Sabtu, 21 Januari 2023

KERUGMA, DIDAKHE, DAN THERAPEIA

 Minggu III Sesudah Epifani

Yesaya 9:1-4 |Mazmur 27:1,4-9 | 1 Korintus 1:10-18 | Matius 4:12-23

Yesus melanjutkan perjalan pelayanan-Nya, namun kali ini Ia sengaja meninggalkan Nazaret dan pergi ke Galilea. Hal tersebut dilakukan karena Ia mengetahui sebuah kabar, yakni Yohanes Pembaptis sudah ditangkap. Ada hal menarik yang bisa kita lihat dari teks Injil Minggu ini.

Pertama, yakni ketika Yesus ternyata menyuarakan hal yang sama dengan Yohanes Pembaptis, yaitu “Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat”. Sebagaimana kita tahu, bahwa kalimat itu sangat khas dengan Yohanes Pembaptis. Ternyata, seakan ada tongkat estafet yang disambut dan dilanjutkan oleh Yesus. Sebenarnya, kita tahu bahwa sudah selayaknya Yesus menyuarakan hal ini, namun Injil Matius menuliskannya dengan tegas sebagai sebuah pesan yang kuat. Pesan yang disampaikan adalah pemberitaan (kerugma) mengenai Kerajaan Allah adalah hal yang tidak pernah berhenti disuarakan. Mengapa demikian? Bayangkan saja, sampai saat ini, berita kedatangan Kerajaan Allah masih relevan untuk didengungkan. Bagaimana tidak, moral manusia mengalami kemerosotan setiap waktu. Tindak kejahatan dan kecurangan seakan menjadi sebuah permakluman dimana-mana. Itulah kenapa, Yesus tidak hanya memberitakannya (kerugma), namun Ia konsisten mengajarkan (didakhe) itu semua kemana pun Ia pergi. Hal tersebut nyata, apalagi ketika banyak bagian dalam Injil yang mengisahkan bagaimana Yesus melayani dan memulihkan (therapeia) kepada banyak orang. Ada tiga unsur penting yang diusung Yesus dalam seluruh karyanya, yakni pemberitaan, pengajaran, dan pemulihan. Ketiga hal itulah yang menjadi intisari dari Kerajaan Allah yang menjadi misi utama Yesus. Jika Yesus diceritakan meneruskan, berarti menjadi tugas kita bersama untuk meneruskannya. Menjadi orang percaya bukanlah menjadi para penonton karya kebaikan Allah bagi dunia, namun kita adalah para penerus yang setia.

Bila mengingat tema ibadah Minggu ini, nampaknya begitu berat. Ada pemberitaan (kerugma) yang harus kita teruskan, pengajaran (didakhe) yang wajib kita tularkan, serta pemulihan (therapeia) yang juga harus kita lakukan. Bila kita memandang ketiganya secara terpisah, niscaya kita akan ngeper sebelum mulai mengerjakannya. Namun, bila kita menyadari bagaimana Yesus melakukannya sepanjang karya pelayanan-Nya, Ia melakukannya dalam satu waktu. Yesus terus membawa ketiga hal itu selalu, tak pernah dipisah-pisah. Bukankah ketika Yesus memberi makan orang lapar, menyembuhkan, dan hal-hal lainnya, Ia sedang memberitakan, mengajar, dan memulihkan? Apa maksudnya? Kita harus kembali sadar, bahwa intisari Kerajaan Allah adalah damai sukacita, dan itulah yang selalu diusung oleh Yesus. Misalkan saja, ketika Ia menyembuhkan orang sakit, jelas ada unsur penyembuhan, baik fisik ataupun mental. Bukan hanya itu, ia juga mengajarkan melalui hidup praksis dalam metode ajaran-Nya, dan tak lupa, melalui kesembuhan orang tersebut, Ia memberitakan kedamaian Kerajaan Allah. Begitu terus, hingga memuncak di peristiwa salib. Dalam peristiwa salib, Yesus memberitakan keselamatan bagi dunia, Yesus mengajarkan cinta yang mau membagi diri, serta ada pemulihan relasi antara manusia dan Allah. Jadi, bila kita setia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baik, niscaya kita sedang mengerjakan ketiga hal di atas secara bersamaan.

Kedua, mengenai pemanggilan para murid. Ketika Ia berjalan di pinggiran danau Galilea, Ia menjumpai mereka sedang khusuk mengerjakan perihal kerja mereka sebagai nelayan. Lalu, Yesus memanggil dan mengajak mereka. Bukan hanya itu, dituliskan secara khas dalam Matius, bahwa mereka semua dipanggil untuk menjadi penjala manusia. Tentu, predikat yang disematkan Yesus pada mereka menimbulkan pertanyaan; mengapa? Mengapa Yesus tidak meberi predikat lain yang mungkin lebih mentereng? Misalkan saja; Penginjil Dahsyat, Penyembuh Luar Biasa (agaknya contoh-contoh itu terlalu lebay. Cukup!) Alasan mengapa Yesus memberi mereka sebagai ‘penjala manusia’ sederhana. Ya, karena mereka adalah orang yang bekerja sebagai penjala. Keahlian mereka adalah menjala. Iya. Itu saja. Apa maksudnya? Berarti, Yesus benar-benar menghargai apa yang mereka bisa lakukan. Yesus melihat potensi dalam diri mereka untuk bisa digunakan dalam menyebarkan Injil kerajaan Allah. Bukankah ini memang karakter Allah? Ketika Allah selesai menyelesaikan ciptaan, Allah memandang segala sesuatunya sungguh amat baik (Kej 1:31).

Pesan yang hendak disampaikan melalui perikop ini sungguh sangat menolong bagi kita sekalian. Kadang kita meragu dengan diri kita sendiri, dan terlalu memandang spesial orang lain. Mungkin ada yang lebih pandai, ada yang lebih nampak bergairah, ada yang nampak begitu istimewa. Padahal, Yesus sendiri percaya bahwa kita punya kesempatan yang sama untuk bisa mengabarkan, mengajar dan menyembuhkan dengan potensi kita masing-masing. Sebuah buku berjudul You Do You; Discovering Life Through Experiences and Self-Awareness karya Fellexandro Rubby mencoba mengajak para pembaca untuk menemukan keotentikan diri dan memaksimalkan apa yang bisa kita lakukan.

Kiranya kita menjadi orang yang setia melakukan karya baik, sehingga Kerajaan Allah tetap tersuarakan, terajarkan dan pemulihan terjadi dalam laku hidup kita. Dan, ingatlah, kita dipanggil dalam keaslian kita sendiri. Amin.

ftp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar