Jumat, 05 Juli 2024

Keteguhan Seorang Pembawa Pesan

 

Minggu Biasa

Yehezkiel 2:1-5; Mazmur 123; 2 Korintus 12:2-10; Markus 6:1-13

 

Pembawa Pesan

"Pakeeett!", begitulah teriakan seorang kurir paket yang menanti si pembeli di depan rumah. Sayangnya, si pembeli merasa bahwa ia tidak pernah memesan barang tersebut. Kebingungan melanda si kurir, dan hujatan melayang dari mulut si pembeli. Itulah cuplikan video viral pengantar paket yang ditolak dan tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan paket yang dibawanya. Ditambah lagi, jika membuka kolom komentar, kita akan menemukan reaksi akun-akun, entah yang berpihak pada si kurir, atau berpihak kepada si pembeli.

Gambaran tadi hanyalah sebuah potongan kisah seorang pembawa paket. Dalam kehidupan beriman, rupanya kita juga memiliki tugas yang hampir serupa, yaitu membawa pesan Firman Tuhan. Inilah yang menjadi inti persoalan sekaligus solusi yang dapat kita temukan dalam bacaan leksionari pada minggu ini.

 

Soal Keteguhan dan Solusinya!

Keteguhan memang terkadang menjadi persoalan, terutama ketika menghadapi persoalan yang tidak mudah. Akan tetapi, Yehezkiel, pemazmur, Paulus, dan Yesus bersama para murid-Nya minggu ini menunjukkan kepada kita bahwa keteguhan itu adalah modal yang harus dimiliki oleh setiap orang beriman. Sekalipun ada banyak orang yang menganggap bahwa keteguhan adalah persoalan, namun di dalam bacaan kita pada hari ini, keteguhan adalah solusi. Itu berarti, keteguhan sudah menjadi bagian yang serius dalam menjalani dinamika hidup beriman.

 

Menemukan Keteguhan (1): Jadilah Orang yang Tulus!

Arti keteguhan dapat kita jumpai dalam Yehezkiel 2:1-5. Kita diperjumpakan dengan kisah panggilan Tuhan kepada Yehezkiel. Pada masa tersebut, memang belum banyak lagi muncul nabi-nabi sebab bangsa israel berada dalam pembuangan di babel. Tugas Yehezkiel pun bertambah berat karena mereka tidak mau mendengarkan Yehezkiel. Bangsa Israel menjadi bangsa yang keras kepala dan keras hatinya. Mereka belum sadar bahwa sikap seperti itu di masa pembuangan akan membuat mereka mengalami kehancuran yang lebih dalam lagi. Perutusan Yehezkiel memang terjadi di tengah suasana yang tidak kondusif, namun panggilan perutusan itu menjadi tanda positif bahwa Allah tetap mengasihi Israel. Sesulit-sulitnya persoalan yang sedang dihadapi, rupanya kuasa Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

Dalam Injil Markus 6:1-13, kita disajikan sebuah kenyataan bahwa sesungguhnya Yesus sendiri mengalami penolakan dalam pelayanan-Nya. Apalagi penolakan itu datangnya bukan dari situasi dan tempat yang jauh, namun datang dari yang paling dekat, yaitu Nazaret, kota kelahiran-Nya. Penolakan ini merupakan wujud keengganan masyarakat dalam mendengarkan Yesus, sehingga mereka tidak mendapatkan ajaran langsung dari Yesus. Akan tetapi, Yesus tetap berusaha melakukan pelayanan-Nya, sekali pun tidak sebanyak di daerah yang lain.

Yesus juga tidak patah semangat. Dia tetap melanjutkan pelayanan-Nya bersama dengan para murid yang diutus-Nya. Para murid diajarkan arti sesungguhnya menjadi seorang murid, yang kala itu harus diuji dalam ketaatan dan keteguhan. Dari sinilah, kita menyadari bahwa keteguhan itu menjadi tanda bahwa para murid menjalankan esensi sesungguhnya dari seorang pembawa pesan, yaitu bersedia diutus.

Dengan semua kenyataan tersebut, pemazmur dan Yesus telah menjadi pribadi yang tulus. Ketulusan merupakan bukti bahwa kita benar-benar teguh dalam menghadapi berbagai persoalan. Ketulusan Yesus membuat-Nya tidak menjadi seorang yang pendendam. Ketulusan Yehezkiel membuatnya tetap setia mengerjakan tugas bagiannya. Ketulusan akan berbuah manis jika kita sungguh-sungguh melakukannya. Karena "orang tulus, kasih-Nya tidak pernah putus".

 

Menemukan Keteguhan (2): Jangan Kalah dengan Keadaan!

Dalam 2 Korintus 12:2-10, kita diajak untuk menggumuli keteguhan yang dimiliki oleh Paulus, ketika ia harus berhadapan dengan jemaat di Korintus. Paulus memberikan pandangan bahwa di dalam dirinya, sekalipun memiliki kelemahan, kuasa Tuhan menjadi sempurna. 

Dalam Mazmur 123, kita menemukan bahwa pemazmur merasa bahwa dirinya membutuhkan pengasihan Tuhan. Dalam kata lain, pemazmur menyadari di tengah kondisi kehidupannya, permohonan terbaik hanya ada di dalam Tuhan. Orang-orang di sekitarnya justru menyerahkan hidup mereka pada kepemilikan atau kesuksesan, sehingga mereka mengolok-olok pemazmur. Namun dalam keteguhannya, pemazmur tetap menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, tidak seperti orang-orang lainnya.

Paulus dan pemazmur, keduanya menunjukkan kepada kita bahwa mereka tidak pernah ingin kalah dengan berbagai tantangan. Itulah kekuatan seorang pembawa pesan, yaitu kekuatan yang muncul dari keinginan untuk meraih kemenangan karena mengerti bahwa tantangan-tantangan tersebut memang harus dihadapi, bukan dihindari. Sekalipun mendapatkan tantangan, akan tetapi tetap mengandalkan Tuhan.

 

Keteguhan Seorang Pembawa Pesan

Kita adalah pribadi yang diajak untuk selalu memiliki keteguhan seorang pembawa pesan untuk menyampaikan tentang kebenaran Firman Tuhan dalam kehidupan kita setiap hari. Sekalipun berjumpa persoalan, tapi kita juga harus selalu mampu menemukan keteguhan yang menguatkan kita: jadilah orang yang tulus, dan jangan kalah dengan keadaan!