Kamis, 22 Oktober 2020

Keluarga yang Memahami Firman

 Imamat 19:1-2; 15-18 │ Mazmur 1 │ 1 Tesalonika 2:1-8 │ Matius 22:34-46

 

Andar Ismail mengatakan bahwa seorang anak yang merasa ditolak akan menjadi orang dewasa yang cenderung menolak dirinya sendiri dan cenderung menolak kehadiran orang lain. Sebaliknya, seorang anak yang tumbuh dalam suasana diterima dan diikutsertakan akan tumbuh menjadi orang dewasa yang bercitra diri tinggi dan terbuka terhadap kehadiran orang lain, bagaimanapun berbedanya orang itu. Dua pernyataan tersebut terasa begitu dekat dengan kita sebab dalam keseharian
kita dengan mudah menjumpainya bahkan mengalaminya. Pertanyaannya: Bila realita ini sudah menghasilkan sebuah usulan yang konkret akan pentingnya penerimaan antar anggota keluarga, mengapa masih ada banyak cerita orang yang tak bisa menerima diri dan angggota keluarganya yang berbeda?


 Realita ini hendaknya menyadarkan kembali pada kita bahwa seorang yang tahu belum tentu paham. Seorang bisa mengetahui sebuah hasil penelitian, mengetahui teori, ataupun mengetahui aturan yang benar. Namun tak selalu berarti bahwa ia memahami hasil penelitian, teori dan aturan yang diketahuinya. Maka jangan heran bila masih banyak kasus salah paham, kepahitan dan pertengkaran dalam keluarga yang tahu pentingnya hidup saling menerima satu dengan yang lain.

 

Begitu pula yang terjadi ketika Yesus dicobai oleh orang-orang Farisi dalam bacaan Injil hari ini. Sebagaimana kita tahu, orang-orang Farisi juga adalah ahli taurat yang hafal setiap peraturan di dalamnya serta begitu taat menerapkan tiap ayat dalam hidupnya. Mereka bahkan juga biasa mengembangkan banyak aturan tambahan yang disebut Taurat Lisan. Karena itu, mereka yang merasa diri lebih benar dari orang lain, merasa harus menjaga kebenaran agama. Terlebih saat itu mereka mendapati Yesus yang baru saja “menaklukkan” orang Saduki.

 

Sebagai penjaga Taurat mereka bertanya pada Yesus: "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (Mat. 22:36) Nampaknya mereka berharap Yesus akan menyebutkan salah satu pasal yang kemungkinan dapat mereka sanggah atau persalahkan sehingga Yesus akan tergolong sebagai penyesat yang tidak sesuai dengan kebenaran.

 

Akan tetapi Yesus menjawab mereka "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.  Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.  Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Jawaban Yesus ini jelas merujuk pada hukum Taurat (teks Perjanjian Lama) yang termasuk pengajawan Musa, yakni kasih kepada Allah (Ulangan 6:5) dan kasih kepada sesama (Imamat 19:18).

 

Secara khusus mari perhatikan ayat 39 “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu” kata “yang sama” adalah alih bahasa dari kata homoios yang berarti menyerupai, mirip, seperti. Kalimat Yesus ini hendak mengatakan bahwa perintah yang utama adalah kasih yang total kepada Allah. Seorang yang secara total mempersembahkan hidup bagi Allah, dalam keseluruhan hidupnya komitmennya hidup dalam kasih akan terwujud dalam emosi, pikiran, dan tindakan kesehariannya. Bila demikian, maka tentu kasih itu pun mewujud dalam kasih kepada sesama. Jadi ketika seorang secara total mengasihi Allah, maka bersamaan dengan itu juga harusnya ia secara total mengasihi sesamanya. Kasih itu pun bukan sekadar sebuah riasan dari dirinya, namun sebuah identitas diri yang dihidupi dengan komitmen penuh.

 

Dengan demikian orang Farisi yang fokus pada pengetahuan mengenai aturan, menerima jawab dari Yesus yang fokus pada pemahaman utuh dari setiap aturan. Farisi yang bertanya mengenai urutan pasal mana yang yang lebih utama, bertemu pada hakikat utama dari setiap pasal aturan yang dihafal mereka. Maka bacaan Injil hari ini mengingatkan kita untuk menjadi keluarga pengikut Kristus yang memahami firman bukan sekadar menghafal firman. Mereka yang memahami firman akan bergerak saling memahami dan mengasihi bukan karena pengetahuan atau aturan mengatakan demikian. Mereka yang memahami firman akan bergerak mewujudkan Kasih kepada Allah dalam tindakan nyata kepada sesama.

 

Sesama dalam bacaan kita berarti “tetangga” terdekat. Di masa pandemi yang membuat kita “di rumah saja” atau lebih banyak di rumah, sesama kita tentu anggota keluarga kita sendiri, orang-orang yang hidup disekitar kita, dan/ orang-orang yang dalam masa physical distancing ini masih dapat / sering kita jumpai. Bila ada yang berpendapat bahwa intensitas perjumpaan yang meningkat seringkali membuat potensi berkonflik turut meningkat. Maka kiranya pemahaman yang makin utuh pada firman hari ini mendorong kita untuk memperjuangkan kasih-Nya makin kuat dirasakan dalam setiap perjumpaan. Bila pun konflik terjadi, biarlah ini menjadi kesempatan bagi satu sama lain untuk lebih memahami karakter satu dengan yang lain.

 

Masalahnya, kerap kali ketika kita merasa orang lain itu adalah orang dekat kita (pasangan sendiri, anak sendiri, orang tua sendiri, saudara sendiri, atau sahabat sendiri) kita bersikap take for granted. Kita merasa sudah memahami mereka dengan mendalam, sehingga berhak mengambil keputusan berdasar prakiraan kita sendiri. Misalnya saja kita berpikir istri kita suka bagian sayap ayam, sehingga kita borong ayam di restoran cepat saji semuanya sayap, padahal ternyata sang istri lebih mendambakan bagian paha ayam. Atau kita berpikir anak kita menantikan kuota yang melimpah agar ia bisa main game dalam waktu yang lama, padahal anak-anak sedang mendambakan ditemani ayahnya/ibunya menyelesaikan pekerjaan rumah yang sedang harus segera mereka kumpulkan.

 

Oleh karena itu, sebagai seorang yang siap memahami firman, bersiaplah pula lebih memahami setiap anggota keluarga. Mereka memang adalah sesama kita, “tetangga” terdekat kita, namun kita juga perlu berkomitmen untuk mengasihi mereka sebagai somebody (seseorang) yang tidak dapat kita cengkeram dalam genggaman kita. Dengan memahami sesama dengan sungguh bukankah kita juga sedang memahami firman dengan makin sungguh?

 

ypp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar