Minggu III Sesudah Epifani
Yesaya 9:1-4 |Mazmur 27:1,4-9 | 1 Korintus 1:10-18 | Matius
4:12-23
Yesus melanjutkan perjalan pelayanan-Nya, namun kali ini Ia
sengaja meninggalkan Nazaret dan pergi ke Galilea. Hal tersebut dilakukan
karena Ia mengetahui sebuah kabar, yakni Yohanes Pembaptis sudah ditangkap. Ada
hal menarik yang bisa kita lihat dari teks Injil Minggu ini.
Pertama, yakni ketika Yesus ternyata menyuarakan hal yang
sama dengan Yohanes Pembaptis, yaitu “Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah
dekat”. Sebagaimana kita tahu, bahwa kalimat itu sangat khas dengan Yohanes
Pembaptis. Ternyata, seakan ada tongkat estafet yang disambut dan dilanjutkan
oleh Yesus. Sebenarnya, kita tahu bahwa sudah selayaknya Yesus menyuarakan hal
ini, namun Injil Matius menuliskannya dengan tegas sebagai sebuah pesan yang kuat.
Pesan yang disampaikan adalah pemberitaan (kerugma) mengenai Kerajaan Allah
adalah hal yang tidak pernah berhenti disuarakan. Mengapa demikian? Bayangkan saja,
sampai saat ini, berita kedatangan Kerajaan Allah masih relevan untuk
didengungkan. Bagaimana tidak, moral manusia mengalami kemerosotan setiap waktu.
Tindak kejahatan dan kecurangan seakan menjadi sebuah permakluman dimana-mana.
Itulah kenapa, Yesus tidak hanya memberitakannya (kerugma), namun Ia konsisten
mengajarkan (didakhe) itu semua kemana pun Ia pergi. Hal tersebut nyata,
apalagi ketika banyak bagian dalam Injil yang mengisahkan bagaimana Yesus
melayani dan memulihkan (therapeia) kepada banyak orang. Ada tiga unsur penting
yang diusung Yesus dalam seluruh karyanya, yakni pemberitaan, pengajaran, dan
pemulihan. Ketiga hal itulah yang menjadi intisari dari Kerajaan Allah yang menjadi
misi utama Yesus. Jika Yesus diceritakan meneruskan, berarti menjadi tugas kita
bersama untuk meneruskannya. Menjadi orang percaya bukanlah menjadi para
penonton karya kebaikan Allah bagi dunia, namun kita adalah para penerus yang
setia.
Bila mengingat tema ibadah Minggu ini, nampaknya begitu
berat. Ada pemberitaan (kerugma) yang harus kita teruskan, pengajaran (didakhe)
yang wajib kita tularkan, serta pemulihan (therapeia) yang juga harus kita
lakukan. Bila kita memandang ketiganya secara terpisah, niscaya kita akan ngeper
sebelum mulai mengerjakannya. Namun, bila kita menyadari bagaimana Yesus
melakukannya sepanjang karya pelayanan-Nya, Ia melakukannya dalam satu waktu.
Yesus terus membawa ketiga hal itu selalu, tak pernah dipisah-pisah. Bukankah
ketika Yesus memberi makan orang lapar, menyembuhkan, dan hal-hal lainnya, Ia
sedang memberitakan, mengajar, dan memulihkan? Apa maksudnya? Kita harus
kembali sadar, bahwa intisari Kerajaan Allah adalah damai sukacita, dan itulah yang
selalu diusung oleh Yesus. Misalkan saja, ketika Ia menyembuhkan orang sakit,
jelas ada unsur penyembuhan, baik fisik ataupun mental. Bukan hanya itu, ia
juga mengajarkan melalui hidup praksis dalam metode ajaran-Nya, dan tak lupa,
melalui kesembuhan orang tersebut, Ia memberitakan kedamaian Kerajaan Allah. Begitu
terus, hingga memuncak di peristiwa salib. Dalam peristiwa salib, Yesus
memberitakan keselamatan bagi dunia, Yesus mengajarkan cinta yang mau membagi
diri, serta ada pemulihan relasi antara manusia dan Allah. Jadi, bila kita
setia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baik, niscaya kita sedang mengerjakan
ketiga hal di atas secara bersamaan.
Kedua, mengenai pemanggilan para murid. Ketika Ia berjalan
di pinggiran danau Galilea, Ia menjumpai mereka sedang khusuk mengerjakan
perihal kerja mereka sebagai nelayan. Lalu, Yesus memanggil dan mengajak
mereka. Bukan hanya itu, dituliskan secara khas dalam Matius, bahwa mereka
semua dipanggil untuk menjadi penjala manusia. Tentu, predikat yang disematkan
Yesus pada mereka menimbulkan pertanyaan; mengapa? Mengapa Yesus tidak meberi
predikat lain yang mungkin lebih mentereng? Misalkan saja; Penginjil Dahsyat, Penyembuh
Luar Biasa (agaknya contoh-contoh itu terlalu lebay. Cukup!) Alasan
mengapa Yesus memberi mereka sebagai ‘penjala manusia’ sederhana. Ya, karena mereka
adalah orang yang bekerja sebagai penjala. Keahlian mereka adalah menjala. Iya.
Itu saja. Apa maksudnya? Berarti, Yesus benar-benar menghargai apa yang mereka
bisa lakukan. Yesus melihat potensi dalam diri mereka untuk bisa digunakan
dalam menyebarkan Injil kerajaan Allah. Bukankah ini memang karakter Allah?
Ketika Allah selesai menyelesaikan ciptaan, Allah memandang segala sesuatunya
sungguh amat baik (Kej 1:31).
Pesan yang hendak disampaikan melalui perikop ini sungguh
sangat menolong bagi kita sekalian. Kadang kita meragu dengan diri kita
sendiri, dan terlalu memandang spesial orang lain. Mungkin ada yang lebih
pandai, ada yang lebih nampak bergairah, ada yang nampak begitu istimewa.
Padahal, Yesus sendiri percaya bahwa kita punya kesempatan yang sama untuk bisa
mengabarkan, mengajar dan menyembuhkan dengan potensi kita masing-masing.
Sebuah buku berjudul You Do You; Discovering Life Through Experiences and Self-Awareness
karya Fellexandro Rubby mencoba mengajak para pembaca untuk menemukan
keotentikan diri dan memaksimalkan apa yang bisa kita lakukan.
Kiranya kita menjadi orang yang setia melakukan karya baik,
sehingga Kerajaan Allah tetap tersuarakan, terajarkan dan pemulihan terjadi
dalam laku hidup kita. Dan, ingatlah, kita dipanggil dalam keaslian kita
sendiri. Amin.
ftp