sedikit-banyak menggoda umat untuk berpikir tentang akhir zaman. Beberapa orang bahkan menjadi “nabi” atau malah dukun yang menubuatkan atau meramalkan akhir zaman. Dengan mengutip Alkitab secara serampangan, mereka mengaitkan wabah penyakit global ini dengan tanda-tanda akhir zaman; Bahwa kedatangan Tuhan semakin dekat, dunia akan dihancurkan, dan orang saleh akan diangkat ke Surga. Yang menjadi masalah dengan nubuat-nubuat dan spekulasi-spekulasi akhir zaman ini adalah semua orang ingin pergi ke Surga dan meninggalkan dunia yang sudah rusak ini. Dalam kondisi putus asa akibat wabah yang tak kunjung selesai ini, banyak orang yang merasa tidak sanggup lagi hidup di dunia ini, dan ingin segera berpindah ke Surga.

Mentalitas seperti ini kurang lebih juga dimiliki oleh para murid. Ketika Yesus naik ke Surga, mereka menatap ke langit, terpana dan terpesona dengan “yang di atas” sampai lupa pada tangguang jawab mereka “yang di bawah”. Setelah menerima pengutusan Yesus untuk menjadi saksi di Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi, mereka langsung lupa karena terpana memandangi langit (Yun. ouranos: langit, surga). Ketika itulah datang dua orang berpakaian putih menghampiri mereka dan berkata, “… mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini … akan datang kembali …” Kehadiran dua orang berpakaian putih itu menyentak dan menyadarkan mereka bahwa Kristus akan datang kembali ke dunia ini. Karena itu lakukanlah tanggung jawab pengutusan kalian di tengah dunia ini. Jadilah saksi-Nya sampai ke ujung bumi.

Orang Kristen di tengah wabah seperti ini banyak yang berfokus pada surga. Mereka berpikir, “Saat ini kita menderita di tengah wabah. Ini tanda-tanda akhir zaman, dan kita akan diangkat ke surga, meninggalkan dunia yang penuh celaka ini.” Orang-orang ini lupa dengan pengutusan ke dalam dunia. Mereka juga lupa bahwa Kristus akan datang ke dunia ini, dan karena itu orang Kristen punya tanggung jawab untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan kembali ke dunia dengan menjadi saksi-Nya: mengerjakan damai sejahtera, mengusahakan kebaikan, memperjuangkan keadilan, menyuarakan kabar baik dalam sukacita. Peristiwa kenaikan Yesus adalah peralihan dari karya Yesus di dunia ke karya Gereja di dunia. Ia menjadi akhir kisah Yesus di dunia tetapi menjadi awal bagi kisah gereja di dunia. Kenaikan Yesus ke Surga bukan dimaksudkan supaya para pengikut-Nya juga ikut Dia ke surga, tetapi melanjutkan karya-Nya di tengah dunia.

Saudara, hari ini kita diajak untuk menyuarakan kabar baik dalam sukacita. Bukan untuk terpana dengan surga dan lari dari dunia, melainkan untuk berkarya di dunia dengan segala pergumulannya. Dunia saat ini diliputi dukacita, kesedihan, kesulitan, dan ketakutan. Banyak di antara kita yang secara langsung atau tidak langsung terdampak wabah Covid; Usaha semakin sulit, para pekerja dirumahkan atau di-PHK; Ada yang sakit dan meninggal dunia; Bahkan kabar berita yang sering kita dengarkan banyak yang menjatuhkan iman dan pengharapan, kabar-kabar buruk dan negatif yang membuat banyak orang putus harapan. Pada saat seperti ini, dunia butuh kabar baik. Dunia membutuhkan kita untuk menyuarakan kabar baik itu. Bukan menebar ketakutan dengan nubuat kehancuran dunia atau janji-janji surga yang seringkali mengecewakan, melainkan untuk berbagi sukacita, berbagi pengharapan, terus melakukan kebaikan. Tugas kita adalah melanjutkan kisah Injil, kisah kabar baik Yesus Kristus, dengan kisah kabar baik kita sampai Tuhan datang kembali ke dunia ini. Amin.
(thn)

Selasa, 12 Mei 2020

BERGEREJA DALAM KASIH DAN RELASI


Minggu Paska VI #masihdirumah
Yohanes 14:15-21

Dalam situasi pandemi sekarang ini, ada banyak orang yang mengalami kehilangan. Sejak kasus pertama di Indonesia tanggal 2 Maret 2020 sampai 12 Mei 2020, ketika tulisan ini diunggah, sudah ada 991 orang yang meninggal akibat Covid-19. Di seluruh dunia bahkan sudah ada 287.245 orang meninggal dunia. Bayangkan betapa banyak orang di Indonesia yang kehilangan orang terkasih dan terdekat mereka dalam waktu dua bulan. Begitu banyak kehilangan di dunia ini selama empat bulan jika kita hitung dari kasus pertama di Wuhan. Ini belum termasuk orang-orang yang meninggal bukan karena Covid, namun terjadi pada masa pandemi Covid. Juga ada dokter dan tenaga medis yang terpapar virus selama merawat pasien. Ada jemaat yang kehilangan pendeta mereka yang meninggal baik karena Covid maupun karena hal lain pada masa pandemi Covid. Indonesia juga kehilangan tokoh-tokoh hebat yang menginspirasi, seperti Glenn Fredly, Didi Kempot, dan Adi Kurdi dalam waktu yang berdekatan. Banyak orang yang berduka dan berkabung akibat kehilangan.

Kehilangan yang kita alami bukan hanya kehilangan orang terdekat, orang terkasih, atau orang yang menjadi inspirasi kita. Ada orang-orang yang harus kehilnagan pekerjaannya karena di-PHK. Kehilangan pendapatan karena jualannya sepi pembeli. Ada yang merasa kehilangan karena saudaranya tidak bisa pulang kampung/mudik sampai entah kapan. Ada yang keluarga dan saudaranya adalah tenaga media yang mendedikasikan dirinya merawat pasien Covid di Rumah Sakit, dan tidak bisa pulang ke rumah. Ada juga yang kehilangan jaminan akan masa depannya, kebutuhan pokok hidupnya, kehilangan rasa aman, dan kehilangan-kehilangan yang lain. Bukan saja kehilangan, banyak dari antara kita juga yang pasti mengalami tekanan karena terdampak secara ekonomi oleh pandemi covid-19 ini. Ada banyak yang mengalami kemalangan pada masa-masa ini.

Namun demikian, berbicara soal kehilangan dan kemalangan yang menimpa kita bukanlah hal yang mudah. Tidak banyak dari antara kita yang mau terbuka mengungkapkan kehilangan atau kemalangannya kepada orang lain. Minggu lalu, waktu Majelis Jemaat mendata warga jemaat terdampak Covid dan membutuhkan bantuan, ada orang yang sangat membutuhkan bantuan dan ini diketahui oleh seorang penatua. Akan tetapi begitu ditawarkan, orangnya menolak. Entah karena ia merasa masih mampu atau karena tidak mau terbuka tentang keadaannya. Di lain pihak, ketika berhadapan dengan orang yang tertimpa kemalangan atau kehilangan, kita sering gagap. Kita tidak tahu mau bicara apa, karena kata-kata penghiburan rasanya tidak cukup untuk menguatkan mereka. Bahkan kadang akhirnya kita malah jadi menjauh dari mereka. Apalagi dalam kondisi #dirumahaja seperti ini.

Firman Tuhan hari ini bicara tentang saat-saat terakhir Yesus dengan murid-murid-Nya. Yesus berbincang dengan murid-murid-Nya pada Kamis malam setelah perjamuan terakhir. Sebelumnya, Yesus sudah banyak bicara soal kasih dan mengajarkan mereka untuk saling mengasihi, saling peduli satu sama lain, dan inilah saat Yesus mau pamit dari mereka. Mereka gelisah, mereka tertekan. Seperti Firman Minggu lalu, Yesus sebenarnya sudah menasihati mereka untuk tidak gelisah dan takut. Tapi ketakutan mereka akan kehilangan sosok Yesus sebagai Guru, Sahabat, dan Gembala mereka ternyata masih ada. Ada perasaan kehilangan yang mungkin sulit untuk mereka ungkapkan. Karena itu, Yesus berkata bahwa Ia tidak akan membiarkan mereka menjadi yatim piatu, karena akan datang penolong yang lain, yakni Roh Kudus.

Sang Penolong ini disebut parakletos dalm Bahasa Yunani, artinya penolong, penghibur, pembela, penyokong, atau konselor. Jadi, Yesus adalah pendamping dan penolong yang utama bagi murid-murid. Saat ini, Yesus akan pergi, dan karena itu akan ada penolong yang lain atau parakletos ini, yakni Roh Kudus yang mendorong, menyokong, dan menguatkan. Makna parakletos yang paling mendasar adalah “to come alongside another”, “berada di samping satu sama lain”, atau “menjadi pendamping bagi satu sama lain”. Dengan ini sebenarnya, kehadiran Roh Kudus itu menjadi nyata ketika kita sebagai gereja mampu untuk saling mendampingi, untuk berada di samping satu sama lain, untuk menjadi penolong dan penghibur bagi satu sama lain; ketika kita menjalin relasi kasih satu dengan yang lain, ketika kita mau peduli kepada rekan kita, ketika kita mau mendengarkan keluh kesahnya; atau ketika kita mau terbuka dan percaya pada rekan kita untuk menceritakan pengalaman kita. Kehadiran Roh Kudus ini justru memampukan kita untuk menjadi penolong dan penghibur bagi satu sama lain, saling menjadi parakletos bagi satu sama lain.

Saudara, dalam keadaan krisis seperti ini, ada banyak kehilangan, banyak duka, banyak luka dan kemalangan. Pada masa ini, kita dipanggil menjadi komunitas Roh Kudus dalam relasi dan cinta kasih. Kita dipanggil untuk berada di samping satu sama lain, menjadi penlong bagi satu sama lain. Dengan demikian kita sedang menyatakan bahwa kita sepenuhnya mengasihi Yesus, dan meneladani apa yang Ia lakukan. Saat ini mungkin kita tidak bisa berada di samping sesama kita secara fisik, tetapi “to come alongside” itu bisa kita lakukan dengan kepeduliaan kita, sapaan kita lewat WA, kiriman sembako ke rumah teman, atau sumbangan kepada orang-orang yang terdampak melalui gereja, pesanan kepada mereka yang buka usaha supaya usahanya tetap jalan. Bahkan sangat mungkin kita saling menjadi sabahat yang mau mendengarkan keluh kesah teman-teman kita yang kehilangan, yang tertimpa kemalangan karena pandemi ini. Di lain pihak kita pun bisa berkeluh kesah kepada rekan kita, sahabat kita. Kita bisa terbuka dan mengungkapkan isi hati kita yang mungkin kehilangan atau tertimpa kemalangan. Kita menjadi penolong dan penghibur bagi satu sama lain.

Pada saat ini, ketika kita lebih banyak #dirumahaja, tantangan terberat kita justru adalah menjadi penolong dan penghibur bagi keluarga kita sendiri di rumah. Banyak kasus di mana justru ketika pasangan selama beberapa bulan ini selelu bertemu setiap saat di rumah, mereka jadi sering berantem. Bahkan ada sampai terjadi KDRT, karena kehilangan privasi atau karena kebosanan kejenuhan. Ada juga yang saling curiga, si istri keluar rumah untuk kerja, suaminya curiga dia jadi carrier. Atau sebaliknya, suami keluar rumah untuk kerja, istrinya menurigai dia dan takut tertular. Kita malah jadi takut dan curiga dengan pasangan kita sendiri. Saudara, ketika keadaan membuat kita untuk saling curiga, bahkan dengan anggota keluarga kita sendiri, saat ini justru kita diajak untuk berada di samping mereka, menjadi sahabat, penolong, penghibur, menjadi parakletos dalam relasi cinta kasih.

Saudara, mungkin saat ini kita bertanya, “Bagaimana saya mau menolong yang lain kalau saya saja susah?” Semua orang saat ini pasti terdampak, besar atau pun kecil. Di antara kita semua pasti banyak pula yang merasakan tekanan, ketakutan, kegelisahan, kekhawatiran. Ada pula yang merasakan kehilangan dan kemalangan akibar pandemi ini. Tapi di sinilah panggilan kita bukan hanya untuk menjadi penghibur bagi yang lain, tetapi saling menghibur. Kita diajak bukan untuk berada “di samping yang lain”, tetapi “berada di samping satu sama lain.” Katika saudara kita lemah, kita yang menguatkan. Ketika kita lemah, saudara kita yang menguatkan. Kita terluka bersama, kita saling memulihkan. Dengan inilah, karya Roh Kudus itu menjadi nyata dalam kehidupan bergereja. Mari menjadi parakletos bagi satu sama lain sambil tetap beriman dan berpengharapan pada penghiburan dan pertolongan dari Sang Parakletos, yaitu Allah dalam Roh Kudus. Amin.
(thn)

Rabu, 06 Mei 2020

KEBERANIAN MENJALANI HIDUP


PASKAH V 
Kisah Para Rasul 7 : 55 - 60; Mazmur 31 : 2 - 6, 16 - 17; 1 Petrus 2 : 2 - 10; Yohanes 14 : 1 - 14

Saudaraku yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus,
Perkataan Yesus dalam bacaan hari ini khususnya ayat 2 - 3, “di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.”Ayat ini begitu akrab dan populer bagi banyak orang Kristen. Namun, di manakah ayat ini seringkali kita dengarkan? Biasanya perkataan ini diperdengarkan kepada banyak orang ketika ibadah penghiburan dilayankan pada saat peristiwa kedukaan. Namun kita patut bertanya. Sebenarnya untuk siapa sih ayat-ayat ini diperdengarkan? Untuk orang yang hidup atau yang mati? Tentu kita sepakat bahwa ayat ini diperuntukkan untuk semua orang yang masih hidup. Oleh karena itu, penekanan ayat ini adalah bukan hanya supaya kita berani menghadapi kematian, tetapi juga supaya kita berani untuk menjalani kehidupan.

Berbicara tentang keberanian untuk menjalani hidup nampaknya hal itu tidak selalu ditunjukkan oleh para murid Yesus. Karena, mengawali bacaan hari ini, di ayat 1 Yesus mengatakan kepada para muridNya Janganlah gelisah hatimu. Tapi mengapa para murid menjadi gelisah hati? Bukankah Yesus bersama-sama dengan mereka? Untuk apa lagi mereka gelisah? Betul saudara Yesus ada bersama mereka. Tetapi, para murid menjadi gelisah karena ternyata sebelum bacaan ini, Yesus sempat mengatakan kepada para muridNya dalam Yoh. 13 : 33 “hai anak-anakKu, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari Aku dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi: ketempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu.” Yoh. 13 : 36 “Simon tanya Tuhan, kemanakah Engkau pergi? Jawab Yesus ke tempat aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.””

Saudaraku, dari pernyataan Yesus ini bahwa ia akan pergi meninggalkan para murid dan tidak ada yang dapat mengikutNya, tentu hal ini membuat para murid gelisah. Mengapa? sebab sebagai para murid, mereka sudah terbiasa bersama Yesus. Ada apa2 ada Yesus. Ada masalah, Yesus bertindak mereka diam saja mengikuti. Kuasa Yesus begitu luar biasa dan tak ada yang mampu menandingiNya. Sehingga, selama ada Yesus, para murid aman! Bahkan mereka ada dalam zona nyaman. Karena tinggal ngikut aja. Tapi ketika Yesus mengatakan Ia akan pergi meninggalkan mereka dan tidak ada seorangpun yang dapat mengikutiNya? Tentu para murid gelisah karena Yesus akan pergi meninggalkan mereka.Para murid menjadi gelisah karena mereka tidak ingin dan tidak siap untuk ditinggalkan. Mereka tak mampu bertahan jika tanpa Tuhan. Mereka tidak berani untuk menjalani kehidupan jika Tuhan tidak bersama-sama mereka.

Saudaraku, di satu sisi ini kesadaran yang baik, karena para murid sadar bahwa mereka membutuhkan Tuhan tanpa Tuhan hidup mereka ambyar. Tanpa Tuhan mereka kehilangan keberanian untuk menjalani hidup mereka. Namun saudara yang menarik dalam bacaan ini adalah sekalipun kegelisahan para murid tidak dikatakan secara verbal kepada Yesus. Namun ternyata Yesus tahu hati para muridNya. Ia mengenal mereka tanpa harus dikatakan. Karena Ia menangkap kegelisahan mereka, sehingga Ia katakan jangan gelisah hatimu.”

Bahkan saudara, Yesus juga menyampaikan kok untuk apa Ia harus pergi, supaya para murid memahami apa yang akan Yesus lakukan dan tidak gelisah lagi. Semua Yesus jelaskan di ayat 2 - 4 bacaan hari ini. Dengan tujuan, ketika para murid memahami tindakan Yesus, sekalipun nampaknya ditinggalkan mereka tidak gelisah dan tetap berani menjalani hidup. Karena Yesus sendiri juga berani untuk menjalani hidupNya. Jika diperhatikan ternyata apa yang Yesus sampaikan di ayat 2 - 4 tadi, terdiri dari 4 poin:
1) Yesus memang akan pergi dan harus pergi. Tetapi Yesus pergi untuk menyiapkan/menyediakan tempat bagimu di rumah Bapa.

2) Yesus akan datang kembali. Jadi ia pergi bukan selamanya akan pergi. Ia pergi bukan untuk meninggalkan dan melupakan para murid. Tetapi seperti lagu Ello – salah 1 penyanyi Indonesia, Yesus pergi untuk kembali

3) Yesus akan membawamu (para murid) ke tempatKu supaya di mana Aku berada, kamu pun berada. Dari poin 3 ini memperlihatkan bukan hanya para murid yang terus ingin dekat dengan Yesus. Tapi Yesus juga dekat dengan mereka. Lihat kalimatNya, supaya di mana Aku berada, kamu pun berada. Ia tidak menjauh, Yesus tidak meninggalkan para muridNya. Tetapi justru Ia ingin dekat dengan mereka.

4) Dan ke mana Aku (Yesus) pergi, kamu tahu jalan ke situ. Karena Tuhan yang akan mengarahkan da menunjukkannya

Saudaraku, dari 4 poin ini jika ditarik dalam 1 kalimat kita bisa simpulkan bahwa apa yang Yesus lakukan bukan untuk diriNya. Karena setiap poin ditujukkan untuk “mu” para murid dan semua orang percaya. Sehingga SEMUA YANG YESUS LAKUKAN ITU UNTUKMUSehingga dalam salah 1 tulisan Martin Luther tentang bacaan ini, ia katakan “ini teks penghiburan sekaligus penguatan dari Yesus untuk para muridNya tentu dengan tujuan agar para murid berani menjalani kehidupan mereka. Wong semua yang Yesus lakukan untuk mereka kok. Yesus juga tidak pergi untuk meninggalkan dan melupakan mereka. Ia justru harus pergi untuk mati dan bangkit untuk keselamatan bukan hanya para murid tetapi keselamatan dunia.   

Saudara, ketika kita tahu apa yang Yesus katakan dan bahkan makna dari tindakan Yesus. Ternyata hal itu, berbeda dengan apa yang ditangkap oleh muridNya karena Tomas berkata kepada Yesus Tuhan kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?  Hal ini menunjukkan bahwa 1) Tomas hanya fokus pada arah ke mana Yesus pergi, jalan mana yang Yesus lewati bukan pada apa makna kepergian Yesus. 2) Tomas belum juga paham akan apa yang Yesus sampaikan. Tapi bisa jadi ketidakpahaman Tomas terjadi karena ia terlalu gelisah sehingga sehingga ia tidak mampu menerima apa yang Yesus sampaikan.

Tapi sekalipun para muridNya tidak mengerti, Yesus tetap sabar untuk menjelaskan sekalipun ia sudah berkali-kali menjelaskan. Tapi Yesus, Ia menunjukkan kesabaran yang begitu baik untuk para muridNya. Karena Ia jelaskan lagi (ay. 6 - 7) “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia. Jadi, Yesus menekankan bukan pada ke arah mana Ia akan berjalan, jalan mana yang akan Yesus lewati seperti yang dipahami oleh Tomas. Karena Ia bukan sekadar akan lewat suatu jalan atau jadi penunjuk jalan saja. Tetapi Ia adalah jalan itu. Jalan yang benar dan jalan yang membawa kehidupan. Jalan yang memperkenalkan siapa diriNya kepada para muridNya, bahwa Dia adalah Sang Bapa. Allah yang hadir di tengah mereka. Karena mengenalNya, kamu telah mengenal Bapa.

Tapi Filipus justru berkata "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Haduh kalau jadi Yesus mungkin sudah kita tinggalkan, sudah kita pites karena kok ngga ngerti-ngerti padahal sudah dijelaskan bukan dengan bahasa yang sulit. Tapi dengan kata-kata yang sederhana yang seharusnya mudah ditangkap dan dimengerti. Nampaknya, di sini ada perbedaan antara tidak mengerti dan tidak mau mengerti. Karena kalau tidak mengerti artinya sama sekali tidak tahu. Tapi kalau tidak mau mengerti artinya sudah dikasih tahu, sudah tahu, tapi tidak mau mau tahu!. Akhirnya gagal mengerti. Makanya Yesus juga sampaikan “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.

Saudaraku lihatlah para murid, sudah begitu lama mengikut Yesus. Namun tak mau memahami siapa Yesus. Bahkan tak percaya padaNya. Sekalipun sudah melihat pekerjaan-pekerjaan Allah dalam diri Yesus. Bisa jadi hal ini terjadi karena para murid terlalu gelisah, sehingga mereka terjebak dalam kegelisahan dan membuat mereka tidak menangkap pesan dari perkataan dan karya Yesus selama ini. Tetapi, bisa juga ini jadi refleksi jangan-jangan selama ini mereka jadi murid yang hanya sekadar ikut aja, cari aman dan tidak sepenuhnya percaya. Yesus yang Mahasabar kembali mengingatkan mereka (ay. 12) Sesunggunya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Artinya, seharusnya jika para murid percaya dengan sungguh pada Yesus. Memahami kata-kataNya. Mengelolah rasa gelisah mereka. Maka mereka akan dengan berani melakukan pekerjaan hebat! Mereka berani melakukan pekerjaan yang disediakan Tuhan. Berani untuk menjalani hidup karna sadar bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan dan membuang mereka.

Saudaraku yang terkasih yang Tuhan Yesus Kristus.
Apa yang kita dapatkan dari bacaan ini:
1) Setiap orang bisa gelisah. Bahkan para murid yang bersama-sama dengan Yesus juga gelisah! Kegelisahan para murid adalah karena mereka hanya menangkap bahwa Yesus akan meninggalkan mereka padahal dari perkatan Yesus, Ia justru mau dekat, Ia hadir dan tidak meninggalkan mereka. Namun kegelisahan itu membelenggu mereka sehingga mereka tidak memahami maksud dari tindakan Tuhan.

Saudaraku, bukan hanya para murid. Kita juga bisa gelisah karena zona nyaman kita sedang diguncang. apalagi kita berada di tengah kondisi pandemi Covid.  Kita yang di rumah saja gelisah. Kapan pandemic ini selesai? Kapan bisa kerja seperti dulu lagi? Kapan bisa jalan2 lagi? Kapan bisa wisata kuliner lagi? Kapan bisa ke mall lagi? kapan bisa ibadah dan persekutuan di gereja lagi? Sudah sangat rindu! Benar kata Dilan rindu itu berat! Atau kita mulai gelisah karena sudah harus bayar uang kos/kontrakan tapi isi dompet su menipis. Tabungan tak punya. Pemasukkan tidak ada. Kita diPHK tanpa kejelasan akan bagaimana kita ke depannya. Dan kini mulai gelisah seakan Tuhan meninggalkan kita.

Saudaraku, kegelisahan itu manusiawi. Karena para murid juga gelisah. Tapi jangan sampai kegelisahan itu membuat kita tidak memahami maksud Tuhan! Bisa jadi, ketika kita di kondisi sekarang. Karena Tuhan mau supaya kita punya waktu untuk merawat diri kita. Kita merawat diri dengan punya banyak waktu untuk baca, untuk explore lagi talenta kita, bakat yang terpendam dimunculkan kembali, lebih sering olahraga dan punya waktu lebih banyak dengan Tuhan. Merawat diri dari berbagai aspek.

Bisa juga  kondisi sekarang membuat kita merawat keluarga. Selama ini sibuk dengan urusan kantor dan pelayanan dan perkuliahan. Kini punya waktu untuk merawat keluarga. Banyak waktu bermain bersama anak dan punya banyak waktu ngobrol dengan pasangan dan keluarga. Cari cara untuk meluangkan waktu bareng entah olahraga bersama atau nonton drakor bareng. Kalau Kita yang rantau, bisa telpon keluarga Yang Biasa terputus karena kuliah/kerja kini bisa bebas ngobrol dengan mereka berjam-jam.

Bisa juga kondisi sekarang membuat kita sedang bersama merawat alam. Biasanya sampah di mana-mana, polusi menyesakkan. Tapi kini, kita bersama sedang mengistirahatkan alam.  Lihatlah beberapa foto dari Nasa di internet tentang kondisi udara sekarang. Ada berita baik untuk alam karena polusi di dunia menurun.

2. Tuhan mengingatkan bahwa Tuhan dekat, Tuhan hadir bahkan dalam kegelisahan kita. Maka gantilah kegelisahan dengan keberanian menjalani hidup. Karena keberanian menjalani hidup menjadi bukti bahwa kita percaya sekalipun dalam kesulitan hidup Tuhan menganuerahkan kebaikan dan penyertaanNya senantiasa. Amin.
(mc)