Rabu, 09 September 2020

PENGAMPUNAN MEMULIHKAN SEMUA

(Minggu Biasa)
Kejadian 50 : 15 – 21; Mazmur 103: 8 – 13; Roma 14 : 1 – 12; Matius 18 : 21 – 35 


Saudara, pernahkah anda dilukai? pasti pernah. Entah oleh orangtua, saudara, teman, rekan kerja, maupun rekan pelayanan. Luka yang ditorehkan bisa melalui kata-kata, niat maupun tindakan. Apapun itu, luka adalah luka. Ketika kita dilukai, lantas bagaimana respon kita? mungkin kita marah, benci, dendam, dan perasaan emosi negatif lainnya. Bahkan tidak segan kita memikirkan bagaimana cara supaya kita membalas mereka yang melukai kita. Supaya mereka tahu terluka itu tidak enak rasanya dan butuh proses yang lama untuk memulihkan diri.

Ketika kita dilukai, kita mau belajar dari tindakan Yusuf. Kita tahu bagaimana nahasnya hidup Yusuf. Saudara-saudaranya iri dan membenci Yusuf karena ia begitu dikasihi oleh ayahnya, Yakub. Alhasil Yusuf dibuang dan dijual kepada orang Ismael (Kej. 37). Ketika ada peristiwa saudara-saudara diperjumpakan lagi dengannya, apa yang dilakukan Yusuf? secara manusiawi kita berpikir Yusuf pantas marah, Yusuf pantas balas, Yusuf pantas untuk membenci keluarganya sendiri karena telah membuang dan menjualnya seperti budak dan binatang.  Tetapi yang dipilih Yusuf bukan membenci, marah dan membalas. Yusuf justru memilih untuk mengampuni mereka (Kej. 50 : 20 – 21).

          Saudara, bukan hanya dari kisah Yusuf kita belajar bahwa pengampunan yang sukar itu harus dipilih. Kita juga mau belajar dari pengajaran Yesus dalam bacaan Injil. (ay. 21) Petrus bertanya pada Yesus “sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? sampai tujuh kali?” Pertanyaan Petrus ini seakan menunjukkan ada batasan untuk mengampuni dan kalau sudah mencapai batasan itu, maka bisa jadi tidak perlu ada pengampunan.

Petrus juga berpikir Batasan untuk mengampuni apakah cukup sampai tujuh kali saja? Tapi mengapa Petrus berpikir Batasan mengampuni hanya sampai tujuh kali saja? karena angka tujuh dalam tradisi Yahudi merupakan simbol kesempurnaan. Namun, Yesus menjawab pertanyaan Petrus dengan angka-angka yang tak terduga. Yesus katakan, (ay. 22) “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali”

          Maksud dari jawaban Yesus tentu bukanlah 490 kali saja mengampuni orang lain. Karena kalau demikian, kita akan mengingat, menghitung dan mencatat kesalahan orang lain sampai 490 kali. Kalau lebih dari itu, maka it’s time to revenge. Tentu tidak demikian. Jawaban Yesus kalau ditulis dengan angka menjadi 70 x 7 x. Hal ini berarti tidak terhitung, tidak terjumlahkan, tidak terbatas. Dengan demikian,  mengampuni orang lain harusnya berkali-kali, tidak dihitung dan tidak terbatas.

           Apa yang Yesus sampaikan ini bukan hanya omdo (omong doang). Tetapi sudah dan terus dilakukan oleh Allah. Hal ini dialami, dituliskan dan ditegaskan oleh pemazmur (Mzm. 103 : 8 – 12) “TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.”

          Biarlah apa yang Allah lakukan menjadi pemicu dan pemacu kita untuk mengampuni sekalipun tak mudah. Namun dengan mengampuni, kita bukan memulihkan orang lain yang melukai kita, tetapi kita pun memulihkan diri kita sendiri. Karena pengampunan memulihkan semua. Tak mudah dan butuh waktu, bukan berarti tak bisa. Berproseslah dengan Allah. Biar Allah yang membalut luka kita, memberi kita hati yang kuat dan mau memilih mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita. Amin.

-mc-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar