Kamis, 12 Maret 2020

MEMBUKA ISOLASI, MENJALIN RELASI

Minggu Prapaskah III
Kel 17:1-7 | Mzm 95 | Roma 5:1-11 | Yoh 4:5-42

Kita sudah menginjakkan kaki pada perjalanan Minggu Prapaskah III. Minggu Prapaskah III ini menjadi tanda bahwa Kristus semakin dekat pada jalan panggilanNya, via dolorosa. Perjalanan permenungan Minggu Prapaskah III ini menyinggahi sebuah peristiwa dimana Yesus berjumpa dengan perempuan Samaria di Sumur Yakub.

Bacaan Injil yang cukup panjang ini terbalut dalam kesatuan Injil Yohanes, tepatnya pada Yohanes 4:5-42. Kisah ini menceritakan bagaimana Yesus dalam perjalananNya merasa sangat ketih (ay. 6), pada waktu siang bolong, lalu duduk di tepi sumur. Ia bertemu dengan perempuan Samaria yang hendak mengambil air. Air menjadi simbol penting dalam cerita ini. Ada yang saling memberi dan saling menerima. Yesus dalam keletihanNya, Ia merasa haus (ay. 6). Yesus tak segan untuk meminta pada perempuan Samaria itu untuk diberi minum. Bukankah Yesus seharusnya gengsi? Ia adalah orang Yahudi yang umumnya memandang sebelah mata pada orang Samaria, apalagi ia seorang perempuan? Alasan orang Yahudi memandang orang Samaria dengan sebelah mata adalah sejarah Israel Utara yang ditaklukan oleh bangsa Asyur yang berujung pada asimilasi dan kawin campur. Tapi, justru hal unik dilakukan oleh Yesus, yakni Ia (1) membuka obrolan dan (2) berposisi sebagai orang yang meminta tolong. Dua tindakan Yesus ini menunjukkan kesediaan untuk membuka isolasi yang selama ini memenjara orang-orang pada zaman itu untuk hidup bersama.

Tidak berhenti di situ, Yesus juga menawarkan air pada perempuan itu. "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus  untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal (ay. 13-14). Mengapa Yesus juga menawarkan air? Yesus tahu, bahwa air adalah kebutuhan pokok manusia. Bukan hanya secara lahiriah, tapi batiniah. Lahiriah untuk menghilangkan dahaga, seperti yang dilakukan Yesus. Secara batiniah? Banyak manusia yang mengalami kekeringan jiwa, yang seringkali efeknya begitu menakutkan. Inilah yang dipahami dan ditawarkan Yesus, yakni air kehidupan yang sejati. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Yesus memberikan air itu kepada perempuan itu?

"Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.(ay. 17-18)" Tanpa perempuan itu bercerita, Yesus tahu akan latar belakangnya. Lihatlah, Yesus tidak menstigma perempuan itu seperti yang biasanya orang lakukan pada masa itu. Perempuan itu mempunyai lima suami, dan kumpul kebo dengan seseorang. Dengan lensa hukum dan moral, dengan mudah kita akan menjatuhkan penghakiman padanya. Namun tidak dengan Yesus, ia memandang perempuan itu dengan kasih. Yesus tahu, ada yang terhilang darinya. 5 suami sah, dan 1 hubungan tak resmi. Yesus tahu benar, perempuan itu tak merasakan cinta dalam hidupnya. Budayawan Indonesia yang juga seorang Dhalang, Sudjiwo Tedjo pernah berkata, ”menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa”. Ia menjalani rangkaian hubungan, namun tanpa cinta. Ia terpenjara dalam hukum perkawinan, namun tak menemukan cinta itu. Sampai akhirnya, ia memilih menjalani hubungan tanpa status (HTS). Ternyata hasilnya tak berbeda. Ia merasa kering. Jiwanya kosong dan dipenuhi kerinduan akan sentuhan cinta. Di sinilah, Yesus menunjukkan cinta padanya. Yesus mengalirinya dengan cinta sejati. Cinta yang menerima. Cinta yang memeluk. Cinta yang membalut. Cinta yang menyentuh jiwa yang kering keronta. Cinta yang melegakan jiwa yang merindu. Cinta yang tidak menghakimi. Bukankah kelegaan manusia adalah ketika ia mencinta dan dicinta?

Tema “Membuka Isolasi Menjalin Relasi” memang berujung pada kisah perempuan itu yang diterima oleh komunitasnya, bahkan ketika ia hadir sebagai penyaksi, namun yang tak kalah penting adalah ketika air kehidupan, yakni cinta Allah itu melegakan dan melepaskannya dari kebingungan dan lara yang ditanggungnya. Dalam keringnya jiwa, di situ terdapat erangan penuh kerinduan untuk dialiri air kehidupan, dan Yesuslah sumber air itu. Air itu ditawarkan padamu, dan juga untukku. (FTP)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar