Kamis, 15 April 2021

PERTOBATAN DAN PENGAMPUNAN: BUKAN CUMA WACANA

 Minggu Paska III

Kisah Para Rasul 3:12-19 | Mazmur 4 | 1 Yohanes 3:1-7 | Lukas 24:36-48


Kita tentu sudah sangat ingin beribadah kembali di gedung gereja. Sudah setahun lamanya kita tidak bertemu, bersekutu, dan beribadah di gedung gereja secara ragawi akibat pandemi Covid-19. Persekutuan kita hanya melalui media daring atau virtual. Media virtual memang penting, terutama pada masa pandemi ini, namun itu tidak dapat menggantikan ibadah secara ragawi, karena dalam ibadah daring ada aspek-aspek ragawi yang hilang. Memang kita bisa saling menatap, tetapi terbatas pada layar. Kita dapat mendengar suara, tetapi ada delay yang membuat kita tidak bisa bernyanyi bersama misalnya. Kita juga tidak dapat saling menyentuh. Bagi para pengkhotbah pun berbicara di depan kamera berbeda dengan berbicara langsung di hadapan umat. Kita merindukan pertemuan ragawi, sentuhan, dan kehadiran yang nyata. Tapi apa boleh buat, saat ini kita hanya bisa beribadah secara daring. Meskipun demikian, kita percaya bahwa kita pun bersekutu dalam roh.

Yesus, ketika Ia menampakkan diri-Nya kepada para murid, menghadirkaan diri-Nya secara ragawi (Luk. 24:36-48). Memang para murid sudah mendengar berita tentang kebangkitan Yesus. Menurut kesaksian Injil Lukas, kesaksian akan kebangkitan Yesus telah disampaikan oleh para perempuan yang mengunjungi kubur Yesus serta oleh dua orang yang berjalan ke Emaus (Luk. 24:1-35). Akan tetapi, ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka saat sedang bercakap-cakap, mereka terkejut dan takut, bahkan mengira bahwa mereka melihat hantu. Pada momen ini, Yesus menunjukkan bahwa Ia hadir secara ragawi, bukan hanya roh, apalagi hantu. Ia menunjukkan tangan dan kaki-Nya dan meminta para murid merabanya untuk memastikan bahwa Yesus benar-benar hadir secara ragawi. Yesus pun meminta makanan dan kemudian memakan ikan gorang untuk menyatakan kehadiran-Nya yang utuh, yang bisa diraba dan disentuh; kehadiran secara ragawi yang meyakinkan para murid. Para murid pun diyakinkan, mereka percaya dan punya pengharapan.

Pada kesempatan ini kemudian Yesus mengutus mereka, “… dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini” (ay.46-47). Kamu adalah saksi. Artinya bukan akan menjadi saksi atau baru mau menjadi saksi, melainkan mereka memang adalah saksi. Dan karena mereka adalah saksi, mereka harus mempersaksikan pertobatan dan pengampunan kepada segala bangsa. Kesaksian mereka pun bukan hanya kata-kata melainkan teladan hidup. Karena itulah Yesus menjanjikan Roh Kudus untuk memperlengkapi mereka ketika mereka bergumul dan berjuang di dalam dunia. Yesus sudah menyatakan diri-Nya dan kehadiran-Nya secara ragawi, Ia pun mengutus murid-murid-Nya untuk hadir dan memberi diri mereka bagi banyak orang, untuk melayani dan menyatakan pengampunan Allah melalui perbuatan mereka. Menjadi saksi bukan sekadar wacana, tetapi tindakan untuk membawa damai sejahtera bagi semesta.

Kita pun adalah saksi. Yesus Kristus juga menginginkan kita untuk tidak hanya berwacana soal cinta kasih, keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Kita adalah saksi dan tugas kita adalah menghidupinya dan membagikannya kepada semesta. Saat ini, saudara-saudara kita di NTT sedang bergumul pasca-bencana Siklon Seroja. Awal-awal bencana banyak orang yang mem-posting gambar, tulisan, dan lain-lain, “Pray for NTT”, “Peduli NTT”, dan sebagainya. Kepedulian itu baik. Tapi kepedulian yang hanya wacana di media sosial, tidak ada gunanya. Mereka tidak butuh posting-an kita. Mereka butuh uluran tangan dan tindakan nyata kita. Sebagaimana Yesus menyatakan diri-Nya secara ragawi dan menyentuh murid-murid-Nya secara personal, Ia juga meminta kita untuk menyatakan kehadiran kita, tindakan kita, uluran tangan kita yang dapat dirasakan oleh rekan-rekan kita, bukan hanya kata-kata motivasi yang indah tapi tak berdampak apa-apa. Pada situasi pandemi seperti ini memang sentuhan dan kehadiran ragawi harus kita batasi, tetapi ada banyak cara untuk kita bertindak menyatakan kepedulian yang lebih dari sekadar kata-kata. Karena itu, marilah menjadi saksi yang tidak hanya berwacana, tetapi bertindak. Amin. (thn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar