Minggu Biasa
Yesaya 56:1, 6-8 | Mazmur 67 | Roma 11:1-2, 29-32 | Matius 15:21-28
Hari Senin, tanggal 17
Agustus nanti, kita merayakan HUT ke-75 kemerdekaan Republik Indonesia. Negara
kita ini dibangun di atas tanah yang terdiri dari beragam suku bangsa, budaya,
bahasa, agama. Ada lebih dari 700 bahasa dan lebih dari 1000 suku bangsa yang
mendiami Indonesia. Orang Indonesia tidak seragam; ada banyak kekhasan fisik,
warna kulit, budaya, dan cara berpikir. Dalam konteks yang sangat beragam ini,
jika kita hanya memikirkan kepentingan salah satu suku bangsa dan budaya, serta
tidak mau membuka diri terhadap yang lain, maka kita akan menjadi orang-orang
yang eksklusif. Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar jika setiap kelompok
masyarakat dari suku, budaya, bahasa dan agama yang berbeda itu dapat saling
menerima dan menjalin relasi yang harmonis.
Sayangnya yang sering
terjadi adalah justru di tengah kehidupan di negara yang penuh dengan perbedaan
ini, kita justru menutup diri. Kita lebih senang berelasi dengan yang sesuku,
seagama, atau dengan orang yang kita anggap bolo,
lalu membatasi diri dengan orang lain di luar kelompok. Kita seringkali
membangun sekat, mendirikan tembok, dan membuat batas dengan mereka yang
berbeda. Wajar memang manusia membangun sekat jika ia merasa tidak aman, tidak
nyaman, atau merasa terancam dengan yang di sekitarnya. Tetapi, kita perlu sadari
juga bahwa sekat itu berpotensi membatasi ruang gerak kita. Sekat itu menujukkan
bahwa kita hanya memikirkan diri
sendiri, keamanan dan kenyamanan sendiri dan menyingkirkan orang lain. Tembok itu menjadi simbol bahwa kita melihat orang
lain sebagai ancaman dan bukan sebagai kawan. Pembatas itu menjadi simbol kita
menolak yang lain dan tidak mau berelasi dengan yang lain. Sekat, tembok, dan batas itu justru membuat kita semakin
terasing dari sesama kita.
Dari bacaan Injil
Minggu ini, kita bisa melihat bahwa Allah meruntuhkan sekat dan tembok yang
memisahkan orang Yahudi dan non-Yahudi melalui tindakan Yesus kepada seorang
Perempuan Kanaan. Saat itu Yesus sedang menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon,
daerah bangsa lain yang didiskriminasi oleh orang Yahudi. Di situ dia bertemu
seorang perempuan Kanaan. Dalam Injil Markus disebut Perempuan Siro-Fenesia.
Perempuan itu tidak disebutkan namanya, hanya Perempuan Kanaan. Ini menunjukkan
bahwa ia mengalami diskriminasi ganda. Ia seorang perempuan –bukan laki-laki–
dan seorang Kanaan –bukan Yahudi. Dalam masyarakat Yahudi, perempuan dianggap
warga kelas dua yang lebih rendah daripada laki-laki, bahkan disamakan dengan
barang. Selain itu, orang Yahudi juga menganggap bangsa lain di luar mereka
najis dan kafir, sehingga bersikap diskriminatif.
Itulah yang membuat
murid-murid Yesus mengusir perempuan itu ketika ia berteriak meminta tolong
kepada Yesus. Setidaknya ada tiga alasan murid-murid mengusirnya. Pertama,
mereka merasa terganggu dengan perempuan Kanaan yang berteriak-teriak seperti orang
gila. Kedua, ia perempuan dan tidak pantas seroang perempuan berbicara di depan
umum dengan laki-laki yang bukan keluarganya. Ketiga, ia bukan orang Yahudi.
Yesus lalu berkata, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari
umat Israel.” Melihat Yesus merespons setelah murid-murid memintanya mengusir
perempuan itu, tentulah ini merupakan jawaban Yesus kepada murid-murid-Nya. Melalui
jawaban ini Yesus hendak menyindir dan mendidik murid-murid-Nya. Bagaimana
caranya?
Setelah Yesus
berkata demikian, perempuan itu mendekat dan menyembah Yesus sambil berkata, “Tuhan,
tolonglah aku.” Yesus kemudian menjawab dengan jawaban kasar menggunakan
terminologi yang sering dipakai orang Yahudi untuk menyebut bangsa lain,
anjing. Perempuan ini menyadari keberadaannya bagi orang Yahudi, tetapi dia
merasa bahwa Allah pasti menerima dia, karena itu ia menjawab dengan
terminologi sama dengan yang Yesus gunakan. Dari sini terlihat bahwa Yesus mau
menunjukkan bahwa Allah memang mengikat perjanjian dengan orang Yahudi, karena
itu Yesus datang bagi orang Yahudi. Namun demikian, rahmat Allah melampaui
batas Yahudi-nonYahudi. Yesus memosisikan diri sebagai orang Yahudi yang
eksklusif yang kemudian belajar dari perempuan Kanaan itu untuk menyadari bahwa
kasih Allah melampaui batas-batas bangsa, sehingga membuka hati-Nya untuk
menolong perempuan itu. Tindakan Yesus ini menjadi sindiran sekaligus pelajaran
kepada para murid. Yesus mau murid-murid pun belajar untuk menyadari bahwa
Allah mengasihi semua orang, serta mau meninggalkan sikap eksklusif dan
diskriminatif gaya Yahudi. Yesus mau agar murid-murid-Nya tidak membangun
tembok yang memisahkan, tetapi membangun jembatan yang menghubungkan untuk
menghadirkan kebaikan.
Saudara, di tengah
konteks Indonesia yang penuh dengan keberagaman suku, budaya, bahasa, dan
agama, kita pun perlu belajar. Mungkin selama ini kita membangun sekat yang
memisahkan kita dengan orang lain. Kita tidak mau berelasi dengan masyarakat
sekitar kita yang berbeda agama. Kita tidak mau berteman dengan orang yang
berbeda suku. Kita mengeksklusifkan diri dan menolak orang lain yang bukan
golongan kita. Mungkin juga kita sering pakai alasan bahwa kita menjadi korban
yang didiskriminasi dan ditolak dalam masyarakat, lalu kita membangun tembok
yang tinggi. Tapi ingatlah, bahwa Yesus menunjukkan kasih Allah yang tidak
membeda-bedakan. Yesus mengajarkan untuk membangun jembatan, bukan membangun
sekat. Yesus pun menerima perempuan Kanaan yang berbeda dengan-Nya, yang
ditolak oleh murid-murid-Nya, dan disingkirkan oleh masyarakat-Nya.
Saudara, dalam
suasana menjelang HUT Kemerdekaan RI, kita perlu menyadari bahwa kita hidup di
negeri yang penuh warna, di tanah yang bhinneka. Jika kita hanya memikirkan
diri sendiri, lalu membuat batas dan sekat, kita hanya akan semakin ditolak dan
tersingkir dari masyarakat. Kita juga tidak bisa berdampak bagi sesama. Kita
menjadi orang-orang eksklusif yang berpikiran sempit dan egois. Karena itu, sudah saatnya kita belajar meneladani Kristus yang menyatakan kasih Allah kepada semua, melintasi
batas dan melampaui sekat. Kasih yang mau belajar untuk membuka diri dan
berelasi dalam keharmonisan, terutama di tengah ke-bhinneka-an negara kita. Amin.
(ThN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar