Yohanes 9:1-41
Dengan mata kita dapat melihat
keindahan dunia ciptaan Tuhan. Melalui buku kita dapat mengintip dunia secara
luas, sebab buku adalah jendela dunia. Hari ini, kita bisa melihat keadaan dunia
melalui media cetak dan berbagai media sosial berbasis internet. Dari semua
yang ada kita melihat banyak orang sedang bergumul, banyak yang menjadi begitu
kuatir, namun tak sedikit pula yang menganggap remeh pergumulan dunia hari ini:
wabah virus corona.
Apa yang bisa kita lihat dari
kejadian hari-hari ini?
Mari kita renungkan bacaaan Injil
hari ini yang memuat kisah penyembuhan seorang pengemis buta.
Seorang buta tentu memiliki
keterbatasan yang membuatnya tak dapat melihat apa yang kita lihat. Seringkali
mereka diremehkan, diperlakukan sebagai bukan siapa-siapa. Tak sedikit juga
yang menaruh prasangka-prasangka terhadap mereka. Muncul pertanyaan-pertanyaan:
Apakah keadaan buta merupakan hukuman dari Allah karena dosa yang tersembunyi?
Siapa yang berbuat dosa, orang tuanya kah, sauadaranya kah?
Pertanyaan ini muncul jikalau
orang berpikir bahwa Allah seperti kita: Anda menyakiti saya, sekarang saya
akan membalas menyakiti Anda.
Kita berpikir hanya saat orang
berhasil, kaya raya, memiliki jenjang karir yang baik dan keluarga yang
harmonis, ia diberkati Tuhan. Sementara saat kegagalan dialami, relasi sedang
retak, dan kesehatan memburuk menjadi tanda bahwa sesuatu yang salah dan buruk
telah dilakukan dalam hidup mereka dan mengecewakan Tuhan. Sangat mungkin itu yang sedang dipikirkan banyak orang, Allah sedang
marah pada dunia sehingga mendatangkan wabah.
Apakah ini pandangan Yesus? BUKAN!
"Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena
pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (ay.3)
Bagi Yesus setiap pribadi
istimewa dan penting, apa pun sukunya, di manapun ia hidup, baik sehat pun
sakit. Sebab setiap pribadi diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Kita semua
dilahirkan agar karya-karya Allah dapat nyata dalam diri kita. Sehingga Yesus
kemudian dengan penuh belarasa menyentuh orang itu untuk menyembuhkannya. Yesus
menyentuh pengemis buta itu dengan kasih yang mendalam dan membuat pengemis itu
melihat dan mengenali kasih Allah dalam hidup-Nya.
Namun orang-orang disekitarnya keheranan dan tak mampu
mengenali kasih Allah dalam peristiwa tersebut. Sebab mereka terlanjur hidup
dalam pengetahuan dan pemahaman doktrinal beku mereka tentang larangan dan
hukum agama semata. Sehingga sebuah pengalaman iman yang ada di depan mata, tak
dapat dikenali sebagai sebuah perjumpaan indah dengan Allah di tengah masalah.
Oleh karena itu, mari kita lihat kembali dengan penuh syukur,
sebuah kisah mujizat penyembuhan pengemis buta yang menjadi bukti perjumpaan
Allah dengan pergumulan manusia di dunia. Dari kisah ini lihatlah pertama-tama,
Allah sedang hadir dalam peristiwa itu, di dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
Ada sebuah lagu hymn indah yang tercipta dari doa yang
ditulis Richard dari Chichester pada Abad Pertengahan:
Tuhan yang terkasih, tiga hal yang ingin aku mohonkan,
agar aku dapat melihat-Mu lebih jelas,
mencintai-Mu lebih sungguh-sungguh,
mengikuti-Mu lebih dekat,
hari demi hari.
Lagu ini mengingatkan kita bahwa
hari demi hari, setiap hari, kita perlu memperdalam kerinduan kita melihat dan
mengenali kehadiran Allah dalam hidup dan pergumulan kita. Kita akan menjadi
buta, kalau kita tidak mencintai Allah dan segala cara-Nya yang ajaib.
Yesus Kristus memanggil kita
untuk mengalami pengalaman yang sama dengan pengemis buta yang setelah melihat,
ia mulai dengan mengenal “orang yang yang disebut Yesus itu…” (ay.11), lalu ia
bersaksi bahwa “Ia adalah seorang nabi.” (ay.17), dan ia mendaku bahwa segala yang
dilakukan Yesus kepadanya menandakan Yesus datang dari Allah (ay.30-33). Kisah
ini berujung pada pernyataan pengemis itu di ayat 38: “Aku percaya, Tuhan!”, lalu sujud menyembah-Nya.
Yesus ingin setiap orang yang
percaya mau memiliki kesadaran bahwa kita adalah orang-orang yang “sakit dan
buta”, memiliki keterbatasan, sehingga kita membutuhkan Terang Kebenaran: Yesus
Kristus.
Sekarang, apakah kita ingin agar
mata kita terbuka terhadap kebenaran? Apakah kita mau melihat realita kerapuhan
dan ketakutan kita? Mungkin jawaban kita: Ya! Saya ingin! Namun sering kali
hanya punya sedikit waktu atau tidak mempunyai waktu sama sekali untuk hal-hal
hakiki: melihat Yesus lebih jelas, mencintai Yesus lebih sungguh-sungguh, dan mengikut
Yesus lebih dekat – berwaktu teduh bersama Tuhan, baik secara pribadi maupun
bersama keluarga.
Oleh karena itu, ketika hari-hari
ini kita diminta untuk lebih banyak menahan diri di rumah, belajar, bekerja,
dan beribadah dari rumah, gunakanlah waktu-waktu yang ada untuk memurnikan
kembali panggilan kita. Gunakan waktu yang ada untuk melihat Yesus lebih jelas,
mencintai Yesus lebih sungguh-sungguh, dan mengikut Yesus lebih dekat di tengah
peristiwa wabah hari ini. Sehingga mata kita dicelikkan untuk melihat bahwa
Yesus Kristus ada di tengah-tengah pergumulan kita hari ini, bersama dengan
para pasien, bersama dengan para tenaga medis di garis terdepan, bersama dengan
Anda yang masih harus bekerja dengan protokol-protokol kesehatan, dan bersama
dengan Anda dan keluarga yang sedang di rumah saja. Sehingga kita pun tetap dan terus berkata: Aku percaya, Tuhan! Amin.
# Jika Anda sedang beribadah dari rumah saja, tanyakanlah pada anggota
keluargamu (langsung ataupun melalui media online bila mereka di lain tempat):
apakah yang dirasakan hari ini ketika harus belajar, bekerja, dan beribadah
dari rumah? Apakah ada kebosanan? Apakah mulai timbul rasa stress sebab ada
penurunan keadaan ekonomi? Saling menghiburlah dan saling mendoakanlah.
# Bila akhirnya perlu keluar untuk keperluan yang sangat penting,
lakukanlah kesepakatan-kesepakatan hal-hal apa yang masih mungkin dilakukan,
sampai berapa waktu tertentu saja dan segera kembali ke rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar