Jumat, 16 Mei 2025

KASIH ALLAH YANG MENGINSPIRASI

 

Yohanes 13:31-35

Setelah merenungkan tentang penampakan-penampakan Yesus kepada para murid pasca kebangkitan, minggu ini kita digeret untuk ke belakang untuk membaca kisah sebelum penangkapan Yesus. Persisnya, saat Yudas sudah pergi dari setelah makan perjamuan, Yesus memberikan sebuah perintah baru kepada para murid. Sebenarnya, ada yang menarik ketika kita membaca tentang perintah baru dalam Yohanes 13:31-35. Apa yang baru dari perintah itu? Hal ini yang sebenarnya penting untuk kita renungkan.

Sebagaimana kita tahu, wejangan terakhir ini tentu punya makna yang sangat besar, mengingat bahwa Yesus sendiri tahu bahwa waktu-Nya akan segera tiba. Seakan-akan ini menjadi pesan terakhir Yesus bagi para murid. Hal ini bisa bermakna bahwa Yesus ingin memberi bekal kepada para murid dalam bentuk wejangan sebelum Ia ditangkap. Nah, wejangan itu berupa perintah baru untuk saling mengasihi.

Pendekatan Konversif

Perintah untuk mengasihi tentu bukan hal yang baru bagi para murid-murid. Yesus sudah pernah mengajarkannya berulang-ulang kepada mereka, baik yang memang dalam bentuk ajaran, ataupun laku hidup sehari-hari Yesus bersama orang-orang. Dan tentu, rujukan kita untuk melihat ajaran Yesus tentang kasih tentu dalam Hukum Kasih yang tertuang dalam Matius 22:37-40. Bahkan, tanpa Yesus ajarkan pun, mereka sudah akrab dengan hukum kasih ini seperti yang sudah diajarkan dan diteruskan oleh nenek moyang mereka (bdk. Ulangan 6:5, Imamat 19:18). Lalu, mengapa ini disebut baru? Bukankah mengasihi orang lain juga pernah diajarkan Yesus (bdk. Matius 22:39)? Baiknya, kita melihat struktur antara keduanya;

·     Yohanes 13:34 Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.

·     Matius 22:39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Ketika dibaca sekilas, ada sebuah pembeda yang jelas antara kedua ayat ini, yakni setelah kata “seperti”. Yang berarti, jika dalam Mat 22:39 ingin mengatakan bahwa cara dan motivasi untuk mengasihi sesama adalah seperti mengasihi diri sendiri. Sedangkan Perintah Baru dalam Yohanes 13:34 seakan-akan Yesus mengubah cara dan motivasinya, yakni seperti yang sudah Ia lakukan. Di sini kita bisa melihat sesuatu yang baru, yang beda dari biasanya, dan itulah Perintah Baru. Hal ini dikuatkan dengan argumen bahwa saat mengasihi sesama seperti diri sendiri itu bisa berantakan karena kadang orang sulit mengasihi dirinya sendiri. Selain itu, bisa saja kita berpikir, “nah, inilah Perintah Baru, akrena kasih yang sejati hanya ada dalam nama Yesus”.

Nah, hal ini benar-benar baru, bukan? Iya, baru. Baru saja kita menggugurkan apa yang sudah diajarkan Yesus saat mengajar tentang hukum kasih. Hukum Kasih adalah hukum yang sudah diajarkan Allah melalui Musa dalam kitab Taurat, serta Yesus menegaskannya kembali sebagai pedoman hidup. Jika kita menggunakan pendekatan konversif saat membaca Perintah Baru, secara otomatis kita akan melihat bahwa Hukum Kasih menjadi sesuatu yang tidak sempurna dan seakan-akan memang selayaknya diganti. Di sini kita perlu berhati-hati.

Konteks Baru

Bacaan Injil kita di Minggu ini cukup tricky. Lebih mudah mengkhotbahkan tentang penggantian (konversi) dan bisa terdengar sangat memukau. Namun, penggantian ini berbahaya karena bisa menggugurkan apa yang sudah diperintahkan oleh Allah sendiri melalui Musa, dan diulang kembali oleh Tuhan Yesus sebagai hukum yang pertama dan terutama! Lantas pertanyaan di awal muncul, “mengapa ini baru?”

Untuk bisa membaca ini lebih terang, kita harus melihat konteks yang memang berbeda antara kedua teks ajaran tentang kasih ini. Dalam Hukum Kasih, konteks mengasihi sesama adalah benar-benar ditujukan untuk kasih kepada setiap orang, bahkan tanpa pilih kasih. Itulah kenapa ada imbuhan “seperti dirimu sendiri” sebagai pengaplikasiannya. Selain itu, kata “sesama” adalah terjemahan dari kata πλησίον (plēsion), yang berarti orang terdekat. Terjemahan KJV dan NIV juga menerjemahkan kata itu dengan arti “neighbour”. Sehingga, konteks Hukum Kasih itu diperuntukkan untuk kasih yang universal, yakni pedoman hidup sehari-hari untuk mengasihi sesama. Lantas, apa bedanya?

Kita perlu mengingat konteks Perintah Baru. Perintah Baru ada dalam balutan rasa haru dalam diri Yesus di masa-masa akhir-Nya bersama para murid. Yesus ingin membekali mereka dengan ajaran agar mereka tetap bersatu dan tidak saling meninggalkan. Hal itu terbukti Ketika mereka kocar-kacir saat Yesus ditangkap dan dianiaya. Hanya ada Yohanes yang bersama Ibu Yesus. Maka dari itu, Perintah Baru ini sangat lekat dengan perintah Yesus agar mereka bisa saling mengasihi dalam komunitas sebagai murid-murid Yesus. Dalam Perintah Baru itu Yesus juga menegaskan indentitas mereka sebagai murid yang akan dikenal orang di luar dari perilaku mereka, yakni saling mengasihi. Sehingga, ketika mereka saling mengasihi, mereka secara otomatis mampu menjadi saksi. Inilah Perintah Baru, yakni saat Yesus benar-benar memberikan sebuah pedoman untuk hidup sebagai sebuah komunitas orang percaya yang hidup saling mengasihi dan –secara otomatis—bersaksi.

Sekali lagi, konsep mengasihi dalam komunitas dalam Perintah Baru ini tidak bisa dibenturkan dengan konsep Hukum Kasih, karena konteks dan tujuannya sangat berbeda. Dan yang menjadi menarik, hal ini masih sangat relevan hingga sekarang. Lihat saja, perpecahan terjadi di dalam tubuh gereja sendiri. Ada blok-blok atau grup-grup yang berselisih paham di gereja. Ada pendeta yang dipaksa turun dari mimbar oleh sekelompok anggota jemaat. Perpecahan jemaat yang kemudian saling bermusuhan. Bahkan, permusuhan antar kolega. Di sinilah Perintah Baru itu menjadi sesuatu yang sangat baru pada waktu itu, karena Yesus benar-benar ingin murid-murid-Nya memiliki kesatuan hati yang utuh dan kompak untuk mempersaksikan kasih Kristus.

Pertanyaan Reflektif

Pertanyaan reflektif yang menarik untuk kita renungkan adalah, bagaimana gereja kita? Adakah kasih yang akrab satu sama lain? Misalkan saja, ada anggota jemaats akit, apakah hanya akan dikunjungi oleh seorang pendeta saja?

Atau, bila ada yang mengalami beratnya masalah hidup, apakah ada yang menemani? Atau merasa itu tugas pendeta dan para penatua saja?

Bukan dengan maksud membenturkan kedua ajaran kasih, namun minggu ini kita diingatkan untuk bisa saling mengasihi satu dengan yang lain, khususnya dalam komunitas. Yesus ingin tubuh-Nya (gereja) tetap bisa menjadi sesuatu yang mencerminkan kemuliaan-Nya. Dan jangan lupa, sebelum Ia mengatakan tentang Perintah Baru, Ia mengingatkan mereka tentang kesatuan diri-Nya dengan Sang Bapa. Bersatu dalam kasih dan karya, untuk bisa mempersaksikan kemuliaan-Nya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar