Minggu VII
Sesudah Epifani
Kejadian
45 : 3 – 15; Mazmur 37 : 1 – 11, 39 – 40,
1 Korintus 15 : 35 – 50; Lukas 6 : 27 – 38
Tidak ada seorangpun manusia yang dapat
hidup sendiri, terlepas dari keberadaan orang lain. Sebab setiap manusia saling
terkait satu sama lain karena manusia adalah makhluk sosial (Dian Penuntun 2022, 57). Namun hidup bersama orang lain
tak selalu mendapat sahabat. Seringkali
bersama orang
lain, kita justru mendapat banyak sekali musuh. Seperti pepatah kuno yang
mengatakan lebih mudah menemukan 1.000 musuh ketimbang menemukan seorang
sahabat.
Saudara, di tengah-tengah kehidupan bersama orang lain memang faktanya tidak selalu
menyenangkan dan baik-baik saja. Ada kalanya perbedaan baik pendapat, pemahaman,
kebiasaan, dll menjadi alasan untuk bertengkar. Ada kalanya juga persaingan
menjadi jalan menambah lawan bukan kawan. Pertanyaannya lebih enak mana, memusuhi
atau dimusuhi? Mungkin kita akan memilih memusuhi orang lain. Karena itu lebih mudah,
apalagi kalau yang kita selalu lihat dan cari adalah kesalahan orang lain,
kekurangan orang lain dan bukan sebaliknya.
Sementara dimusuhi tentu bukanlah posisi yang
enak karena dibenci dan ditolak orang lain. Apa yang dilakukan bisa menjadi
serba salah sekalipun yang dilakukan adalah sesuatu yang baik dan benar. Dalam
situasi ini, bagaimana biasanya cara kita membalas musuh? Apakah kita marah,
kita kesal, kita kecewa, kita benci, kita ingin membalas rasa sakit hati kita? Saudaraku,
tentu membalas tidak selalu berkonotasi negatif. Karena membalas juga bisa
berkonotasi positif, tergantung cara kita membalas dan dampak dari balasan
kita.
Saudara, dalam bacaan
pertama di kitab Kejadian 45 berkisah tentang Yusuf yang sudah dibuang
dan dijual oleh saudara-saudaranya itu akhirnya bertemu lagi dengan orang-orang
yang memusuhinya. Apa yang ia lakukan? bagaimana caranya membalas orang-orang itu?
Hebatnya, yang dilakukan oleh Yusuf bukan membalas dalam konotasi negatif
tetapi positif. Yang dilakukan Yusuf, pertama tidak menganggap apa yang
dilakukan saudara-saudaranya di masa lampau sebagai sesuatu yang perlu
dipermasalahkan lagi. Seperti sebuah tulisan, “kalau kita tidak menganggap itu
masalah, maka selesai perkara.” Kedua, Ia bukan menjauh tapi mendekat
dengan musuh.
Di masa itu,
Yusuf bisa saja menjauh, menyombongkan diri karena status/kedudukannya yang hebat
atau dia bisa saja membalas kekejaman saudaranya. Tapi sekalipun pilihan itu
ada, ia tidak memilih itu. Ia memilih bukan menjauh tapi mendekat. Ia
memperkenalkan dirinya, meminta mereka untuk tidak usah menyesali diri dan
bersusah hati akan apa yang terjadi di masa lampau dan di akhirnya ia mencium,
memeluk dan bercakap bersama saudara-saudaranya sebagai simbolisasi bahwa rekonsiliasi
telah dilakukan dan pengampunan telah dilepaskan. Namun apa yang membuat Yusuf
membalas musuh dengan cara demikian? Jawaban ini sebagai poin ketiga juga,
yaitu karena pemeliharaan Tuhan yang ia terima ketika ia dimusuhi
oleh saudaranya.
Prosesnya tidak
mudah tapi selalu ada pemeliharaan Tuhan dalam perjalanan hidupnya dan
pemeliharaan Tuhan itulah yang menjadi alasan ia merefleksikan bahwa apa yang dulu
dilakukan oleh saudara-saudaranya menjadi kesempatan dia untuk merasakan,
menjumpai tapi juga membagikan pemeliharaan Tuhan itu kepada saudara-saudaranya
kini (ay. 5).
Dalam leksionari hari
ini, pemazmur dalam Mazmur 37 juga mengajar bagaimana cara
membalas musuh. Sekalipun sulit namun perlu untuk dilakukan, pertama
jangan marah dan jangan iri hati. Pemazmur menyampaikan jangan marah karena
orang berbuat jahat dan jangan marah atau berhentilah untuk marah menjadi wejangan
yang terus dikumandangkan oleh pemazmur (ay. 1, 7, 8) sebagai penekanan yang
penting dan biasanya paling sulit dilakukan. Itu sebabnya dicatat berkali-kali
sebagai penegasan dan pengingat agar jangan marah. Selain itu juga jangan iri
hati kepada orang yang berbuat curang. Mengapa? karena marah dan iri hati hanya
akan membawa kita pada kejahatan (ay. 9).
Kedua, pemazmur menyampaikan untuk percaya
pada Tuhan dengan menyerahkan hidup padaNya (ay. 3 – 4). Artinya, pemazmur
mengajak kita dalam situasi dimusuhi atau punya musuh, kita jangan bertindak
reaktif hanya untuk kepuasan ego kita semata tapi kita juga harus memberi ruang
bagi Allah untuk bertindak atau berkarya. Entah untuk kita, orang lain maupun
situasi yang sedang kita hadapi. Ketiga, pemazmur mengajak kita bukan
hanya percaya pada Tuhan, tapi juga lakukan yang baik, setia dan tetap
bergembira karena Tuhan.
Sementara itu
dalam Injil Lukas
6 : 27 – 38,
Yesus mengajar para muridNya dan banyak orang yang datang dari seluruh
Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon (ay. 17). Dalam
pengajaranNya, Yesus mengajar supaya para murid mengasihi musuhmu, berbuat baik
kepada orang yang membenci kamu, meminta berkat bagi orang yang mengutuk kamu
dan berdoa bagi orang yang mencaci kamu (ay. 27 – 28) . Wow! Kalau kita saat
itu ada di sana, mungkin kita akan pulang setelah mendengar pengajaran Yesus.
Karena mudah didengar tapi tidak mudah untuk dipahami apalagi dilakukan.
Untuk itu kita
perlu memahami supaya kita melakukan apa yang kita pahami. Mengapa Yesus
mengajar demikian? Kemungkinan di masa itu, para murid atau pengikut juga dimusuhi
dan dibenci entah oleh orang lain maupun keluarga mereka sendiri karena di masa
itu tidak semua orang menerima Yesus dan pengajaranNya. Menjadi pengikut Yesus yang
dimusuhi itu juga beresiko dimusuhi juga dan di tengah-tengah kondisi itu,
mungkin saja mereka (para pengikut atau murid) yang terbiasa dibenci, ditolak,
dicela dan punya musuh juga melakukan hal yang sama kepada orang lain yang memusuhi
mereka. Untuk itu, Yesus mengajar supaya mereka tidak membalas atau melakukan
hal yang sama dengan apa yang orang lain lakukan kepada mereka. Bukan mata
ganti mata, gigi ganti gigi. Tapi yang Yesus ajarkan, pertama untuk
mengasihi orang lain yang memusuhimu. Mengasihi bukan hanya dalam bentuk
perkataan tapi juga terwujud dalam tindakan. Mengasihi orang lain yang
memusuhimu adalah hal yang dilakukan juga oleh Yesus ketika Ia berhadapan
dengan orang-orang yang memusuhiNya. Kedua, Yesus mau mengajarkan untuk
tidak mengharapkan apapun dari apa yang kita lakukan (disebut juga ekspektasi)
(ay. 30) tetapi ikhlas dalam bertindak. Sebab dengan demikian, kita sedang
melegakan kehidupan kita.
Dengan demikian,
apa yang kita pelajari dari kumpulan bacaan hari ini dalam menghadapi atau
membalas musuh, yaitu:
1. Andalkan Tuhan bukan diri sendiri. Andalkan Tuhan dengan percaya dan menyerahkan
hidup kita sepenuhnya padaNya. Sebab tindakan dan pemeliharaan Tuhan jadi kekuatan
dan pertolongan dalam hidup yang tak mudah ini.
2. Kontrol diri sebab dalam situasi apapun atau siapapun
yang kita hadapi, kita tidak akan pernah bisa mengontrol mereka. Tapi kita
masih bisa mengontrol diri kita sendiri dengan jangan marah, jangan iri, dan
tidak selalu mempermasalahkan masalah yang sudah terjadi
3.
Lakukan yang baik dengan mengasihi musuh, ikhlas dalam
bertindak dan tetap bergembiralah karena itu cara membalas musuh dengan cara yang
diajari Yesus. Sekalipun susah untuk dilakukan, kiranya Tuhan menolong kita
semua untuk membalas orang lain dengan cara Ilahi. Amin. (mc)