Yohanes 13:31-35
Setelah merenungkan tentang penampakan-penampakan Yesus
kepada para murid pasca kebangkitan, minggu ini kita digeret untuk ke belakang
untuk membaca kisah sebelum penangkapan Yesus. Persisnya, saat Yudas sudah
pergi dari setelah makan perjamuan, Yesus memberikan sebuah perintah baru
kepada para murid. Sebenarnya, ada yang menarik ketika kita membaca tentang
perintah baru dalam Yohanes 13:31-35. Apa yang baru dari perintah itu? Hal ini
yang sebenarnya penting untuk kita renungkan.
Sebagaimana kita tahu, wejangan terakhir ini tentu punya
makna yang sangat besar, mengingat bahwa Yesus sendiri tahu bahwa waktu-Nya
akan segera tiba. Seakan-akan ini menjadi pesan terakhir Yesus bagi para murid.
Hal ini bisa bermakna bahwa Yesus ingin memberi bekal kepada para murid dalam
bentuk wejangan sebelum Ia ditangkap. Nah, wejangan itu berupa perintah baru
untuk saling mengasihi.
Pendekatan Konversif
Perintah untuk mengasihi tentu bukan hal yang baru bagi para
murid-murid. Yesus sudah pernah mengajarkannya berulang-ulang kepada mereka,
baik yang memang dalam bentuk ajaran, ataupun laku hidup sehari-hari Yesus
bersama orang-orang. Dan tentu, rujukan kita untuk melihat ajaran Yesus tentang
kasih tentu dalam Hukum Kasih yang tertuang dalam Matius 22:37-40. Bahkan,
tanpa Yesus ajarkan pun, mereka sudah akrab dengan hukum kasih ini seperti yang
sudah diajarkan dan diteruskan oleh nenek moyang mereka (bdk. Ulangan
6:5, Imamat 19:18). Lalu, mengapa ini disebut baru? Bukankah mengasihi orang
lain juga pernah diajarkan Yesus (bdk. Matius 22:39)? Baiknya, kita
melihat struktur antara keduanya;
· Yohanes
13:34 Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling
mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus
saling mengasihi.
· Matius
22:39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri.
Ketika dibaca sekilas, ada sebuah pembeda yang jelas antara kedua
ayat ini, yakni setelah kata “seperti”. Yang berarti, jika dalam Mat 22:39
ingin mengatakan bahwa cara dan motivasi untuk mengasihi sesama adalah seperti
mengasihi diri sendiri. Sedangkan Perintah Baru dalam Yohanes 13:34 seakan-akan
Yesus mengubah cara dan motivasinya, yakni seperti yang sudah Ia lakukan. Di
sini kita bisa melihat sesuatu yang baru, yang beda dari biasanya, dan itulah
Perintah Baru. Hal ini dikuatkan dengan argumen bahwa saat mengasihi sesama seperti
diri sendiri itu bisa berantakan karena kadang orang sulit mengasihi dirinya
sendiri. Selain itu, bisa saja kita berpikir, “nah, inilah Perintah Baru,
akrena kasih yang sejati hanya ada dalam nama Yesus”.
Nah, hal ini benar-benar baru, bukan? Iya, baru. Baru saja
kita menggugurkan apa yang sudah diajarkan Yesus saat mengajar tentang hukum
kasih. Hukum Kasih adalah hukum yang sudah diajarkan Allah melalui Musa dalam
kitab Taurat, serta Yesus menegaskannya kembali sebagai pedoman hidup. Jika
kita menggunakan pendekatan konversif saat membaca Perintah Baru, secara
otomatis kita akan melihat bahwa Hukum Kasih menjadi sesuatu yang tidak
sempurna dan seakan-akan memang selayaknya diganti. Di sini kita perlu
berhati-hati.
Konteks Baru
Bacaan Injil kita di Minggu ini cukup tricky. Lebih
mudah mengkhotbahkan tentang penggantian (konversi) dan bisa terdengar sangat
memukau. Namun, penggantian ini berbahaya karena bisa menggugurkan apa yang
sudah diperintahkan oleh Allah sendiri melalui Musa, dan diulang kembali oleh
Tuhan Yesus sebagai hukum yang pertama dan terutama! Lantas pertanyaan di awal
muncul, “mengapa ini baru?”
Untuk bisa membaca ini lebih terang, kita harus melihat
konteks yang memang berbeda antara kedua teks ajaran tentang kasih ini. Dalam Hukum
Kasih, konteks mengasihi sesama adalah benar-benar ditujukan untuk kasih kepada
setiap orang, bahkan tanpa pilih kasih. Itulah kenapa ada imbuhan “seperti
dirimu sendiri” sebagai pengaplikasiannya. Selain itu, kata “sesama” adalah
terjemahan dari kata πλησίον (plēsion), yang berarti orang
terdekat. Terjemahan KJV dan NIV juga menerjemahkan kata itu dengan arti “neighbour”.
Sehingga, konteks Hukum Kasih itu diperuntukkan untuk kasih yang universal,
yakni pedoman hidup sehari-hari untuk mengasihi sesama. Lantas, apa bedanya?
Kita perlu mengingat konteks Perintah Baru. Perintah Baru
ada dalam balutan rasa haru dalam diri Yesus di masa-masa akhir-Nya bersama
para murid. Yesus ingin membekali mereka dengan ajaran agar mereka tetap bersatu
dan tidak saling meninggalkan. Hal itu terbukti Ketika mereka kocar-kacir saat
Yesus ditangkap dan dianiaya. Hanya ada Yohanes yang bersama Ibu Yesus. Maka
dari itu, Perintah Baru ini sangat lekat dengan perintah Yesus agar mereka bisa
saling mengasihi dalam komunitas sebagai murid-murid Yesus. Dalam
Perintah Baru itu Yesus juga menegaskan indentitas mereka sebagai murid yang
akan dikenal orang di luar dari perilaku mereka, yakni saling mengasihi.
Sehingga, ketika mereka saling mengasihi, mereka secara otomatis mampu menjadi
saksi. Inilah Perintah Baru, yakni saat Yesus benar-benar memberikan sebuah
pedoman untuk hidup sebagai sebuah komunitas orang percaya yang hidup saling
mengasihi dan –secara otomatis—bersaksi.
Sekali lagi, konsep mengasihi dalam komunitas dalam Perintah
Baru ini tidak bisa dibenturkan dengan konsep Hukum Kasih, karena konteks dan
tujuannya sangat berbeda. Dan yang menjadi menarik, hal ini masih sangat
relevan hingga sekarang. Lihat saja, perpecahan terjadi di dalam tubuh gereja
sendiri. Ada blok-blok atau grup-grup yang berselisih paham di gereja. Ada
pendeta yang dipaksa turun dari mimbar oleh sekelompok anggota jemaat.
Perpecahan jemaat yang kemudian saling bermusuhan. Bahkan, permusuhan antar
kolega. Di sinilah Perintah Baru itu menjadi sesuatu yang sangat baru pada
waktu itu, karena Yesus benar-benar ingin murid-murid-Nya memiliki kesatuan
hati yang utuh dan kompak untuk mempersaksikan kasih Kristus.
Pertanyaan Reflektif
Pertanyaan reflektif yang menarik untuk kita renungkan
adalah, bagaimana gereja kita? Adakah kasih yang akrab satu sama lain? Misalkan
saja, ada anggota jemaats akit, apakah hanya akan dikunjungi oleh seorang
pendeta saja?
Atau, bila ada yang mengalami beratnya masalah hidup, apakah
ada yang menemani? Atau merasa itu tugas pendeta dan para penatua saja?
Bukan dengan maksud membenturkan kedua ajaran kasih, namun minggu
ini kita diingatkan untuk bisa saling mengasihi satu dengan yang lain,
khususnya dalam komunitas. Yesus ingin tubuh-Nya (gereja) tetap bisa menjadi
sesuatu yang mencerminkan kemuliaan-Nya. Dan jangan lupa, sebelum Ia mengatakan
tentang Perintah Baru, Ia mengingatkan mereka tentang kesatuan diri-Nya dengan
Sang Bapa. Bersatu dalam kasih dan karya, untuk bisa mempersaksikan
kemuliaan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar