Minggu
Prapaskah III
Kel
17:1-7 | Mzm 95 | Roma 5:1-11 | Yoh 4:5-42
Kita
sudah menginjakkan kaki pada perjalanan Minggu Prapaskah III. Minggu Prapaskah
III ini menjadi tanda bahwa Kristus semakin dekat pada jalan panggilanNya, via dolorosa. Perjalanan permenungan
Minggu Prapaskah III ini menyinggahi sebuah peristiwa dimana Yesus berjumpa
dengan perempuan Samaria di Sumur Yakub.
Bacaan
Injil yang cukup panjang ini terbalut dalam kesatuan Injil Yohanes, tepatnya pada
Yohanes 4:5-42. Kisah ini menceritakan bagaimana Yesus dalam perjalananNya
merasa sangat ketih (ay. 6), pada waktu siang bolong, lalu duduk di tepi sumur. Ia bertemu dengan perempuan
Samaria yang hendak mengambil air. Air menjadi simbol penting dalam cerita ini.
Ada yang saling memberi dan saling menerima. Yesus dalam keletihanNya, Ia merasa
haus (ay. 6). Yesus tak segan untuk meminta pada perempuan Samaria itu untuk
diberi minum. Bukankah Yesus seharusnya gengsi? Ia adalah orang Yahudi yang
umumnya memandang sebelah mata pada orang Samaria, apalagi ia seorang
perempuan? Alasan orang Yahudi memandang orang Samaria dengan sebelah mata
adalah sejarah Israel Utara yang ditaklukan oleh bangsa Asyur yang berujung
pada asimilasi dan kawin campur. Tapi, justru hal unik dilakukan oleh Yesus,
yakni Ia (1) membuka obrolan dan (2) berposisi sebagai orang yang meminta
tolong. Dua tindakan Yesus ini menunjukkan kesediaan untuk membuka isolasi yang
selama ini memenjara orang-orang pada zaman itu untuk hidup bersama.
Tidak
berhenti di situ, Yesus juga menawarkan air pada perempuan itu. "Barangsiapa minum
air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan
kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang
akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang
terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (ay. 13-14). Mengapa Yesus juga menawarkan air? Yesus
tahu, bahwa air adalah kebutuhan pokok manusia. Bukan hanya secara lahiriah,
tapi batiniah. Lahiriah untuk menghilangkan dahaga, seperti yang dilakukan
Yesus. Secara batiniah? Banyak manusia yang mengalami kekeringan jiwa, yang
seringkali efeknya begitu menakutkan. Inilah yang dipahami dan ditawarkan
Yesus, yakni air kehidupan yang sejati. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Yesus memberikan
air itu kepada perempuan itu?
"Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu,
bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.(ay. 17-18)" Tanpa perempuan itu bercerita, Yesus
tahu akan latar belakangnya. Lihatlah, Yesus tidak menstigma perempuan itu
seperti yang biasanya orang lakukan pada masa itu. Perempuan itu mempunyai lima
suami, dan kumpul kebo dengan seseorang. Dengan lensa hukum dan moral, dengan
mudah kita akan menjatuhkan penghakiman padanya. Namun tidak dengan Yesus, ia
memandang perempuan itu dengan kasih. Yesus tahu, ada yang terhilang darinya. 5
suami sah, dan 1 hubungan tak resmi. Yesus tahu benar, perempuan itu tak
merasakan cinta dalam hidupnya. Budayawan Indonesia yang juga seorang Dhalang,
Sudjiwo Tedjo pernah berkata, ”menikah
itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak
dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa”. Ia menjalani rangkaian hubungan,
namun tanpa cinta. Ia terpenjara dalam hukum perkawinan, namun tak menemukan
cinta itu. Sampai akhirnya, ia memilih menjalani hubungan tanpa status (HTS).
Ternyata hasilnya tak berbeda. Ia merasa kering. Jiwanya kosong dan dipenuhi
kerinduan akan sentuhan cinta. Di sinilah, Yesus menunjukkan cinta padanya.
Yesus mengalirinya dengan cinta sejati. Cinta yang menerima. Cinta yang
memeluk. Cinta yang membalut. Cinta yang menyentuh jiwa yang kering keronta.
Cinta yang melegakan jiwa yang merindu. Cinta yang tidak menghakimi. Bukankah
kelegaan manusia adalah ketika ia mencinta dan dicinta?
Tema “Membuka Isolasi Menjalin Relasi” memang berujung
pada kisah perempuan itu yang diterima oleh komunitasnya, bahkan ketika ia
hadir sebagai penyaksi, namun yang tak kalah penting adalah ketika air
kehidupan, yakni cinta Allah itu melegakan dan melepaskannya dari kebingungan
dan lara yang ditanggungnya. Dalam keringnya jiwa, di situ terdapat erangan
penuh kerinduan untuk dialiri air kehidupan, dan Yesuslah sumber air itu. Air
itu ditawarkan padamu, dan juga untukku. (FTP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar