Kamis, 09 Januari 2025

BAPTISAN: HIDUP BERKENAN KEPADA-NYA

Minggu Pembaptisan Tuhan
Yesaya 43:1-7 | Mazmur 29 | Kisah Para Rasul 8:14-17 | Lukas 3 :15-17, 21-22


Minggu ini kita mengingatrayakan Pembaptisan Tuhan kita, Yesus Kristus. Baptisan sendiri begitu penting dalam kehidupan kekristenan. Bagi orang-orang Protestan, baptisan adalah salah satu dari dua sakramen yang dijalankan dan dihayati sebagai tanda dan meterai atas perjanjian Allah; tanda yang kelihatan dari anugerah keselamatan Allah yang tak terlihat; tanda bahwa kita telah dipersatukan dalam tubuh Kristus. Namun, jika berbicara mengenai baptisan, perbedaan tradisi menjadi isu yang serius. Walaupun baptisan mempersatukan kita dalam tubuh Kristus, baptisan juga menjadi salah satu sumber perpecahan, justru karena masalah yang tidak esensial, cara. Padahal cara itu bukan sesuatu yang penting. Baptisannya saja tidak menyelamatkan, apalagi caranya. Salah satu yang penting dari baptisan adalah maknanya.

Pembaptisan Yesus sendiri tentu memiliki banyak makna yang bisa kita ambil, dan mungkin banyak dari antara kita yang sudah memahami arti atau makna dari pembaptisan Yesus. Dalam bacaan injil Minggu ini, dikatakan bahwa Yohanes berseru, “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis” (Luk. 3:3). Seruan untuk dibaptis di sini diawali dengan seruan untuk bertobat. Dengan demikian, baptisan yang diberikan Yohanes di sini adalah tanda pertobatan. Namun, kita juga tentu memahami bahwa Yesus adalah pribadi yang tidak berdosa, karena Ia adalah Pribadi dari Allah Trinitas. Jika Yesus tidak berdosa, lalu untuk apa Ia menerima baptisan tanda pertobatan?

Setidaknya ada dua alasan Yesus memberi diri dibaptis. Pertama, Yesus memberi teladan dan dukungan. Yohanes adalah nabi pertama setelah empat ratus tahun tidak muncul seorang pun nabi di Israel. Karena itu, banyak orang yang menghormati Yohanes, dan mengikuti pengajaran-pengajarannya. Pada saat itu juga, Yesus akan memulai pelayanan-Nya sebagai guru/rabi. Seorang guru akan dihormati jika ia melakukan sesuatu yang dianggap baik sehingga menjadi teladan bagi murid-muridnya. Yesus memberi diri dibaptis untuk menunjukkan bahwa Dia pun seorang guru, sambil memberi teladan kepada orang banyak untuk bertobat serta mendukung pelayanan yg dilakukan Yohanes. Kedua, pertobatan itu bukan pertobatan individual, melainkan pertobatan komunal. Seruan Yohanes untuk bertobat adalah seruan kepada seluruh bangsa, untuk bertobat sebagai sebuah bangsa yang telah berdosa di hadapan Tuhan. Yesus dibaptis dan bertobat bukan karena Ia secara individual telah berdosa, tetapi karena Ia adalah bagian dari suatu bangsa yang telah berdosa. Pembaptisan-Nya adalah bentuk pertobatan secara komunal, sekaligus untuk menyatakan pengampunan dari Allah.

Selain kedua alasan itu, ada makna yang utama soal pembaptisan Yesus. Sesudah Yesus dibaptis, terdengarlah suara dari surga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Luk. 3:22). Ini adalah penegasan dari Allah yang menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Jadi pembaptisan Yesus juga sebenarnya mau menegaskan bahwa diri-Nya adalah Anak Allah. Baptisan bukan hanya soal pertobatan dan pengampunan, tetapi juga soal relasi. Namun demikian, bukan berarti bahwa Yesus menjadi Anak Allah setelah Ia dibaptis. Yesus memang adalah Anak Allah, dan baptisan adalah afirmasi atau penegasan dari Bapa sendiri mengenai Yesus sebagai Anak yang dikasihi-Nya.

Afirmasi. Saudara-saudari, dalam dunia maya dan platform digital sekarang afirmasi itu sesuatu yang sangat penting. Kalau anda mengepos sesuatu di media sosial, entah status, foto, video, tweet atau apa pun itu, entah di Instagram, X, Tiktok, atau Facebook, pasti harapannya ada yang menyukai (like) posting-an. Bukan hanya posting-an, sekarang ini ada fenomena like komentar yang banyak. Orang yang komentarnya disukai oleh banyak orang, bahagianya luar biasa. Bahkan ada pula yang  meminta komentarnya disematkan biar menjadi komentar yang paling atas, padahal kita belum tentu kenal siapa dia dan dia juga belum tentu kenal siapa kita. Lalu kalau like-nya sedikit, bukan tidak mungkin kita agak kecewa. Afirmasi di media sosial ini bukan sesuatu yang akan bertahan selamanya, bahkan sesuatu yang dangkal. Namun, kita membutuhkannya. Mengapa? Karena kita makhluk sosial. Karena itu pula kita mendambakan penegasan atau afirmasi dari orang lain. Media sosial membuat persepsi itu, bahwa kita terhubung dengan banyak orang, dan diafirmasi oleh banyak orang.

Namun demikian, apa yang terjadi pada Yesus bukan sekadar afirmasi atau penegasan, melainkan perkenanan. "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan". Penegasan sekaligus perkenanan inilah yang melandasi seluruh identitas Yesus sebagai manusia yang berkarya dalam dunia. Pembaptisan Yesus ini yang menjadi landasaan keseluruhan karya Kristus. Bahkan sampai kematian dan kebangkitan-Nya, tidak lepas dari perkenanan Allah dan identitassebagai Anak Allah yang dikasihi. Ketika Ia menghadapi momen tergelap dalam hidupnya, Yesus tidak mundur. Ia tetap melakukan kehendak Bapa-Nya, karena Ia tahu Ia diperkenan, ia dicintai Sang Bapa, dan itu cukup. Ia tidak perlu pembuktian diri, karena cinta dan perkenanan Allah sudah cukup.

Inilah alasan mengapa baptisan itu sangat penting. Dengan baptisan kita memang mengalami pengampunan. Namun, yang lebih utama adalah soal relasi. Dengan baptisan di dalam bersama Kristus, kita pun diafirmasi sebagai anak-anak Allah. Tidak hanya itu, kita dicintai oleh Allah yang berkenan kepada kita. Karena itu, baptisan juga adalah penegasan status kita sebagai anak-anak Allah, sehingga setiap kali kita mengenang janji baptisan melalui pengakuan iman, kita pun diingatkan akan itu. Dengan mengenang janji baptis kita, kita selalu diingatkan bahwa kita dicintai. Karena itu, tidak perlu cari pengakuan dan afirmasi dengan banyak tingkah. Kita yang dibaptis bersama Kristus, kita pun dicintai dan diperkenan Allah. Itu cukup. Cinta dan perkenanan Allah itu lebih dari cukup.

Cinta-Nya dinyatakan lewat penyertaannya sehari-hari; lewat udara yang kita hirup; lewat keluarga atau sahabat yang ada dan mendukung kita; lewat rekan kerja atau rekan pelayanan yang suportif; lewat pekerjaan kita yang membuat kita merasa hidup dan berguna; lewat makanan dan minuman sehari-hari. Bahkan momen tergelap dalam hidup kita pun Ia tidak pernah meninggalkan kita, sebagamana Ia tidak pernah meninggalkan Yesus, Anak-Nya. Dengan mengenang janji baptis kita dalam Pengakuan Iman, kita selalu diingatkan dan disadarkan  bahwa kita adalah anak-anak yang dikasihi dan diperkenan Allah. Karena itu kita pun seharusnya hidup sebagai anak-anak Allah, berperilaku, berpikir, bertindak sebagai anak-anak Allah yang hidup dalam cinta dan perkenanan-Nya. (ThN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar