Minggu Paskah III
KERAMAHAN YANG MENGGEMBALAKAN
Yohanes 21:1-19
Ibu Bapak saudara yang terkasih, pernahkah kita memberi
seseorang kesempatan untuk berubah (menjadi lebih baik)? Kita memberinya
pengampunan yang membutuhkan pergumulan yang sangat berat. Kita meredam ego dan
segala kemarahan, dan kita akhirnya dengan tulus mau mengampuni. Kita mengampuni,
dan memeberinya saru lagi kesempatan untuk berubah. Namun naas, pada
kenyataannya ia kembali melakukan hal yang sama. Apakah anda akan marah, atau
tetap mengampuni dan bersikap ramah? Mungkin, ada di antara kita yang bahkan
bisa mati rasa atau sudh tidak peduli lagi. Namun, bagaimana Firman Tuhan kali
ini hendak mengajar kita? Kita renungkan bersama-sama.
Minggu ini, kita sudah memasuki minggu Paskah III. Seperti
yang kita tahu, sebelum Yesus naik ke sorga, Ia berulang kali menampakkan diri
kepada murid-muridNya selama 40 hari. Tentu, Yesus bertujuan untuk menguatkan
dan mempersiapkan mereka. Sebagaimana yang sudah kita pahami, murid-murid ini
begitu takut, kalut dan kebingungan ketika Yesus mati. Dan, teks bacaan kita
saat ini merupakan salah satu peristiwa perjumpaan Yesus bersama para murid di
tepi danau.
Bacaan kita, Yohanes 21:-1-19 berkisah tentang Yesus
menjumpai mereka yang sedang mencari ikan bersama-sama. Yohanes 21:3 Kata
Simon Petrus kepada mereka: "Aku pergi menangkap ikan." Kata mereka
kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau.“ Apakah ibu bapak saudara
menemukan keanehan dalam peristiwa ini? Ini adalah peristiwa aneh. Bukankah
mereka sudah tahu kalau Yesus bangkit? Mengapa mereka tak bergegas melanjutkan
tugas mereka? Ya, mungkin mereka sedang kebingungan dengan apa yang mereka
alami. Namun, kita harus mengingat, Yesus sudah mengubah identitas mereka.
Yesus pernah berkata kepada Petrus dalam Lukas 5:10, “Jangan takut, mulai
dari sekarang engkau akan menjadi penjala manusia”. Sang penjala manusia
itu malah kembali menjadi penjala ikan. Bukankah hal ini aneh? Yesus sudah ditangkap,
disiksa, menderita sampai mati, hingga akhirnya bangkit, namun mereka tidak
berubah akan itu?
Ibu bapak suadara yang terkasih. Saya mengajak kita untuk
membayangkan perasaan Tuhan Yesus. Ia sudah memberikan segalanya. Ia berikan
nyawaNya, namun murid-muridNya kembali pada kehidupan mereka yang lama. Jujur
saja, kalau saya tentu akan sangat kecewa. Kekecewaan itu bahkan bisa terlahir
dalam sebuah ekspresi kemarahan. Namun, di sini kita melihat suatu hal yang
indah. Yesus tetap menjadi Yesus. Iya. Yesus tetaplah Yesus. Ia adalah Sang
Gembala yang setia dan ramah pada domba-dombaNya. Apakah ia kecewa? Kita tak
tahu. Apakah sebenarnya Ia ingin marah? Menurut saya, itu wajar. Namun, ia mengasihi mereka dan menyapa jiwa-jiwa
mereka. Yesus adalah Allah yang selalu memberi kesempatan kepada anak-anakNya.
Ketika saya di awal bertanya mengenai kesempatan yang anda
berikan bagi mereka yang sudah mengecewakan, apa jawab saudara? Namun, melalui
peristiwa Yesus yang tetap mengasihi murid-muridNya, kita kembali diingatkan
tentang bagaimana kita harus memberi kesempatan sekali lagi, dan sekali lagi,
bagi siapapun untuk berubah menjadi lebih baik. Kenyataannya memang
menyakitkan, namun Yesus adalah teladan yang membuat kita bisa melakukannya. Mengapa
demikian? Mari kita renungkan, berapa kesempatan yang Tuhan Yesus berikan bagi
kita untuk berubah menjadi peribadi yang lebih baik? Kalau saja Yesus sedikit
saja tidak sabar, habis sudah kita! Tapi tidak. Iam yang memberi kesempatan
bagi murid-muridNya, juga memberi kesempatan kepada kita. Untuk itu, maafkanlah.
Ampunilah. Karena kita sudah diampuni olehNya. Reinhold Niebuhr pernah berkata,
pengampunan adalah bentuk final dari cinta. Iya, ampunilah.
Kisah kedua, adalah mengenai percakapan yang intim antara
Yesus dan Simon. Seperti yang kita tahu, perjumpaan Yesus dan Simon banyak
dicatat secara khusus dalam Injil. Yesus sebagai Gembala dna Guru, sedangkan
Simon menjadi murid yang reaktif. Ya. Perbincangan di sini dalam. Namun,
marilah kita soroti bagaimana respon Yesus setiap Simon menjawab cintaNya
kepada Yesus. Yesus katakan, “gembalaknlah domba-dombaKu” . Sederhana
sekali. Namun, inilah yang memang sudah
menjadu sebuah keniscayaan ketika kita benar-benar mengasihi Yesus. Bila kita
mengasihi Yesus, kita juga akan hadir selayaknya Yesus, yakni menjadi
penggembala yang ramah. Penggembala yang mau mengampuni. Penggembala yang mau
mencari dan menyembuhkan. Bunda Theresa pernah berkata, cinta tidak pernah
bermakna bagi dirinya sendiri. Cinta harus diwujudkan dalam tidakan, dna itu
adalah kasih. Iya, kita bisa berkata bahwa kita mengasihi Allah sampai bibir
dan lidah kita kelelahan, namun bila tak mengasihi yang lain, apa arti ucapan
itu?
Selamat menjadi penggembala yang ramah. Ampunilah. Kaishilah.
Layanilah. Tuhan memberkati.