Rabu, 25 Mei 2022

SAMPAIKANLAH BERITA PERTOBATAN DAN PENGAMPUNAN

Ibadah Kenaikan Tuhan Yesus

Kisah Para Rasul 1:1-11 | Lukas 24:44-53

Masih banyak yang belum sempat aku sampaikan padamu
Masih banyak yang belum sempat aku katakan padamu

Kunto Aji, penyanyi asal Jogja melantunkan salah satu lagunya dalam ikatan album mantra-mantra, yaitu lagu pilu membiru. Lagu itu mencoba mengajak pendengarnya untuk berpulih dari luka dan rasa tidak terima karena ditinggalkan orang terkasih. Rasa tidak terima itu biasanya berbuntut pada sebuah keinginan untuk menyampaikan sesuatu yang belum sempat terkatakan, namun ditinggal pergi lebih dulu. “kalau saja aku punya kesempatan, aku ingin menyampaikan sesuatu padanya” Demikian kira-kira perasaan itu. Entah itu ungkapan sayang, atau sepenggal kata maaf yang selama ini menghuni ujung lidah. Tentu saja, sesuatu yang disampaikan untuk terakhir kali itu adalah sesuatu yang teramat penting. Penting sekali. Mungkin ada di antara kita yang sampai sekarang masih memiliki rasa itu. Tapi biarlah kita percaya Tuhan memulihkan kehidupan kita.
Ibu bapak saudara sekalian, mengapa kita membicarakan itu di hari indah ini? Bukankah hari ini adalah peristiwa yang begitu mulia, dimana Anak Manusia itu kembali kepada Bapa di Sorga? Iya, ada kaitan antara kedua peristiwa ini. Kita tahu melalui bacaan kita, bahwa penghujung Injil Lukas dan pembuka Kisah Para Rasul menyajikan peristiwa yang berkesinambungan. Kedua buku itu memang adalah buku yang berkelindan satu dengan yang lain, karena ditulis oleh orang yang sama. Para murid yang hendak ditinggalkan Yesus, mengajukan satu pertanyaan. Ingat, pertanyaan itu adalah sesuatu yang sangat penting untuk disampaikan. Apa pertanyaan itu? “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis 1:6). Itulah pertanyaan terpenting mereka untuk disampaikan. Masa-masa terakhir itu mereka gunakan untuk memohonkan pemulihan bagi Israel agar bisa lepas dari Romawi, dan berjaya seperti sedia kala. Mungkin mereka sudah begitu muak dan jengah untuk terus hidup dalam penindasan dan penjajahan. Segala sesuatu terlalu sulit untuk dijalani. Mereka ingin lepas dari itu semua. Untuk itulah, pemulihan bangsa menjadi sesuatu yang paling penting untuk mereka sampaikan. Namun, mari kita bertanya, bagaimana menurut Yesus? Apa yang terpenting untuk disampaikan?
Injil Lukas mencatat peristiwa ini di penghujung bukunya. Kristus bercakap dengan para murid untuk terakhir kalinya. Kali ini, Yesus mengucapkan sesuatu yang tentunya juga sangat penting sebelum ia naik ke Sorga. Setelah Ia mengucapkan bahwa Mesias harus menjalani semua hingga mati, Ia melanjutkanya; dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem (Lukas 24:47). Kita lihat, dalam ayat itu Yesus menekankan bahwa ada hal yang HARUS disampaikan kepada segala bangsa, yakni PERTOBATAN DAN PENGAMPUNAN DALAM NAMA-NYA. Ternyata, inilah hal penting yang Yesus inginkan, agar mereka sampaikan. Bukan sekedar pemulihan bangsa, tapi berita kepada segala bangsa, yaitu pertobatan dan pengampunan. Pertanyaannya, bagaimana kedua hal itu di sampaikan dalam nama Yesus? Kita akan merenungkannya satu per satu.
Pertama, mengenai pertobatan. Mengapa Yesus menganggap ini penting untuk disampaikan oleh murid-murid-Nya? Dalam Injil yang sama, Lukas 5:32 mencatat, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat”. Kesaksian itu seakan menjadi penegasan Yesus untuk apa Ia datang ke dunia, dan siapa yang menjadi target-Nya. Ya, orang berdosa untuk bertobat. Hal ini berarti, murid-murid harus menyampaikan maksud kedatangan Yesus ke dunia, bahwa keselamatan yang Ia berikan, juga berbarengan dengan ajakan untuk bertobat. Allah bukan hanya rindu menyatu bersama anak-anak-Nya, namun juga rindu melihat umat-Nya memiliki pertobatan dalam kehidupan. Jikalau demikian adanya, bukankah itu yang sudah kita jalani, yakni bukan hanya gempita perayaan Paskah, namun ajakan ebrtobat sejak Rabu Abu? Berarti pertama-tama, pertobatan itu terlebih dulu harus disampaikan kepada diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum menuju segala bangsa.
Ibu bapak saudara sekalian, apa maksudnya bahwa pertobatan harus disampaikan dalam nama-Nya? Di dunia ini, hukuman atas sebuah kesalahan menjadi sebuah hal yang teramat wajar. Entah itu tindak criminal yang mengakibatkan seseorang dipenjara, atau seorang bapak yang menyabet anaknya karena memecakan perabot rumah tangga. Martin Luther King Jr. pernah berkata bahwa kekerasan hanya akan melipatgandakan kekerasan. Berarti, hukuman bukanlah solusi. Ketika Yesus bertemu dengan perempuan yang berzinah, Ia melindunginya, dan akhirnya berkata kepadanya, ”Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yohanes 8:11). Kita melihat bahwa Yesus tidak menggunakan metode hukuman, namun melindunginya dan mengajaknya bertobat dengan cara tidak berbuat dosa lagi. Berarti, pertobatan macam inilah yang diinginkan Yesus, bukan menghukum namun melindungi dan mengajak. Bagaimana jika ada yang bersalah kepada kita, apakah akan menyalahkan dan menghukumnya, apa malah melindungi dan mengajaknya bertobat? Yesus menghendaki, kita menjadi pribadi yang merangkul, bukan memukul.
Kedua, mengenai pengampunan. Kita tahu persis, bahwa Yesus turun ke dunia untuk memberikan pengampunan kepada manusia. Itulah keselamatan yang Ia berikan dalam peristiwa salib. Lalu, apa maksudnya memberitakan pengampunan dalam nama Yesus? Iya, kita tahu bahwa tidak ada keselamatan di luar nama Yesus. Iya dan amin! Itulah iman kita. Akan tetapi, jangan sampai itu membuat kita jumawa dan superior. Lalu, bagaimana cara menyampaikannya? Kita tentu sepakat, kita tidak akan berteriak dan berkoar bahwa Yesus mengampuni kita semua, mungkin kita malah akan disangka gila. Namun satu hal, ketika kita sudah merasa diampuni, apakah kualitas kehidupan kita menunjukkan sebagaimana orang yang sudah diampuni? Orang yang bersalah, besar kesalahannya, diampuni, akan memiliki kelegaan dan kemauan untuk memperbaiki kesalahan. Nah, bagaimana dengan kita?
Selain sikap sebagai pribadi yang diampuni, apakah kita mau mengampuni? Paulo Coelho pernah menulis, God always offers us a second chance. Berapa kali Tuhan memberi kesempatan kepada kita? Selalu. Ia adalah Allah yang selalu meberikan kesempatan kedua bagi siapapun yang memohon ampun pada-Nya. Jika Allah adalah Sang Pemberi Kesempatan Kedua, apakah kita juga mau memberikan kesempatan itu? Ketika kita semua mau saling mengampuni, itulah saat dimana pengampunan kita sangat kuat disampaikan kepada segala bangsa.
Pada Ibadah Kenaikan Tuhan Yesus ini, kita diajak untuk menyampaikan berita pertobatan dan pengampunan. Keduanya harus mampir ke diri kita terlebih dahulu, baru kemudian kita bisa menyampaikannya kepada yang lain. Untuk melakukan itu, kita perlu kekuatan. Sebelum naik ke Sorga, Yesus berkata; “tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, …” (Kis 1:8). Kata ‘kuasa’ di sini berasal dari kata δύναμιν à dunamin à power à yang berarti daya, kekuatan, energi. Kenapa kita butuh itu? Karena memberitakan pertobatan dan pengampunan butuh kekuatan besar. Mahatma Gandhi pernah berkata, the weak can never forgive. Forgiveness is the attribute of the strong. Iya, pertobatan dan pengampunan itu butuh kekuatan, untuk itulah Tuhan Yesus katakana itu semua. Untuk itulah, beritakanlah, karena Tuhan memberikan kita daya untuk melakukan itu. Namun sebelumnya, kenakanlah pada diri kita terlebih dahulu. Amin

Jumat, 20 Mei 2022

WARISAN DAMAI SEJAHTERA

Minggu Paska VI

Kisah Para Rasul 16:9-15 | Mazmur 67 | Wahyu 21:10, 22-22:5 | Yohanes 14:23-29


Teks Injil minggu ini begitu kompleks. Ada banyak tema yang bisa diangkat dari teks ini. Salah satu tema yang diangkat pada Minggu ini adalah soal damai sejahtera, diambil dari perkataan Yesus, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu.” Apa itu damai? Terlalu sering kita menganggap bahwa damai adalah konsisi tidak ada konflik, tidak ada peperangan. Memang tidak salah. Kita mengharapkan dunia yang damai, tidak ada konflik dan peperangan. Kita mendoakan agar konflik di Timur Tengah dan Eropa Timur dapat mereda dan terjadi perdamaian. Namun, damai sejahtera yang Yesus tawarkan lebih daripada sekadar tidak adanya konflik. Yesus memberikan damai sejahtera yang utuh, yang memberi rasa aman di tengah kemelut, memberi pengharapan di tengah pergumulan, keberanian di tengah ketakutan, dan keyakinan di tengah keragu-raguan. Damai sejahtera yang timbul dalam kesulitan, perjuangan, konflik, dan gangguan.

Jika kita menilik kembali teks Injil, waktu Yesus memberikan janjinya tentang damai sejahtera, itulah adalah saat-saat terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya. Ia akan menghadapi segala macam penderitaan, ditangkap, disiksa, dan disalibkan. Namun, pada saat-saat menuju momen terendah dan terburuk dalam hidup-Nya di dunia, Yesus tidak hanya mersakan damai sejahtera, tetapi juga mememberikan damai kepada murid-murid-Nya. Damai sejahtera yang diberikan Yesus terasa ketika kita mengalami kesulitan atau tekanan. Ketika kita menyerahkan kekuatiran kita pada penyertaan Allah, pada saat itulah Ia memberikan damai sejahtera yang memungkinkan kita untuk bangkit dari masalah yang menimpa kita dan melihat orang-orang di sekitar kita sebagai anugerah Tuhan yang layak untuk kita cintai dan perhatikan.

Lebih lanjut, Yesus juga mengatakan, ”… apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” Pertanyaannya, apa yang dunia bisa berikan kepada kita? Sangat banyak yang dapat diberikan dunia kepada kita. Dunia bisa memberi kita kesenangan, kenikmatan, kekayaan, bahkan kekuasaan, tapi dunia ini juga memberikan kita pergumulan, tantangan, bahkan penderitaan. Dunia menuntut kita untuk individualistis, bersaing dengan saling sikut dan saling menjatuhkan untuk mendapatkan kesenangan, kenikmatan, kekayaan, dan kekuasaan itu. Orang-orang harus menampilkan dirinya sedemikian agar dianggap yang paling hebat, paling bahagia, paling kaya, paling populer. Dunia menuntut kita untuk melakukan segala hal demi aktualisasi diri. Ini sungguh melelahkan.

Lalu apakah dunia menawarkan damai sejahtera? Damai yang ditawarkan dunia ini tidak lebih dari sekadar tidak adanya konflik, bahkan menggunakan pendekatan kekuasaan. Perdamaian itu pun diraih dengan melanggengkan status quo, kekerasan, represi, dikriminasi untuk membungkam pihak lain supaya keadaan "damai". Dalam dunia kerja, ada pengusaha yang membungkan buruhnya dengan ancaman, atasan yang menekan bawahannya untuk mencapai target. Dalam keluarga, orang tua menuntut anaknya patuh dengan pendekatan kekuasaan. Maksudnya mungkin baik agar anak ini tidak menjadi anak yang suka melawan dan memberontak, tetapi caranya adalah dengan menutup kesempatan bagi anak untuk mengembangkan diri, anak tidak diberi ruang untuk mengutarakan pendapatnya, dan anak yang malawan dibilang pembangkang. “Perdamaian” seperti inilah yang ditawarkan dunia.

Damai sejahtera yang ditawarkan Yesus berbeda. Damai sejahtera yang diawarkan Yesus menuntut kita untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada anugerah-Nya. Damai Kristus membuat kita tenang dan teduh di tengah segala kepenatan dan kelelahan dunia, memampukan kita untuk terus bertahan dan berjalan di tengah kemelut kehidupan. Damai Kristus mendorong kita untuk melepaskan segala kemelekatan dan keinginan untuk mendapatkan semua yang dunia tawarkan. Itulah damai sejahtera yang sejati, yang hadir di tengah segala pergumulan kita di dunia.

Damai sejahtera Kristus juga memampukan kita untuk menjadi saksi-Nya. Kita melihat pengalaman Rasul Paulus yang telah menerima damai sejahtera Allah dalam Kristus dimampukan untuk menjalankan misi-Nya. Oleh tuntunan Roh Kudus, ia menyeberang ke Makedonia untuk melayani mereka yang membutuhkan pertolongan. Damai sejahtera Kristus itu juga mengutus kita untuk berbagi dengan sesama, membawa pengharapan kepada yang putus asa, menghibur yang berduka, menjadi sabahat bagi yang kesepian, memperhatikan yang sakit fisik maupun psikis tanpa menghakimi. Kita diundang untuk menghadirkan damai sejahtera Kristus; Untuk peduli kepada tetangga kita yang sakit dan butuh pertolongan, menjadi pendengar yang baik untuk rekan kerja kia yang berkeluh kesah, mendoakan sahabat kita yang sedang bergumul dalam keluarga atau pekerjaannya, menjadi sahabat yang terbuka dan memberi kesampatan orang lain untuk mengutarakan pendapat, menjadi orang tua yang mendidik dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan serta memberi ruang bagi anak untuk mengemukakan pendapat; Berkomunikasi dengan cinta kasih, saling mendengarkan, saling memahami, dan saling memperhatikan. Kita adalah telah menerima warisan damai sejahtera. Marilah kita juga menjadi pewarta damai sejahtera. Amin. (thn)

Sabtu, 14 Mei 2022

TUAH KATA KASIH

Minggu Paska V

TUAH KATA KASIH

Yohanes 13:31-35

 

Shalom ibu bapak saudara. Saya harap, kita ada dalam kondisi yang baik. Saat ini kita akan merenungkan Firman Tuhan, dalam Ibadah Minggu Paska V ini. Ada pun tema yang akan simak bersama adalah TUAH KATA KASIH. Namun, biarkan saya bertanya; jika diminta memilih, lebih memilih mencintai atau dicintai? Tentu kita semua punya alasan, namun apa kaitannya dengan perenungan sabda saat ini? Mari kita renungkan.

Teks yang mendasari perenungan sabda kita, diambil dari Yohanes 13:31-35. Teks in adalah perikop lanjutan dari kisah pembasuhan kaki. Menariknya, di sini Yesus seperti sedang menuliskan ‘wasiat’ bagi mereka. Dalam Yohanes 13:33 dikatakan. “Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi Aku bersama kamu.” Setelah membasuh kaki mereka, Yesus berbicara mengenai jalan derita yang akan dilalui-Nya. Yesus seakan mengkhususkan momen itu untuk berbicara sesuatu yang teramat penting bagi murid-murid-Nya. Perkara penting dan krusial itu adalah perintah baru untuk saling mengasihi. Sebenarnya ketika kita telisik lebih dalam, dimana letak perintah yang baru? Bukankah mengasihi sudah menjadi suatu hal yang sangat umum? Imamat 19:18 tertulis demikian, janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN. Demikianlah sebuah ayat yang tertera dalam kitab Imamat, dan sangta dikenal oleh orang murid-murid Tuhan Yesus. Lalu, dimana letak barunya?

Ibu, bapak, saudari/a yang dikasihi Tuhan Yesus, hendaknya kita perlu membaca perkataan Yesus secara lebih utuh untuk memahami pembaruan perintah itu. Yohanes 13:34 tertulis demikian, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” Ketika kita membaca ini, saya menduga bahwa kita akan langsung berpikiran tentang praktik kasih itu. Sehingga, letak pembaruan perintah ada dalam teladan Yesus. Saya mengajak kita untuk mengerem pikiran kita sebentar. Kita tidak terburu-buru menduga, seperti halnya perenungan firman pada umumnya. Ada satu hal, sebelum kita berbicara mengenai meneladan Yesus, yaitu MERASAKAN. Merasa bahwa kita dicintai oleh Yesus menjadi sebuah perasaan yang tak tertandingi. Saya mengajak kita untuk memfilter kata kasih ini. Saya meyakini, bahwa di antara kita secara kognitif mengerti dan paham benar bahwa kita dikasihi  oleh Yesus. Namun, pertanyaannya, apakah secara afeksi, kita benar-benar sudah merasakan bahwa kita dicintai oleh-Nya? Merasakan dan memahami adalah dua aspek yang berbeda. Memahami hanya memberikan kita sebuah informasi, namun merasakan memberikan kita sentuhan batin yang energinya sangat luar biasa. Jika kita benar-benar merasakan dikasihi oleh Tuhan, mungkin kita hanya akan bisa mengucap terima aksih dengan lirih, namun murni dari batin yang terdalam.

Ibu bapak saudari/a yang terkasih, merasa dicintai merupakan kekuatan yang besar. Perasaan itu menjadikan hati kita penuh dengan syukur. Dari sana lah, muncul kekuatan untuk mencintai. Inilah sebenarnya perintah baru, yakni bukanlah sebuah tuntutan untuk mengasihi sesame, namun wujud syukur atas kasih Kristus kepada kita. Bila perintah untuk mengasihi kita laksanakan sebagai perintah yang mau tidak mau kita lakukan, kita akan menjumpai kelelahan. Atau bahkan, kita terjun bebas dalam kekecewaan bila orang yang kita kasihi berbalik berbuat jahat kepada kita. Untuk itu rasakan. Rasakan kasih Kristus, sehingga mengasihi sesame bukanlah sebuah tuntutan panggilan, namun respon atas hati yang bersyukur. Inilah pembaruan itu, sebuah motivasi yang baru; karena Kristus mengasihiku dan aku merasakannya. Jikalau ada yang bertanya, mengapa kita mau repot-repot mengasihi orang lain? Jawablah, karena Kristus mau repot-repot jadi manusia dan berkorban bagiku. Mengapa kok kita mau mengampuni? Jawablah, karena Kristus sudah mengampuni salah dan segala dosaku. Mengapa kita mau melayani? Jawablah, karena Kristus telah melayaniku lebih dulu. Kok mau? Jawablah, karena Kristus mau. Saudaraku, peganglah alasan itu, niscaya kita akan mampu melaksanakan perintah itu dengan setia.

Tema yang kita renungkan adalah TUAH KATA KASIH. Tuah itu sendiri berarti sakti, atau keramat. Berarti, kata kasih itu memiliki energi yang besar. Orang-orang pada umumnya tau, bahwa kasih adalah ajaran utama dalam agama Kristen. Iya, benar. Kita mendengarkannya terus, merenungkannya bersama, menuliskannya, selalu mengatakannya. Namun, bila kita renungkan, apakah jangan-jangan kata ‘kasih’ itu sendiri sudah kehilangan makna? Kata kasih itu hanya menjadi sebuah slogan, bukan gaya hidup. Seperti kisah seorang pendeta yang dikritik seorang jemaat, karena selama dua bulan lebih, terus berkhotbah tentang kasih. Pendeta itu tersenyum dan berkata, “apakah sudah dilakukan dengan baik?” Ya, seringkali kata ‘kasih’ it uterus digaungkan, namun tidak dibarengi dengan tindakan nyata kita. Pertanyaannya, apakah kita sudah menjadikan ‘kasih’ itu bukan sekedar slogan atau tagline saja, dan menjadi model utama kehidupan kita? Ada indicator untuk mengetahui hal tersebut. Sederhana saja, apakah orang-orang di sekitar kita merasa dicintai oleh keberadaan kita? Kita tidak tahu jawabannya, dan bukan tugas kita untuk mencari tahu hal itu. Tugas kita satu, meyakinkan bahwa mereka dicintai oleh keberadaan kita. Selamat menjalankan perintah baru itu. Tuhan memberkati. Amin.

FTP

Sabtu, 07 Mei 2022

EVERLASTING LIFE

Minggu Paska IV

EVERLASTING LIFE

 Yohanes 10:22-30

Syalom, saudaraku yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Bagaimana kabarnya? Saya harap kita semua ada dalam kondisi yang baik. Kalau pun sedang tak baik, biarlah kita boleh mengharapkan pemulihan yang datang dari Tuhan.

Pada ibadah Minggu Paskah IV ini kita akan merenungkan sebuah tema, yakni Everlasting Life. Mungkin ada di antara kita yang berpikir, “ini kenapa temanya sok sok enggres?” Ya, saya pun juga heran, mengapa tema minggu ini menggunakan bahasa Inggris. Tentu, bukan tanpa alasan. Untuk itu, marilah kita renungkan bersama-sama.

Teks Injil pada Minggu ini diambil dari Yohanes 10:22-30, yakni ketika orang-orang Yahudi merayakan Hari Raya Penahbisan bait Allah. Pada saat itu, Yesus sedang berjalan-jalan di Serambi Salomo, dan orang-orang nampak gusar, lalu bertanya kepada-Nya, “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” Pertanyaan ini muncul secara tiba-tiba. Mengapa mereka seakan mendesak Yesus segera mendeklarasikan siapakah diri-Nya sesungguhnya. Dalam bacaan kita, ada dua hal yang bisa kita pertanyakan. Pertama, mengapa Bait Allah perlu ditahbiskan? Bukankah Bait Allah adalah tempat dimana Allah bersemayam? Itu pertama. Kemudian pertanyaan susulan, mengapa orang-orang seakan gundah dan mendesak Yesus mengakui kemesiasan-Nya? Kita jawab satu per satu.

Penahbisan Bait Allah. Sudah selayaknya kita mempertanyakan hal ini; tempat yang sudah diakui kekudusannya, bahkan Allah sendiri bersemayam di dalamnya (lih. Kel 25:8, 33:7-11, 40:38). Ternyata, ada sebuah catatatn peristiwa, terjadi kira-kira tahun 167-18 SM, dimana seseorang yang bernama Antiokus Epifanes 4 menyerang Yerusalem dan menaklukannya. Bukan hanya menaklukkan Yerusalem, Antiokus masuk ke Bait Allah, menjarahnya, mempersembahkan korban persembahan untuk dewa Zeus, terlebih lagi, ia berani dan lancang masuk ke Ruang Maha Kudus. Ya. Bait Allah telah dinajiskan oleh perbuatannya! Orang-orang Yahudi pada saat itu marah, dan berupaya dengan segala cara untuk merebut kembali Yerusalem dan mengembalikan fitrah Bait Allah sebagai tempat yang kudus. Akhhirnya, saat yang dinantikan tiba. Orang bernama Yudas Makabeus, memimpin penyergapan dan perlawanan, akhirnya merebut Yerusalem dan Bait Allah.

Kisah Bait Allah yang dilecehkan dan direbut kembali, menjadi jawaban atas dua pertanyaan kita di atas. Setelah direbut kembali, ada perayaan untuk kembali menahbiskan Bait Allah, itulah Perayaan Penahbisan Bait Allah. Lalu, mengapa mereka gundah dan mendesak Yesus? Jawabannya adalah karena mereka merindukan sosok Yudas Makabeus datang kembali, dan mereka merasa Yesus adalah sosok yang bisa memimpin perlawanan melawan Romawi.

Kegundahan mereka bukan kegundahan biasa. Mereka merindukan kedamaian yang paripurna. Untuk itulah, mereka menginginkan Yesus menjadi pemimpin mereka untuk melakukan pemberontakan. Namun, Yesus adalah sosok yang memiliki prinsip (baca: misi), yakni kedamaian Kerajaan Surga. Yesus menjawab mereka, “Aku tekah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya;..” Apa yang sudah dikatakan Yesus? Coba kita lihat perikop sebelumnya. Di sana, Yesus berbicara bahwa diri-Nya adalah Gembala yang baik. Di sini kita menemukan makna ucapan Yesus, bahwa Yesus tidak mau menuruti apa mau mereka, namun Yesus memilih jalan penggembala untuk merampungkan keruwetan mereka. Yesus menegaskan, bahwa untuk menyelesaikan kekerasan, tidak bisa menggunakan kekerasan pula. Ia memilih jalur kasih yang mengampuni, menyembuhkan, merawat, dan merangkul. Bukan hanya itu, Ia adalah gembala yang memberikan nyawa bagi domba-dombaNya.

Saudaraku sekalian, saya yakin hampir semua di antara kita punya gawai. Ketika kita hendak membelinya, salah satu spesifikasi yang kita inginkan adalah barang itu awet. Padahal, garansi yang diberikan produsen sangat terbatas. Sebaik apapun kita merawatnya, gawai itu akan rusak pada masanya. Ya, kita senantiasa menginginkan keawetan barang, juga hubungan. Hal inilah yang juga dimaksudkan Yesus. Jika bentuk perlawanan atas kekerasan adalah kekerasan, hanya akan menimbulkan kekerasan yang lebih kacau. Sejarah membuktikan, bahwa perang selalu menghasilkan kehancuran dan merugikan semua pihak. Kasus dunia, politik, sampai kasus rumah tangga, kekerasan yang dilawan kekerasan hanya akan menghancurkan semuanya. Mahatma Gandhi, pejuang kemanusiaan nir kekerasan di india, pernah mengatakan, “aku keberatan terhadap kekerasan, karena ketika kekerasan digunakan untuk kebaikan, hasilnya temporer. Kejahatan dan kekerasan itu akan abadi.” Ya, kekerasan selalu akan melipatgandakan kekerasan itu sendiri.

Saudaraku sekalian, seperti tema kita, Yesus tidak ingin menghadirkan damai yang semu, namun langgeng (everlasting). Untuk itulah, Yesus juga berbicara mengenai kehidupan yang diberikan kepada tiap orang percaya. Yesus katakan, “dan aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka..” Apa maksud Yesus? Kebangkitan-Nya bukan hanya menghapuskan dosa, namun memberikan manusia kelanggengan kehidupan. Namun di sini, kita nampaknya perlu mencermati kata ‘kekal’. Kata ‘kekal’, sesungguhnya berarti suatu kehidupan yang tidak memiliki awal dan akhir, tidak terbatas ruang dan waktu. Dan, kita tahu, bahwa hanya Allah yang kekal dalam kehidupan ini. Lalu, apa terma yang pas untuk menggambarkan kata ‘kekal’ bagi manusia? Ada satu kata, yaitu ‘abadi’. Abadi adalah kehidupan yang memiliki awal, namun pada akhirnya ia langgeng seterusnya. Itulah manusia, itulah kita. Kita memiliki awal, seharusnya memiliki akhir (kematian), namun kebangkitan Yesus membuat kita hidup bersama-sama denganNya dalam keabadian. Tema kita bukan Eternal Life atau Kehidupan Kekal, namun Everlasting Life, yaitu Kehidupan Abadi. Kita dihisab dalam kekekalan Allah setelah ditebus dari maut. Apa maksudnya? Supaya kita tetap mensyukuri anugerah Allah dalam karya salib dan kebangkitan Kristus.

Kita adalah orang-orang yang mendapatkan keabadian dalam keselamatan, untuk itu, marilah kita juga hidup selayaknya orang yang sudah mendapatkan keselamatan. Yesus katakan, “domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku..” Kita mengenal suara Kristus, mengikuti dan meneladaninya. Jika Yesus selalu mengutamakan kasih dalam penyelesaian, kita pun seyogyanya melakukan itu.

Selamat merayakan kehidupan yang Tuhan anugerahkan. Selalu upayakan kasih, karena itulah yang setia dilakukan oleh Kristus, Tuhan kita. Amin.

 

FTP