(Minggu Paska II)
Kisah Para Rasul 4 : 32 – 35; Mazmur 133; 1 Yohanes 1 : 1 – 2 : 2; Yohanes 20 : 19 – 31
Setiap orang dari segala usia pasti punya
rasa takut. Misalnya, anak kecil seringkali takut sama gelap atau petir. Remaja
takut tidak diterima oleh yang lain. Pemuda takut IP jelek. Orang yang sudah
lulus kuliah takut tidak dapat pekerjaan. Pekerja takut tidak punya jodoh. Orang
yang menikah takut pengeluaran sangat besar. Pasutri yang punya anak takut biaya
makin membengkak. Lansia pun takut kesepian dan tidak bisa buat apa-apa. Ya,
setiap orang punya rasa takut.
Rasa
takut terkadang ada baiknya, karena tanpa rasa takut seorang manusia akan
bertindak tanpa kehati-hatian. Makanya rasa takut bisa buat kita lebih awas.
Tapi rasa takut yang berlebihan bisa berbahaya, karena bisa jadi membuat kita
jadi staknan, tidak bergerak ke mana-mana sebab takut untuk mencoba dan
melangkah. Rasa takut yang berlebihan pun dapat menghilangkan damai sejahtera.
Hal inilah yang dialami oleh para murid
yang dikisahkan dalam Yohanes 20 : 19 sampai seterusnya. Mereka sedang dalam
kondisi sangat takut karena Sang Guru, yakni Yesus yang selama ini mereka ikuti dan andalkan telah mati
dan dikubur. Para murid juga takut kepada orang-orang
Yahudi, sebab mereka tahu orang Yahudi, dalam
hal ini para pemuka agama sangat membenci Yesus dan membenci Yesus pun sama dengan membenci
para murid Yesus.
Itu sebabnya para murid berkumpul di
suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena dengan berkumpul bersama membuat
mereka setidaknya memiliki rasa aman,
bisa saling menjaga. Para murid pun bersembunyi karena bisa dikatakan, mereka
adalah orang-orang yang masuk dalam kelompok “wanted” dicari orang Yahudi untuk
bisa jadi dihabisi seperti Yesus, Guru mereka.
Dalam
keadaan penuh ketakutan, perjumpaan dengan Yesus yang sudah bangkit memberi
damai sejahtera bagi mereka. Sebab kebangkitan, kehadiran dan perkataan Yesus
memberi para murid apa yang mereka butuhkan saat itu, yaitu damai sejahtera. Itulah perkataan Yesus ketika Ia
datang dan berdiri di tengah-tengah mereka.
Yesus mengatakan
bukan hanya sekali tetapi dua kali. Mengapa harus dua kali? Karena mungkin saja
yang pertama belum begitu disadari, apalagi para murid tahunya Yesus sudah mati
dan dikuburkan. Yesus katakan kedua kali sambil menunjukkan lambung dan
tanganNya yang terluka kepada mereka, tentu supaya mereka semakin percaya dan yang
tadinya takut menjadi damai sejahtera.
Untuk itu dari kisah
Yesus menampakkan diri kepada para muridNya memberi penegasan bahwa damai sejahtera yang mereka butuhkan
bukan dari harta, tempat yang aman untuk mereka berdiam, status sebagai para murid, bisa berkumpul seperti cara hidup jemaat yang
dituliskan dalam Kisah Para Rasul 4 : 32 – 35, maupun diam bersama-sama dengan
rukun seperti yang dituliskan pemazmur dalam Mazmur 133 saja. Tetapi damai
sejahtera itu semata-mata karena Yesus dan dari Yesus.
Saudara, dari bacaan hari ini kita sama-sama belajar bahwa rasa takut itu sesuatu yang wajar karena para murid Yesus - yang dekat Yesus saja punya rasa takut.
Tetapi jangan sampai rasa takut merenggut damai sejahtera dalam diri kita. Karena jadinya membuat kita
terkunci, staknan seperti para murid Yesus. Ketika damai itu hilang, ingatlah kita juga penerima damai sejahtera
karena Yesus
yang hadir di hadapan para murid juga hadir dalam hidup kita dan berkata “Damai
sejahtera bagi kamu!”
(mc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar