Jumat, 20 Maret 2020

MATA YANG DICELIKKAN



Yohanes 9:1-41

Dengan mata kita dapat melihat keindahan dunia ciptaan Tuhan. Melalui buku kita dapat mengintip dunia secara luas, sebab buku adalah jendela dunia. Hari ini, kita bisa melihat keadaan dunia melalui media cetak dan berbagai media sosial berbasis internet. Dari semua yang ada kita melihat banyak orang sedang bergumul, banyak yang menjadi begitu kuatir, namun tak sedikit pula yang menganggap remeh pergumulan dunia hari ini: wabah virus corona.

Apa yang bisa kita lihat dari kejadian hari-hari ini?
Mari kita renungkan bacaaan Injil hari ini yang memuat kisah penyembuhan seorang pengemis buta.

Seorang buta tentu memiliki keterbatasan yang membuatnya tak dapat melihat apa yang kita lihat. Seringkali mereka diremehkan, diperlakukan sebagai bukan siapa-siapa. Tak sedikit juga yang menaruh prasangka-prasangka terhadap mereka. Muncul pertanyaan-pertanyaan: Apakah keadaan buta merupakan hukuman dari Allah karena dosa yang tersembunyi? Siapa yang berbuat dosa, orang tuanya kah, sauadaranya kah?

Pertanyaan ini muncul jikalau orang berpikir bahwa Allah seperti kita: Anda menyakiti saya, sekarang saya akan membalas menyakiti Anda.
Kita berpikir hanya saat orang berhasil, kaya raya, memiliki jenjang karir yang baik dan keluarga yang harmonis, ia diberkati Tuhan. Sementara saat kegagalan dialami, relasi sedang retak, dan kesehatan memburuk menjadi tanda bahwa sesuatu yang salah dan buruk telah dilakukan dalam hidup mereka dan mengecewakan Tuhan. Sangat mungkin itu yang sedang dipikirkan banyak orang, Allah sedang marah pada dunia sehingga mendatangkan wabah.

Apakah ini pandangan Yesus? BUKAN!
"Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (ay.3)

Bagi Yesus setiap pribadi istimewa dan penting, apa pun sukunya, di manapun ia hidup, baik sehat pun sakit. Sebab setiap pribadi diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Kita semua dilahirkan agar karya-karya Allah dapat nyata dalam diri kita. Sehingga Yesus kemudian dengan penuh belarasa menyentuh orang itu untuk menyembuhkannya. Yesus menyentuh pengemis buta itu dengan kasih yang mendalam dan membuat pengemis itu melihat dan mengenali kasih Allah dalam hidup-Nya.

Namun orang-orang disekitarnya keheranan dan tak mampu mengenali kasih Allah dalam peristiwa tersebut. Sebab mereka terlanjur hidup dalam pengetahuan dan pemahaman doktrinal beku mereka tentang larangan dan hukum agama semata. Sehingga sebuah pengalaman iman yang ada di depan mata, tak dapat dikenali sebagai sebuah perjumpaan indah dengan Allah di tengah masalah.
Oleh karena itu, mari kita lihat kembali dengan penuh syukur, sebuah kisah mujizat penyembuhan pengemis buta yang menjadi bukti perjumpaan Allah dengan pergumulan manusia di dunia. Dari kisah ini lihatlah pertama-tama, Allah sedang hadir dalam peristiwa itu, di dalam diri Tuhan Yesus Kristus.

Ada sebuah lagu hymn indah yang tercipta dari doa yang ditulis Richard dari Chichester pada Abad Pertengahan:
Tuhan yang terkasih, tiga hal yang ingin aku mohonkan,
agar aku dapat melihat-Mu lebih jelas,
mencintai-Mu lebih sungguh-sungguh,
mengikuti-Mu lebih dekat,
hari demi hari.

Lagu ini mengingatkan kita bahwa hari demi hari, setiap hari, kita perlu memperdalam kerinduan kita melihat dan mengenali kehadiran Allah dalam hidup dan pergumulan kita. Kita akan menjadi buta, kalau kita tidak mencintai Allah dan segala cara-Nya yang ajaib.

Yesus Kristus memanggil kita untuk mengalami pengalaman yang sama dengan pengemis buta yang setelah melihat, ia mulai dengan mengenal “orang yang yang disebut Yesus itu…” (ay.11), lalu ia bersaksi bahwa “Ia adalah seorang nabi.” (ay.17), dan ia mendaku bahwa segala yang dilakukan Yesus kepadanya menandakan Yesus datang dari Allah (ay.30-33). Kisah ini berujung pada pernyataan pengemis itu di ayat 38: “Aku percaya, Tuhan!”, lalu sujud menyembah-Nya.

Yesus ingin setiap orang yang percaya mau memiliki kesadaran bahwa kita adalah orang-orang yang “sakit dan buta”, memiliki keterbatasan, sehingga kita membutuhkan Terang Kebenaran: Yesus Kristus.

Sekarang, apakah kita ingin agar mata kita terbuka terhadap kebenaran? Apakah kita mau melihat realita kerapuhan dan ketakutan kita? Mungkin jawaban kita: Ya! Saya ingin! Namun sering kali hanya punya sedikit waktu atau tidak mempunyai waktu sama sekali untuk hal-hal hakiki: melihat Yesus lebih jelas, mencintai Yesus lebih sungguh-sungguh, dan mengikut Yesus lebih dekat – berwaktu teduh bersama Tuhan, baik secara pribadi maupun bersama keluarga.

Oleh karena itu, ketika hari-hari ini kita diminta untuk lebih banyak menahan diri di rumah, belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah, gunakanlah waktu-waktu yang ada untuk memurnikan kembali panggilan kita. Gunakan waktu yang ada untuk melihat Yesus lebih jelas, mencintai Yesus lebih sungguh-sungguh, dan mengikut Yesus lebih dekat di tengah peristiwa wabah hari ini. Sehingga mata kita dicelikkan untuk melihat bahwa Yesus Kristus ada di tengah-tengah pergumulan kita hari ini, bersama dengan para pasien, bersama dengan para tenaga medis di garis terdepan, bersama dengan Anda yang masih harus bekerja dengan protokol-protokol kesehatan, dan bersama dengan Anda dan keluarga yang sedang di rumah saja. Sehingga kita pun tetap dan terus berkata: Aku percaya, Tuhan! Amin.

# Jika Anda sedang beribadah dari rumah saja, tanyakanlah pada anggota keluargamu (langsung ataupun melalui media online bila mereka di lain tempat): apakah yang dirasakan hari ini ketika harus belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah? Apakah ada kebosanan? Apakah mulai timbul rasa stress sebab ada penurunan keadaan ekonomi? Saling menghiburlah dan saling mendoakanlah.
# Bila akhirnya perlu keluar untuk keperluan yang sangat penting, lakukanlah kesepakatan-kesepakatan hal-hal apa yang masih mungkin dilakukan, sampai berapa waktu tertentu saja dan segera kembali ke rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar