Selasa, 11 Agustus 2020

KASIH LINTAS BATAS

Minggu Biasa

Yesaya 56:1, 6-8 | Mazmur 67 | Roma 11:1-2, 29-32 | Matius 15:21-28


Hari Senin, tanggal 17 Agustus nanti, kita merayakan HUT ke-75 kemerdekaan Republik Indonesia. Negara kita ini dibangun di atas tanah yang terdiri dari beragam suku bangsa, budaya, bahasa, agama. Ada lebih dari 700 bahasa dan lebih dari 1000 suku bangsa yang mendiami Indonesia. Orang Indonesia tidak seragam; ada banyak kekhasan fisik, warna kulit, budaya, dan cara berpikir. Dalam konteks yang sangat beragam ini, jika kita hanya memikirkan kepentingan salah satu suku bangsa dan budaya, serta tidak mau membuka diri terhadap yang lain, maka kita akan menjadi orang-orang yang eksklusif. Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar jika setiap kelompok masyarakat dari suku, budaya, bahasa dan agama yang berbeda itu dapat saling menerima dan menjalin relasi yang harmonis.

Sayangnya yang sering terjadi adalah justru di tengah kehidupan di negara yang penuh dengan perbedaan ini, kita justru menutup diri. Kita lebih senang berelasi dengan yang sesuku, seagama, atau dengan orang yang kita anggap bolo, lalu membatasi diri dengan orang lain di luar kelompok. Kita seringkali membangun sekat, mendirikan tembok, dan membuat batas dengan mereka yang berbeda. Wajar memang manusia membangun sekat jika ia merasa tidak aman, tidak nyaman, atau merasa terancam dengan yang di sekitarnya. Tetapi, kita perlu sadari juga bahwa sekat itu berpotensi membatasi ruang gerak kita. Sekat itu menujukkan bahwa kita hanya memikirkan diri sendiri, keamanan dan kenyamanan sendiri dan menyingkirkan orang lain. Tembok itu menjadi simbol bahwa kita melihat orang lain sebagai ancaman dan bukan sebagai kawan. Pembatas itu menjadi simbol kita menolak yang lain dan tidak mau berelasi dengan yang lain. Sekat, tembok, dan batas itu justru membuat kita semakin terasing dari sesama kita.

Dari bacaan Injil Minggu ini, kita bisa melihat bahwa Allah meruntuhkan sekat dan tembok yang memisahkan orang Yahudi dan non-Yahudi melalui tindakan Yesus kepada seorang Perempuan Kanaan. Saat itu Yesus sedang menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon, daerah bangsa lain yang didiskriminasi oleh orang Yahudi. Di situ dia bertemu seorang perempuan Kanaan. Dalam Injil Markus disebut Perempuan Siro-Fenesia. Perempuan itu tidak disebutkan namanya, hanya Perempuan Kanaan. Ini menunjukkan bahwa ia mengalami diskriminasi ganda. Ia seorang perempuan –bukan laki-laki– dan seorang Kanaan –bukan Yahudi. Dalam masyarakat Yahudi, perempuan dianggap warga kelas dua yang lebih rendah daripada laki-laki, bahkan disamakan dengan barang. Selain itu, orang Yahudi juga menganggap bangsa lain di luar mereka najis dan kafir, sehingga bersikap diskriminatif.

Itulah yang membuat murid-murid Yesus mengusir perempuan itu ketika ia berteriak meminta tolong kepada Yesus. Setidaknya ada tiga alasan murid-murid mengusirnya. Pertama, mereka merasa terganggu dengan perempuan Kanaan yang berteriak-teriak seperti orang gila. Kedua, ia perempuan dan tidak pantas seroang perempuan berbicara di depan umum dengan laki-laki yang bukan keluarganya. Ketiga, ia bukan orang Yahudi. Yesus lalu berkata, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Melihat Yesus merespons setelah murid-murid memintanya mengusir perempuan itu, tentulah ini merupakan jawaban Yesus kepada murid-murid-Nya. Melalui jawaban ini Yesus hendak menyindir dan mendidik murid-murid-Nya. Bagaimana caranya?

Setelah Yesus berkata demikian, perempuan itu mendekat dan menyembah Yesus sambil berkata, “Tuhan, tolonglah aku.” Yesus kemudian menjawab dengan jawaban kasar menggunakan terminologi yang sering dipakai orang Yahudi untuk menyebut bangsa lain, anjing. Perempuan ini menyadari keberadaannya bagi orang Yahudi, tetapi dia merasa bahwa Allah pasti menerima dia, karena itu ia menjawab dengan terminologi sama dengan yang Yesus gunakan. Dari sini terlihat bahwa Yesus mau menunjukkan bahwa Allah memang mengikat perjanjian dengan orang Yahudi, karena itu Yesus datang bagi orang Yahudi. Namun demikian, rahmat Allah melampaui batas Yahudi-nonYahudi. Yesus memosisikan diri sebagai orang Yahudi yang eksklusif yang kemudian belajar dari perempuan Kanaan itu untuk menyadari bahwa kasih Allah melampaui batas-batas bangsa, sehingga membuka hati-Nya untuk menolong perempuan itu. Tindakan Yesus ini menjadi sindiran sekaligus pelajaran kepada para murid. Yesus mau murid-murid pun belajar untuk menyadari bahwa Allah mengasihi semua orang, serta mau meninggalkan sikap eksklusif dan diskriminatif gaya Yahudi. Yesus mau agar murid-murid-Nya tidak membangun tembok yang memisahkan, tetapi membangun jembatan yang menghubungkan untuk menghadirkan kebaikan.

Saudara, di tengah konteks Indonesia yang penuh dengan keberagaman suku, budaya, bahasa, dan agama, kita pun perlu belajar. Mungkin selama ini kita membangun sekat yang memisahkan kita dengan orang lain. Kita tidak mau berelasi dengan masyarakat sekitar kita yang berbeda agama. Kita tidak mau berteman dengan orang yang berbeda suku. Kita mengeksklusifkan diri dan menolak orang lain yang bukan golongan kita. Mungkin juga kita sering pakai alasan bahwa kita menjadi korban yang didiskriminasi dan ditolak dalam masyarakat, lalu kita membangun tembok yang tinggi. Tapi ingatlah, bahwa Yesus menunjukkan kasih Allah yang tidak membeda-bedakan. Yesus mengajarkan untuk membangun jembatan, bukan membangun sekat. Yesus pun menerima perempuan Kanaan yang berbeda dengan-Nya, yang ditolak oleh murid-murid-Nya, dan disingkirkan oleh masyarakat-Nya.

Saudara, dalam suasana menjelang HUT Kemerdekaan RI, kita perlu menyadari bahwa kita hidup di negeri yang penuh warna, di tanah yang bhinneka. Jika kita hanya memikirkan diri sendiri, lalu membuat batas dan sekat, kita hanya akan semakin ditolak dan tersingkir dari masyarakat. Kita juga tidak bisa berdampak bagi sesama. Kita menjadi orang-orang eksklusif yang berpikiran sempit dan egois. Karena itu, sudah saatnya kita belajar meneladani Kristus yang menyatakan kasih Allah kepada semua, melintasi batas dan melampaui sekat. Kasih yang mau belajar untuk membuka diri dan berelasi dalam keharmonisan, terutama di tengah ke-bhinneka-an negara kita. Amin.

(ThN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar