Minggu
Adven I
Yes
2:1-5 | Mzm 122 | Rm 13:11-14 | Mat 24:36-44
Pada
saat bersama seseorang atau sekelompok orang, lakukan gerakan yang menunjukkan gestur
bahwa anda akan segera berbicara, lalu batalkan berbicara dan diamlah. Diam sementara
waktu saja. Satu jam kira-kira. Bukan, bukan. Cukup 1 menit saja. Percayalah,
lawan bicara akan menunggu dengan raut wajah penasaran. Atau, ketika akan
memulai melayani Firman, diamlah di awal. Orang-orang akan menunggu dengan
gelisah. Banyak orang sepakat, bahwa menunggu itu tidak enak. Entah mengapa,
kadang waktu bisa terasa berjalan begitu lambat ketika menunggu. Dan masa
menunggu itu telah tiba. Apakah kita akan jenuh, atau justru ceria? Minggu ini,
kita sudah memasuki Tahun Liturgi yang baru yakni Tahun Liturgi C, yang berarti
Minggu Adven sudah dimulai. Adven dimulai, masa menanti pun dimulai.
Teks
Injil pada Minggu ini bercerita tentang nasihat supaya berjaga-jaga. Yesus
memberikan perumpamaan-perumpamaan mengenai kedatangan Anak Manusia. Teks ini
tidak biasa. Yesus tidak mengajar seperti biasanya. Biasanya satu perumpamaan, namun
kali ini tiga perumpamaan. Pertama tentang kisah Nuh. Kedua, ada dua orang
bekerja. Yang ketiga, kedatangan Anak Manusia yang seperti pencuri di malam
hari. Ketiganya bukan berdiri sendiri-sendiri, namun bertujuan untuk
mengajarkan cara menyikapi datangnya Anak Manusia.
Pada
kisah Nuh, Yesus sengaja menitikberatkan pada cara hidup orang-orang sebelum
air bah datang. Mereka hidup seperti biasa. Makan, minum, kawin, dll. Sampai
pada akhirnya air bah itu datang dan melenyapkan mereka. Yesus hendak
menegaskan mengenai waktu yang tidak bisa diketahui oleh siapapun. Mangapin
Sibuea, nama seorang pendeta yang cukup terkenal di tahun 2003. Pasalnya, ia
berkata bahwa 10 November 2003, Musa dan Elia akan memulai pekerjaannya. Lalu, semua
manusia akan hilang pada 11 Mei 2007. Demikian katanya. Namun, jelas tidak
benar. Tegas, apa yang disampaikan Yesus, bahwa tidak ada satupun akan tahu
kapan masanya.
Perumpamaan
kedua mengenai kedua pekerja, yang satu dibawa yang satu ditinggal. Tak dijelaskan
mengapa. Apakah cara kerjanya atau indikator lainnya. Melalui kisah pemilihan
ini, berarti penghakimannya hanya diketahui oleh Allah. Mungkin manusia bisa
melihat sikap dan tutur lata, tapi Allah bisa melihat hati. Yesus ingin supaya
manusia tidak ada yang saling menghakimi satu sama lain. lihat saja fenomena
zaman ini. Manusia menjadi sangat mudah menuduh yang lain sesat dan salah. manusia
mudah terpecah belah karena pilihan politik yang beda, ajaran agama yang beda,
dll.
Ketiga,
tentang pencuri dan tuan rumah. Apabila Anak Manusia yang akan datang itu
seperti pencuri, berarti manusia adalah tuan rumahnya. Sebagai tuan rumah, kita
tidak bisa memastikan bahwa rumah kita aman. CCTV pun hanya bisa merekam
kejadian pada sudut pandang tertentu. Kunci, gembok, bahkan petugas keamanan,
tidak bisa menjamin. Pencuri tetaplah pencuri. Ia bisa datang tak diduga. Pencuri
tidak bisa diprediksi. Bisa saat kita siap, atau lengah. Tapi, kita tetap harus
siap sedia dan melakukan yang terbaik.
Melalui
tiga hal itu, Yesus hendak mengatakan bahwa kedatangan Anak Manusia tidak ada
yang tahu kapan, siapa yang dibawa, dan tidak bisa diprediksi. Namun, selalu
ada pilihan. Ingat, Nuh sudah mengingatkan orang-orang pada zaman itu. Kita akan
mendengar suara Tuhan, atau tetap hidup dalam dosa? Lihat, sementara mereka
hidup lancer jaya, Nuh bersiap sebaik mungkin. Juga, mengenai dua perempuan
itu. Allah melihat hati kita. Sehingga, dalam penantian ini kita diajak
senantiasa memurnikan hati kita. Memurnikan panggilan kita, ibadah kita. Apakah
benar karena kita mengucap syukur, atau malah sekedar rutinitas keagamaan? Dan,
tentang pencuri. Iya, dia bisa datang sewaktu-waktu dan juga ahli. Tapi sebagai
tuan rumah, kita mencoba mempertahankan rumah dengan segala sekuritas terbaik. Intinya
adalah, kita tidak hanya menunggu Anak Manusia itu datang. Kita tetap harus berkarya.
Kita harus selalu mengusahakan kebaikan.
Novelis
besar, atau mungkin juga seorang spiritualis, Paulo Coelho pernah menulis, “Life was always a matter of waiting for the
right moment to act”. Momen baik itu bisa hadir untuk kita melakukan
sesuatu. Nah, dalam masa penantian itu, akan ada momen-momen baik yang harus
dengan sigap dan ceria kita tangkap. Di situlah kita menunjukkan kesiapan kita.
Menanti dengan hati yang gembira, dan mengisi penantian itu dengan karya-karya
yang bisa dirasa. Selamat memasuki Adven 1.
ftp