Yesaya 35:1-10 | Matius 11:2-11 | Yakobus 5:7-10
Anthony de Mello pernah menuliskan kisah demikian: Seorang
kawan minta sejumlah uang kepada Nasruddin. Nasruddin yakin bahwa uang itu
tidak akan dikembalikan. Tetapi karena ia tidak mau menyakiti hati kawannya dan
nilainya tidak terlalu besar, ia memberinya. Ia terkejut ketika persis seminggu
sesudah pinjaman itu diberikan, orang itu mengembalikannya. Sebulan kemudian ia
kembali untuk meminjam uang yang sedikit lebih banyak. Nasruddin menolaknya.
Ketika orang itu bertanya mengapa ia menolak, ia menjawab, “Kali lalu saya
tidak mengharapkan engkau mengembalikan uang itu – dan engkau mengecewakan
harapanku. Kali ini saya mengharapkan engkau mengembalikan uang itu – saya
tidak mau dikecewakan lagi!”
Kisah ini bercerita bahwa seringkali dalam berelaasi dengan
orang lain kita sudah memiliki praduga tertentu. Kemudian, saat realita berbeda
dengan yang kita duga, kita pun bisa jadi kecewa/ sulit untuk percaya pada
orang tersebut.
Nampaknya demikian pulalah yang terjadi pada Yohanes
Pembaptis terhadap Yesus Kristus. Yohanes Pembaptis adalah dia yang
membaptiskan Yesus. Saat Yesus datang untuk dibaptiskan, ia merasa tak layak
dan justru ialah yang seharusnya dibaptiskan oleh Yesus. Sebab Yohanes
Pembaptis memiliki keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah Mesias – Dia yang akan
datang. Keyakinan tersebut disertai dengan praduga/ pandangan tersendiri
tentang sosok Mesias. Bagi Yohanes Pembaptis, Mesias itu tak ubahnya petani
yang mengambil kapak untuk menebang pohon. Mesias yang akan datang adalah
menjadi hakim yang tanpa ampun, dengan api yang tak terpadamkan menyingkirkan
semua pendosa dari muka bumi.
Lalu apa yang dilakukan oleh Yesus Kristus? Praduga Yohanes
Pembaptis harus berjumpa dengan realita yang berbeda. Yesus tak tampil sebagai
hakim yang tanpa ampun menghukum para pendosa. Ketika Yesus berjumpa dengan pendosa,
Ia nampak penuh kasih. Yesus mengundang para pendosa duduk semeja dengan-Nya
dan melalui percakapan penuh kasih Ia memberi undangan pertobatan. Dari sinilah
nampaknya keraguan mulai timbul di hati Yohanes Pembaptis. Untuk menjawab
keraguan itu, Yohanes mengutus para muridnya untuk bertanya pada Yesus Matius
11:3. Yohanes – ga suka bergunjing di belakang – ia ingin dapat jawaban
langsung dan tegas dari Yesus untuk menghilangkan keraguan yang dapat berujung
dengan kekecewaan.
Bagaimana Yesus menjawab pertanyaan ini?
Menarik bahwa Yesus tidak langsung menjawab Ya atau Tidak.
Tetapi Yesus mengajak murid Yohanes Pembaptis dan Yoh. Pembaptis sendiri
melihat dan merefleksikan setiap tindakan/ karya Yesus. Keraguan Yohanes
Pembaptis dijawab dengan bukti nyata, dapat dilihat, dapat didengar bahwa
melalui diri Yesus Kristus, Allah sendiri sedang terus berkarya di tengah
pergumulan umat-Nya. Kedatangan Mesias adalah tindakan Allah yang hadir membawa
pemulihan, pembaruan kehidupan yang utuh dan menyeluruh.
Dari sini kita belajar bahwa kedatangan Kristus bukan untuk
memenuhi ekspektasi/ praduga manusia. Sebab kedatangan Mesias untuk menjawab
kebutuhan utama umat, yakni keselamatan. Kedatangan-Nya untuk menyelamatkan
kita. Menyelamatkan kita dari zona nyaman kuasa dosa. Menyelamatkan kita dari hukuman
kekal. Menyelamatkan kita dari ego/pikiran/kepentingan diri yang menjerumuskan.
Menyelamatkan kita agar kita mampu menjalani kehidupan baru yang sesuai dengan
kehendak Allah dan lebih baik dari kehidupan kita di hari kemarin.
Melalui jawaban Yesus, kita juga makin tersadar bahwa manusia
kerap salah memahami karya Allah. Kita merasa bahwa Karya Allah itu harusnya
ABCD. Tanpa sadar kita berupaya memaksa Allah berkarya sesuai dengan logika kepala
kita. Padahal untuk memahami karya Allah, seharusnya kitalah yang harus memasukkan
logika kepala kita ke dalam kerajaan Allah. Agar kita memiliki pola pikir dan
pola hidup kerajaan Allah. Saat kita memilikinya niscaya kita akan mampu mengenali
kehadiran Allah dalam setiap proses hidup ini dan berbahagia menjalaninya, kita
pun terhindar dari keraguan dan kekecewaan.
Saya jadi teringat pada sebuah cerita tentang seorang
wisatawan dan seorang gembala di sawah. Wisatawan ini bertanya: “Bagaimana
kira-kira cuaca hari ini?” Gembala pun menjawab: “Seperti yang kusukai.”
Wisatawan ini pun heran dan kembali bertanya: “Bagaimana engkau tahu cuaca akan
seperti yang kausukai?” Gembala itu menjawab: “Tuan, karena saya sering tidak
selalu mendapatkan apa yang saya inginkan, maka saya belajar untuk selalu
menyukai yang saya dapatkan. Itulah sebabnya saya yakin bahwa cuaca hari ini
akan seperti yang saya sukai.”
Tetapi tak sedikit yang berkata, oh tak mudah bila kita dalam
keadaan membutuhkan pertolongan Tuhan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Lalu
Tuhan berkarya melalui proses yang panjang. Bagaimana supaya kita tidak terjebak
dalam keragu-raguan dan kekecewaan?
Yakobus 5:7-10 menasihatkan kepada kita agar menanti dengan
sabar dan penuh pengharapan dalam menantikan kedatangan dan pertolongan Allah.
Kita diminta sabar sama seperti petani menanti dengan sabar hasil panen yang
berharga. Petani yang sabar bukan petani yang nge-teh dan makan singkong di
rumahnya. Petani yang sabar menanti di sini adalah dia yang mengisi masa
penantian hasil panen dengan menjadwalkan dirinya untuk menggarap tanahnya,
kapan waktu untuk menggemburkan, kapan waktu memberi pupuk, kapan menanami
degan bibit yang baik, kapan menyiangi tanaman pengganggu, serta mempelajari
kemungkinan berbagai tantangan yang dapat menggagalkan panen dan berani mencoba
mengatasinya.
Kesabaran dalam masa penantian akan jawaban Allah maupun kedatangan-Nya
kembali juga harus kita isi dengan hidup yang bermanfaat dan berkenan kepada
Allah. Gimana itu? Menurut Yakobus hal ini nampak saat kita memiliki sikap sabar,
keteguhan hati, tidak bersungut-sungut, tidak saling meyalahkan, dan ketekunan
dalam menanggung kesukaran.
Saudari/a, suatu ketika seorang pemuda ingin masuk sekolah
jurusan A. Syukur kepada Tuhan, ia diterima di jurusan tersebut. Begitu selesai
sekolah, ia diterima di sebuah bidang pekerjaan. Namun pekerjaan itu suatu
bidang yang asing dan tidak menggembirakannya. Cukup berat ia menjalaninya, ia bekerja
hanya demi bertahan hidup. Minggu-minggu, bulan-bulan, tahun-tahun berganti ia
terus menekuni bidang tersebut. Akhirnya ia mulai mengisi hari-harinya dengan
mengerjakan bagiannya sepenuh hati, belajar bagian lainnya, dan terus menemukan
cara-cara terbaik menyelesaikan pekerjaannya. Hingga kemudian pemuda ini mampu
membuat sebuah perusahaan sendiri yang berkembang dan membuka lapangan kerja
bagi orang banyak di bidang yang semula asing baginya. Suatu perjalanan hidup
yang sering disebut orang diberkati Tuhan.
Dengan demikian, marilah kita rayakan masa adven ketiga ini
dengan menyadari kehadiran-Nya dalam perjalanan hidup kita yang kadang memang
dengan cara-cara yang unik, dan isilah masa-masa penantian akan kedatangan-Nya
kembali ini dengan melakukan perbuatan yang memulihkan kehidupan dan
meningkatkan kualitas kehidupan diri dan sesama. Amin.
ypp