Sabtu, 26 Februari 2022

KEMAH ALLAH SELUAS DUNIA


                                                        (Minggu Transfigurasi) 

               Keluaran 34 : 29 – 35; Mazmur 99; 2 Korintus 3 : 12 – 4 : 2; Lukas 9 : 28 – 43

Saudara setiap orang punya tempat favorit atau tempat yang dirasa nyaman untuk bicara dengan Tuhan. Mungkin di dalam kamar, dalam perjalanan saat berkendara atau seperti kisah seorang dokter yang pernah mengatakan, tempat favoritnya untuk bicara pada Tuhan adalah dalam toilet. Terdengar aneh tapi hanya itu tempat yang membuatnya bisa menyendiri dengan Tuhan di tengah hiruk pikuk pasien dan tugas yang terus meningkat. Berbicara tentang tempat favorit, dalam perjanjian lama juga menceritakan tempat favorit Musa untuk berbicara dengan Tuhan, yaitu di gunung (Kel. 3). Salah satunya adalah gunung Sinai (Kel. 35 : 29). Kenapa gunung? Apakah karena Musa anak pecinta alam? tentu saja bukan itu alasannya.

Gunung yang tinggi, megah dan kokoh itu seringkali mendeskripsikan Allah yang Mahatinggi, Mahamegah dan kokoh sebagai gunung batu. Itu sebabnya salah satu tempat perjumpaan Musa dan Allah adalah di atas gunung. Namun bukan berarti di bawah tidak ada Allah atau tidak dapat mendeskripsikan Allah. Kisah Keluaran 35 ini juga memperlihatkan setelah selesai berbicara dengan Tuhan, Musa  turun dari gunung Sinai dan mendapat perintah untuk membawa kedua loh hukum Allah untuk bangsa Israel. Kedua loh hukum Allah ini diberikan Allah kepada bangsa Israel karena pasca mereka keluar dari tanah Mesir, baik budaya, pemahaman, kebiasaan, status mereka sebagai budak mungkin saja masih terbawa. Sehingga jangankan relasi dengan Allah yang belum dekat tapi relasi dengan sesama juga belum dekat dan baik.

Dalam Mazmur 99, pemazmur juga berbicara dengan Tuhan melalui doa dan pujiannya yang menyuarakan bahwa Tuhan itu Raja yang bukan sembarang raja. Dia Raja yang membuat bangsa gemetar. Ia juga Tuhan yang Maha besar. Pemazmur juga mendeskripsikan Tuhan seperti tiang awan yang menuntun dan melindungi pada siang hari. Tiang awan pun kita ingat menjadi cara Tuhan untuk mengingatkan bangsa Israel bahwa Tuhan juga ada dalam perjalanan kehidupan mereka. Sehingga melihat tiang awan bisa juga menjadi cara favorit bangsa Israel untuk berbicara dengan Tuhan.

 Sementara itu dalam Lukas 9 : 28 – 43 pun nampak bagaimana Yesus dalam kemanusiaannya juga punya tempat favorit untuk berbicara dengan Allah. Bukan hanya di bacaan ini, tetapi juga dalam bacaan Injil lainnya juga menceritakan Yesus sering menyendiri untuk berdoa atau berbicara kepada Allah. Tentu hal ini bukan untuk mempertanyakan keilahianNya tetapi mempelihatkan kemanusiaanNya. Dari Lukas 9 ini juga memperlihatkan Yesus dipermuliakan oleh Allah dalam peristiwa transfigurasi yang meneguhkan kembali identitas Yesus di hadapan murid-muridNya.

Saudara dari 3 bacaan ini kita melihat bahwa kemah Allah yang dimaknai sebagai tempat ibadah atau tempat berdoa atau tempat biasa orang Israel untuk berbicara kepada Allah tidak hanya terbatas pada 1 tempat saja tetapi seluas dunia. Kita bisa berbicara kepada Allah di mana saja dan kapan saja. Pertanyaannya apakah kita punya tempat favorit untuk berbicara pada Tuhan? Ingat bukan soal tempat karena kemah Allah seluas dunia tapi soal bagaimana kita menjalin relasi denganNya. Apakah kita sering berbicara pada Allah atau melupakan Allah, yang tak pernah melupakan kita? Mari berefleksi dan memperbaiki relasi. Tuhan bersama kita semua. Amin. (mc)  



Sabtu, 19 Februari 2022

CARA MEMBALAS MUSUH

  

Minggu VII Sesudah Epifani

Kejadian 45 : 3 – 15; Mazmur 37 : 1 – 11, 39 – 40,

1 Korintus 15 : 35 – 50; Lukas 6 : 27 – 38

 

Tidak ada seorangpun manusia yang dapat hidup sendiri, terlepas dari keberadaan orang lain. Sebab setiap manusia saling terkait satu sama lain karena manusia adalah makhluk sosial (Dian Penuntun 2022, 57). Namun hidup bersama orang lain tak selalu mendapat sahabat. Seringkali bersama orang lain, kita justru mendapat banyak sekali musuh. Seperti pepatah kuno yang mengatakan lebih mudah menemukan 1.000 musuh ketimbang menemukan seorang sahabat.

Saudara, di tengah-tengah kehidupan bersama orang lain memang faktanya tidak selalu menyenangkan dan baik-baik saja. Ada kalanya perbedaan baik pendapat, pemahaman, kebiasaan, dll menjadi alasan untuk bertengkar. Ada kalanya juga persaingan menjadi jalan menambah lawan bukan kawan. Pertanyaannya lebih enak mana, memusuhi atau dimusuhi? Mungkin kita akan memilih memusuhi orang lain. Karena itu lebih mudah, apalagi kalau yang kita selalu lihat dan cari adalah kesalahan orang lain, kekurangan orang lain dan bukan sebaliknya.

 Sementara dimusuhi tentu bukanlah posisi yang enak karena dibenci dan ditolak orang lain. Apa yang dilakukan bisa menjadi serba salah sekalipun yang dilakukan adalah sesuatu yang baik dan benar. Dalam situasi ini, bagaimana biasanya cara kita membalas musuh? Apakah kita marah, kita kesal, kita kecewa, kita benci, kita ingin membalas rasa sakit hati kita? Saudaraku, tentu membalas tidak selalu berkonotasi negatif. Karena membalas juga bisa berkonotasi positif, tergantung cara kita membalas dan dampak dari balasan kita.

Saudara, dalam bacaan pertama di kitab Kejadian 45 berkisah tentang Yusuf yang sudah dibuang dan dijual oleh saudara-saudaranya itu akhirnya bertemu lagi dengan orang-orang yang memusuhinya. Apa yang ia lakukan? bagaimana caranya membalas orang-orang itu? Hebatnya, yang dilakukan oleh Yusuf bukan membalas dalam konotasi negatif tetapi positif. Yang dilakukan Yusuf, pertama tidak menganggap apa yang dilakukan saudara-saudaranya di masa lampau sebagai sesuatu yang perlu dipermasalahkan lagi. Seperti sebuah tulisan, “kalau kita tidak menganggap itu masalah, maka selesai perkara.” Kedua, Ia bukan menjauh tapi mendekat dengan musuh.

Di masa itu, Yusuf bisa saja menjauh, menyombongkan diri karena status/kedudukannya yang hebat atau dia bisa saja membalas kekejaman saudaranya. Tapi sekalipun pilihan itu ada, ia tidak memilih itu. Ia memilih bukan menjauh tapi mendekat. Ia memperkenalkan dirinya, meminta mereka untuk tidak usah menyesali diri dan bersusah hati akan apa yang terjadi di masa lampau dan di akhirnya ia mencium, memeluk dan bercakap bersama saudara-saudaranya sebagai simbolisasi bahwa rekonsiliasi telah dilakukan dan pengampunan telah dilepaskan. Namun apa yang membuat Yusuf membalas musuh dengan cara demikian? Jawaban ini sebagai poin ketiga juga, yaitu karena pemeliharaan Tuhan yang ia terima ketika ia dimusuhi oleh saudaranya.

Prosesnya tidak mudah tapi selalu ada pemeliharaan Tuhan dalam perjalanan hidupnya dan pemeliharaan Tuhan itulah yang menjadi alasan ia merefleksikan bahwa apa yang dulu dilakukan oleh saudara-saudaranya menjadi kesempatan dia untuk merasakan, menjumpai tapi juga membagikan pemeliharaan Tuhan itu kepada saudara-saudaranya kini (ay. 5).  

Dalam leksionari hari ini, pemazmur dalam Mazmur 37 juga mengajar bagaimana cara membalas musuh. Sekalipun sulit namun perlu untuk dilakukan, pertama jangan marah dan jangan iri hati. Pemazmur menyampaikan jangan marah karena orang berbuat jahat dan jangan marah atau berhentilah untuk marah menjadi wejangan yang terus dikumandangkan oleh pemazmur (ay. 1, 7, 8) sebagai penekanan yang penting dan biasanya paling sulit dilakukan. Itu sebabnya dicatat berkali-kali sebagai penegasan dan pengingat agar jangan marah. Selain itu juga jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang. Mengapa? karena marah dan iri hati hanya akan membawa kita pada kejahatan (ay. 9).

Kedua, pemazmur menyampaikan untuk percaya pada Tuhan dengan menyerahkan hidup padaNya (ay. 3 – 4). Artinya, pemazmur mengajak kita dalam situasi dimusuhi atau punya musuh, kita jangan bertindak reaktif hanya untuk kepuasan ego kita semata tapi kita juga harus memberi ruang bagi Allah untuk bertindak atau berkarya. Entah untuk kita, orang lain maupun situasi yang sedang kita hadapi. Ketiga, pemazmur mengajak kita bukan hanya percaya pada Tuhan, tapi juga lakukan yang baik, setia dan tetap bergembira karena Tuhan.

Sementara itu dalam Injil Lukas 6 : 27 – 38, Yesus mengajar para muridNya dan banyak orang yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon (ay. 17). Dalam pengajaranNya, Yesus mengajar supaya para murid mengasihi musuhmu, berbuat baik kepada orang yang membenci kamu, meminta berkat bagi orang yang mengutuk kamu dan berdoa bagi orang yang mencaci kamu (ay. 27 – 28) . Wow! Kalau kita saat itu ada di sana, mungkin kita akan pulang setelah mendengar pengajaran Yesus. Karena mudah didengar tapi tidak mudah untuk dipahami apalagi dilakukan.

Untuk itu kita perlu memahami supaya kita melakukan apa yang kita pahami. Mengapa Yesus mengajar demikian? Kemungkinan di masa itu, para murid atau pengikut juga dimusuhi dan dibenci entah oleh orang lain maupun keluarga mereka sendiri karena di masa itu tidak semua orang menerima Yesus dan pengajaranNya. Menjadi pengikut Yesus yang dimusuhi itu juga beresiko dimusuhi juga dan di tengah-tengah kondisi itu, mungkin saja mereka (para pengikut atau murid) yang terbiasa dibenci, ditolak, dicela dan punya musuh juga melakukan hal yang sama kepada orang lain yang memusuhi mereka. Untuk itu, Yesus mengajar supaya mereka tidak membalas atau melakukan hal yang sama dengan apa yang orang lain lakukan kepada mereka. Bukan mata ganti mata, gigi ganti gigi. Tapi yang Yesus ajarkan, pertama untuk mengasihi orang lain yang memusuhimu. Mengasihi bukan hanya dalam bentuk perkataan tapi juga terwujud dalam tindakan. Mengasihi orang lain yang memusuhimu adalah hal yang dilakukan juga oleh Yesus ketika Ia berhadapan dengan orang-orang yang memusuhiNya. Kedua, Yesus mau mengajarkan untuk tidak mengharapkan apapun dari apa yang kita lakukan (disebut juga ekspektasi) (ay. 30) tetapi ikhlas dalam bertindak. Sebab dengan demikian, kita sedang melegakan kehidupan kita.

Dengan demikian, apa yang kita pelajari dari kumpulan bacaan hari ini dalam menghadapi atau membalas musuh, yaitu:

1.    Andalkan Tuhan bukan diri sendiri. Andalkan Tuhan dengan percaya dan menyerahkan hidup kita sepenuhnya padaNya. Sebab tindakan dan pemeliharaan Tuhan jadi kekuatan dan pertolongan dalam hidup yang tak mudah ini.

2.    Kontrol diri sebab dalam situasi apapun atau siapapun yang kita hadapi, kita tidak akan pernah bisa mengontrol mereka. Tapi kita masih bisa mengontrol diri kita sendiri dengan jangan marah, jangan iri, dan tidak selalu mempermasalahkan masalah yang sudah terjadi

3.    Lakukan yang baik dengan mengasihi musuh, ikhlas dalam bertindak dan tetap bergembiralah karena itu cara membalas musuh dengan cara yang diajari Yesus. Sekalipun susah untuk dilakukan, kiranya Tuhan menolong kita semua untuk membalas orang lain dengan cara Ilahi. Amin. (mc)

Sabtu, 12 Februari 2022

MENGIKUTI SUARA ALLAH!

  (Minggu VI Sesudah Epifani) 

                  Yeremia 17 : 5 -10; Mazmur 1 ; 1 Korintus 15 : 12 – 20; Lukas 6 : 17 – 26

           Saudara, pada era modern ini kita sangat dibantu dengan informasi yang serba cepat. Sebab teknologi menolong kita untuk mengetahui kondisi keluarga, sosial, ekonomi, pandemi dan apa pun yang terjadi di dalam dunia saat ini. Seperti motto sebuah iklan, dunia berada dalam genggaman. Mungkin itulah yang kita rasakan di era modern ini. Di satu sisi, ini hal yang baik karena sangat memudahkan kita untuk mendengarkan suara atau berita atau pendapat atau komentar dari berbagai pihak di dunia ini melalui ragam media sosial yang kita punya.

Namun di sisi yang lain, informasi atau suara yang kita terima bisa memengaruhi kita baik cara pandang, pemahaman dan apa yang kita percayai. Contohnya, di masa omicron yang sedang merebak ini begitu banyak informasi di media sosial kita tentang obat anti virus. Entah itu benar atau tidak, banyak orang dengan mudah mendengar suara tersebut tanpa mensaringnya terlebih dahulu alias langsung mempercayainya. Ada yang mempraktikkannya tapi ada pula yang asal meneruskan suara sumbang itu ke orang lain. Hal ini memperlihatkan bahwa kita perlu berhati-hati mendengarkan dan mengikuti suara di sekitar kita karena hal itu memberi dampak buat diri kita dan juga lingkungan kita.

Saudara, bukan hanya di masa kini namun ternyata di masa Perjanjian Baru pun suara-suara yang memengaruhi kehidupan (iman) juga marak terjadi. Hal ini terlihat di dalam bacaan II dari 1 Korintus 15 : 12 – 20 yang memperlihatkan adanya suara yang memengaruhi jemaat pada saat itu tentang tidak adanya kebangkitan kita, manusia (ay. 12). Di tengah keresahan jemaat, Paulus menuliskan surat untuk mengingatkan sekaligus menegur jemaat di masa itu supaya mereka jangan mudah mengikut suara yang melunturkan iman dan membuat mereka tersesat.

          Paulus mengingatkan bahwa dasar kebangkitan kita adalah kebangkitan Kristus. Sebab jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami, kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu (ay. 14, 17). Untuk itu, jemaat ditegur supaya jangan mudah mendengarkan suara yang menyesatkan tapi belajar mendengarkan berita yang benar, yakni tentang Kristus yang dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (ay. 20).

Selain dalam bacaan II, di bacaan lainnnya – Yeremia 17 juga menegaskan dengan keras supaya umat Israel pada masa itu jangan mengandalkan manusia atau kekuatan sendiri atau suara sendiri (Yer. 17:5). Apa yang akan terjadi? mereka akan binasa, terkutuk dengan pemahaman sendiri yang menyesatkan sebab hatinya menjauh dari Tuhan. Demikian juga yang dituliskan oleh pemazmur dalam Mazmur 1, supaya orang jangan mudah mengikuti jalan orang fasik. Jangan mudah duduk dalam kumpulan pencemooh dan mengikuti suara mereka. Orang fasik dalam Mazmur 1 ini diterjemahkan juga sebagai orang yang tidak benar atau orang yang tidak mengikuti suara Allah. Dampaknya apa? kebinasaan dan mudah terombang ambing seperti sekam (KBBI: kulit padi) yang ditiupkan angin (Mzm.1:4) sebab kosong isinya. 

          Untuk itu, umat diingatkan melalui Yeremia dan Pemazmur supaya mengikuti suara Allah dengan mendekat pada Tuhan, menaruh harapan kepada Tuhan (Yer. 17:7), merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam yang artinya setiap waktu (Mzm. 1 : 2). Apa dampaknya? Yeremia dan pemazmur menggambarkan orang yang mendekat, mendengar dan mengikuti suara Allah seperti pohon yang tidak kering, segar, tidak layu daunnya dan menghasilkan perbuatan atau buah yang baik karena hidupnya diisi dan mengikuti suara Allah.  

          Saudara, mungkin inilah yang dirasakan dan dialami oleh orang banyak yang diceritakan dalam Injil Lukas 6 : 18 – 19. Ketika mereka memilih untuk mendengarkan Yesus mengajar, mengisi kehidupan mereka dengan firman, dan akhirnya mereka juga memperoleh kesembuhan yang diterjemahkan bukan hanya kesembuhan fisik dari penyakit tertentu tetapi juga sembuh secara rohani (iman) dan pemahaman. Sehingga ketika mereka mendengar dan mengikuti suara Tuhan, mereka bukan hanya sembuh secara fisik tetapi juga segar iman dan pemahaman mereka.  

Dari bacaan hari ini, apa yang menjadi pesan untuk kita?

  1. Belajarlah untuk terus mengandalkan Tuhan dalam hidup – bukan kemampuan diri apalagi kemampuan teknologi. Sekalipun kita berada di era modern tapi kita tetap memerlukan hikmat Tuhan dalam mensaring semua suara di sekitar kita.
  2. Untuk mengikuti suara Allah, kita perlu dekat pada Allah. Kita perlu seperti orang banyak yang dituliskan dalam kitab Injil yang datang untuk mendengarkan suara Allah yang disampaikan dan mengisi kehidupan dengan firman atau seperti yang dituliskan pemazmur, kita perlu merenungkan firman Tuhan dalam waktu kehidupan kita. Pertanyaannya di masa pandemi ini apakah kita melakukannya? Alih-alih baca firman dan mendengarkan suara Allah, banyak orang Kristen jaman now lebih memilih mendengarkan suara medsos ketimbang suara Allah melalui firmanNya.
  3. Selama ini sudahkah kita mengikuti suara Allah atau jangan-jangan hanya mengikuti suara kita sendiri? jika saat ini kita merasa kosong seperti sekam atau kering, mungkin itu adalah pertanda bagi kita untuk berhenti mengandalkan suara sendiri atau orang lain dan mulai mengandalkan suara Tuhan dalam hidup.

         Semangat untuk terus berupaya mendengarkan suara Alllah dalam hidup dengan terus mendekat dan melekat padaNya. Tuhan menolong kita semua. Amin. (mc)

 

Sabtu, 05 Februari 2022

DIPANGGIL JANGAN MENOLAK

 (Minggu V Sesudah Epifani)

Yesaya 6:1-13; Mazmur 138; 1 Korintus 15:1-11; Lukas 5:1–11

 

Saudaraku, apa jadinya jika orang yang tidak kita kenal menyuruh kita melakukan sesuatu? (bisa dipraktekkan) Pengkhotbah meminta 2 anggota jemaat yang tidak saling kenal dan duduk di depan memperagakan adegan ini dengan tetap menjaga prokes si A menyuruh si B melakukan sesuatu. Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh si B? Buat sebaliknya atau lanjutkan pada 2 jemaat lainnya. Jawabannya, ada 2 kemungkinan. Pertama, si B akan menerima untuk melakukan permintaan si A. Itu pun kalau yang disuruh mudah untuk dikerjakan atau karena alasan lainnya. Sementara kemungkinan kedua adalah menolak untuk melakukan apa yang disuruh karena berbagai alasan juga. Salah 1 diantaranya adalah karena tidak kenal dengan orang yang menyuruh, atau bisa jadi si B akan berpikir apa untung baginya jika ia melakukan perintah mengingat tidak ada yang gratis di dunia ini atau karena berbagai alasan lainnya. Tapi bagaimana kalau yang menyuruh adalah orang yang kita kenal? saya misalnya! Kemungkinan, tidak menolak karena kenal, saya hamba Tuhan. Padahal kita semua juga hamba Tuhan. Tapi bisa juga menolak, kalau apa yang saya suruh melakukan hal buruk.  

Saudara, ternyata pertanyaan di atas tadi jika kita tanyakan kepada calon murid Yesus saat itu, yakni terkait “menyuruh melakukan sesuatu” kemungkinan juga akan mendapat 2 jawaban. Sekalipun pada akhirnya mereka memilih salah 1nya saja. Karena memang hidup adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk memilih! Hal ini terlihat dalam bacaan Injil hari ini. Ketika mereka yang saat itu pulang dari melaut lalu sedang (ay. 2) membasuh jala, bukan mencuci jala ya tapi sedang memeriksa kembali kondisi jala untuk memastikan apakah ada bagian yang robek dan harus diperbaiki atau membersihkan jala dari rumput laut atau benda-benda lain yang terbawa jala atau sekadar untuk merapikan jala yang sudah digunakan. 

Tiba-tiba (ay. 3) Yesus naik salah 1 perahu milik Simon dan menyuruhnya menolakkan perahu sedikit jauh dari pantai supaya Ia bisa duduk dan mengajar dari atas perahu. Mungkin kalau kita saat itu jadi Simon yang belum kenal Yesus, kita akan? menerima karena  takut pada pengikut Yesus yang banyak saat itu. Terbukti Dia saat itu dikerumuni banyak orang (ay. 1). Bisa-bisa kalau tolak, fans Yesus bisa ngamuk menghancurkan bukan hanya jala tapi juga perahu karena Guru mereka, tokoh favorit dan dihormati saat itu tidak diperlakukan dengan baik atau menerima karena Yesus seorang Guru yang dihormati. Tapi bisa juga kita menolak karena berbagai alasan juga. Bisa karena belum kenal, lagi capek abis melaut, mood hilang karena ngga dapat ikan, lapar dan mau pulang makan untuk istirahat, dan berbagai alasan lainnya.

Tetapi akhirnya ketika ada dua kemungkinan itu, Simon memilih untuk tidak menolak dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Yesus. Namun ternyata, bukan hanya itu saja perintah Yesus. Karena setelah selesai mengajar, (ay. 4) Yesus berkata lagi kepada Simon untuk bertolak ke tempat yang dalam dan tebarkan jala untuk menangkap ikan. Mungkin kalau kita jadi Simon saat itu, kita sudah menolak sambil mengeluh. Apalagi sih Tuhan? hamba sudah lapar dan mau istirahat. Ini kenapa minta bertolak lagi ke dalam dan tebarkan jala? (ay. 5)…”telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa.” Lelah saya. Nanti kalau ke sana lagi tidak ada gimana? Sia-sia deh tenaga yang sudah semakin menipis ini. Seperti ungkapan mengeluh dan putus asa.

Tapi sekalipun lelah, udah pernah mencoba dan gagal, dan kalau coba lagi kemungkinan gagal, pada akhirnya Simon yang dipanggil Tuhan untuk melakukan perintah, memilih untuk tidak menolak sekalipun dia juga punya kesempatan untuk menolak. Kira-kira kenapa Simon tidak menolak panggilan atau ajakan Yesus?

1.    Simon sudah melihat bagaimana Yesus mengajar, karena Yesus mengajar dari dalam perahunya jadi otomatis Simon juga mendengar pengajaran Yesus

2.    Simon sudah mendengar isi pengajaran Yesus karena tidak mungkin ketika Yesus mengajar, perahunya ditinggal. Apalagi bagiNya Yesus seorang yang asing

3.    Simon ingin juga mengalami apa yang Yesus ajarkan. Sehingga pengajaran Yesus bukan hanya didengar, dilihat dan dipahami tapi juga dialami! Melalui banyaknya berkat ikan yang membuat kedua perahu hampir tenggelam (ay. 7).

            Hingga akhirnya ketika mengalami peristiwa yang fenomenal pada saat itu karena mendengar perkataan Yesus dan mengalami karya Yesus yang luar biasa, Simon dan penjala ikan lainnya berani meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus. Karena mereka sudah berjumpa dengan Sang sumber segala sesuatu.  

Saudaraku, dari kisah ini kita belajar:

1)   Setiap orang yang dipanggil oleh Allah (bc. Yes. 6 : 8), diberi pilihan juga oleh Allah yaitu untuk menerima atau menolak panggilanNya. Sebagai orang yang dipanggil hendakNya kita belajar dari Simon yang mungkin lelah, malas, badmood, hopeless tapi ketika dipanggil, jangan menolak. Mengapa? karena hal itu memperkaya iman dan pengenalanNya akan Yesus

 

2)   Membaca kisah ini kita juga harus bijak. Jangan karena membaca Simon mendengar panggilan Yesus lalu dapat banyak berkat (ikan), lantas membuat kita menerima panggilan Yesus supaya kita dapat banyak berkat juga. Ingat, tujuan kita mendengar panggilan Yesus adalah untuk berkarya bagiNya bukan untuk mendapat berkatNya karena sesungguhnya berkatNya senantiasa Ia sediakan bukan hanya dalam kelimpahan namun juga dalam kekurangan (bc. Mzm. 138 : 7 – 8)


3)   Dipanggil bukan hanya menyediakan diri tapi juga menyangkal diri karena para murid pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus. Tentu bukan berarti semua jemaat kemudian meninggalkan pekerjaan, perkuliahan, rumah tangganya lalu jadi TPG atau penatua atau pendeta sebagai bukti menyangkal diri. Tentu tidak sesempit demikian maknanya. Menyangkal diri dalam terjemahan lain juga berarti tidak memikirkan kepentingannya sendiri melainkan mengutamakan kepentingan (panggilan) Tuhan dalam seluruh karya kehidupan. 

            Untuk kita yang sudah memilih untuk menerima panggilan Tuhan atau menolak panggilanNya, teruslah bergumul bersamaNya. Dia yang memanggil, akan terus menemani, menuntun dan memampukan kita semua. Amin. (mc)