Jumat, 09 April 2021

PENERIMA DAMAI SEJAHTERA


(Minggu Paska II)

Kisah Para Rasul 4 : 32 – 35; Mazmur 133; 1 Yohanes 1 : 1 – 2 : 2; Yohanes 20 : 19 – 31


        Setiap orang dari segala usia pasti punya rasa takut. Misalnya, anak kecil seringkali takut sama gelap atau petir. Remaja takut tidak diterima oleh yang lain. Pemuda takut IP jelek. Orang yang sudah lulus kuliah takut tidak dapat pekerjaan. Pekerja takut tidak punya jodoh. Orang yang menikah takut pengeluaran sangat besar. Pasutri yang punya anak takut biaya makin membengkak. Lansia pun takut kesepian dan tidak bisa buat apa-apa. Ya, setiap orang punya rasa takut.

          Rasa takut terkadang ada baiknya, karena tanpa rasa takut seorang manusia akan bertindak tanpa kehati-hatian. Makanya rasa takut bisa buat kita lebih awas. Tapi rasa takut yang berlebihan bisa berbahaya, karena bisa jadi membuat kita jadi staknan, tidak bergerak ke mana-mana sebab takut untuk mencoba dan melangkah. Rasa takut yang berlebihan pun dapat menghilangkan damai sejahtera.

          Hal inilah yang dialami oleh para murid yang dikisahkan dalam Yohanes 20 : 19 sampai seterusnya. Mereka sedang dalam kondisi sangat takut karena Sang Guru, yakni Yesus yang selama ini mereka ikuti dan andalkan telah mati dan dikubur. Para murid juga takut kepada orang-orang Yahudi, sebab mereka tahu orang Yahudi, dalam hal ini para pemuka agama sangat membenci Yesus dan membenci Yesus pun sama dengan membenci para murid Yesus.

Itu sebabnya para murid berkumpul di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena dengan berkumpul bersama membuat mereka setidaknya memiliki rasa aman, bisa saling menjaga. Para murid pun bersembunyi karena bisa dikatakan, mereka adalah orang-orang yang masuk dalam kelompok “wanted” dicari orang Yahudi untuk bisa jadi dihabisi seperti Yesus, Guru mereka.

          Dalam keadaan penuh ketakutan, perjumpaan dengan Yesus yang sudah bangkit memberi damai sejahtera bagi mereka. Sebab kebangkitan, kehadiran dan perkataan Yesus memberi para murid apa yang mereka butuhkan saat itu, yaitu damai sejahtera. Itulah perkataan Yesus ketika Ia datang dan berdiri di tengah-tengah mereka.

Yesus mengatakan bukan hanya sekali tetapi dua kali. Mengapa harus dua kali? Karena mungkin saja yang pertama belum begitu disadari, apalagi para murid tahunya Yesus sudah mati dan dikuburkan. Yesus katakan kedua kali sambil menunjukkan lambung dan tanganNya yang terluka kepada mereka, tentu supaya mereka semakin percaya dan yang tadinya takut menjadi damai sejahtera.

Untuk itu dari kisah Yesus menampakkan diri kepada para muridNya memberi penegasan bahwa damai sejahtera yang mereka butuhkan bukan dari harta, tempat yang aman untuk mereka berdiam, status sebagai para murid, bisa berkumpul seperti cara hidup jemaat yang dituliskan dalam Kisah Para Rasul 4 : 32 – 35, maupun diam bersama-sama dengan rukun seperti yang dituliskan pemazmur dalam Mazmur 133 saja. Tetapi damai sejahtera itu semata-mata karena Yesus dan dari Yesus.

Saudara, dari bacaan hari ini kita sama-sama belajar bahwa rasa takut itu sesuatu yang wajar karena para murid Yesus - yang dekat Yesus saja punya rasa takut. Tetapi jangan sampai rasa takut merenggut damai sejahtera dalam diri kita. Karena jadinya membuat kita terkunci, staknan seperti para murid Yesus. Ketika damai itu hilang, ingatlah kita juga penerima damai sejahtera karena Yesus yang hadir di hadapan para murid juga hadir dalam hidup kita dan berkata “Damai sejahtera bagi kamu!”

(mc)

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar