Kamis, 03 September 2020

Saudara Yang Menjaga dalam Kasih

 Minggu Biasa 

Matius 18:15-20

Suatu kali di negeri Amarta, terjadi sebuah malapetaka. Salah satu pusaka kerajaan yang begitu dijaga raib dicuri orang. Semua orang kebingungan. Yudhistira sebaga raja juga kebingungan kemana hilangnya pusaka itu. Entah kenapa, ada yang berkata bahwa Abimanyu, putra Arjuna lah yang mengambilnya. Arjuna langsung buta hati, malu atas kelakuan anaknya. Pantang bagi ksatria melakukan tindakan sebusuk itu. Seketika Arjuna mencari Abimanyu, langsung memukulnya hingga terlempar ke tengah hutan. Namun singkat cerita, Arjuna disadarkan bahwa itu hanyalah hoax. Ia merasa bersalah. Bukannya bertanya baik-baik dan mengklarifikasi, ia langsung naik pitam dan menghajar anaknya, Abimanyu.

Sayangnya, kita sering bertidak seperti Arjuna. Ketika mengetahui seseorang berbuat salah, kita bisa sekonyong-konyong ikut menyalahkan dan menghakimi orang itu. Tanpa bertanya, klarifikasi, atau menegur, kita mudah menjatuhkan prasangka negative atas sebuah dugaan. Ya, masih sekedar dugaan. Namun, bagaimana Firman Tuhan kali ini akan menegur kita?

Bacaan Injil Minggu ini ada dalam Matius 18:15-20 tentang menasihati sesama saudara. Di ayat 15 Yesus katakan,  "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata..” Yesus ingin agar kita menegur seseorang dengan baik. Mengapa demikian? Ada tipikal orang yang kalau menegur tidak mengenal tempat dan waktu. Bisa saja di depan orang banyak, atau di waktu yang sangat tidak pas. Apakah niatnya baik? Bisa saja niatnya memang baik, namun bukankah itu bisa memperparah keadaan dengan cara mempermalukan mereka yang ditegur. Berati kita mengetahui maksud Yesus di sini adalah kita bisa menegur seseorang dengan kasih. Mengapa? Terkadang teguran itu bisa berbuah cekcok atau saling berbantah. Misalnya saja ketika kita menegur seseorang yang berbuat salah. Niat kita baik, yakni menegur, namun kadang-kadang niat itu tak tersampaikan. Hati yang tersakiti atau tersinggung bisa melahirkan sebuah pertengkaran. Bahkan tidak jarang, saling berbantah terjadi dalam gereja. Bukankah relasi dalam gereja sudah semestinya memperlihatkan kasih yang mejaga satu dengan yang lain? dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK), ayat 15 diterjemahkan demikian, Kalau saudaramu berdosa terhadapmu, pergilah kepadanya dan tunjukkanlah kesalahannya. Lakukanlah itu dengan diam-diam antara kalian berdua saja.Ada kata lakukankah itu dengan diam-diam. Berarti, segala teguran kita haruslah berlandaskan kasih. Kasih itu tidak menyudutkan, menghakimi, menghancurkan. Kasih itu merawat, membalut yang terluka, menuntun dengan penuh kerendahan hati dan kesabaran.

Yesus juga mengimbuhkan, jika teguran kita tidak didengarkan haruslah mengajak 2 atau 3 orang sebagai saksi (ay. 16). Mendengar keterangan saksi memanglah sebuah tradisi peradilan Yahudi. Akan tetapi, kita perlu melihat, bahwa yang diajarkan Yesus bukanlah tentang penghakiman, namun bagaimana menasihati antar saudara. Menasihati tentu beda dengan penghakiman. Motivasi menjadi hal yang sangat berpengaruh. Jika menghakimi, apapun yang ada dalam perbincangan akan menjadi sangat negative, sedangkan menasihati akan mau mendengar dengan baik. Dengan mengajak saudara yang lain untuk bisa menasihati, berarti ada sebuah keseriusan untuk mengasihi sebagai saudara. Bukankah Yesus sedang berbicara tentang kesehatian sebuah persekutuan?

Beberapa waktu yang lalu, jagad perfilman nasional disegarkan dengan munculnya sebuah film pendek ke permukaan melalui platform Youtube. Film itu berjudul ‘TILIK’. Film yang bercerita tentang sekumpulan ibu-ibu yang hendak menjenguk Bu Lurah Film itu tergolong unik, karena setting film itu nyaris terjadi di atas sebuah truk. Film itu hanya berbicara tentang betapa nyinyir mulut seorang Bu Tejo. Film itu mengocok perut, namun banyak juga mendapat reaksi buruk dari banyak pihak. Banyak yang mengkritik bahwa film itu justru menunjukkan keburukan tabiat ibu-ibu kampung. Padahal, film itu menunjukkan realitas masyarakat kita, entah itu kampong atau kota, biasanya ketika ada bahan gibah, akan diserang bersama-sama. Yesus menyuruh kita untuk mengajak yang lain bukan untuk gibah atau menilai, namun bersama-sama menasihati dengan penuh kasih. Godaan untuk bergosip itu besar. Laki-laki atau perempuan sama saja. Masyarakat atau gereja sama saja. Segala sesuatu harus didasari oleh kasih yang merawat, yang melindungi.

Ayat 20 seringkali dicuplik begitu saja tanpa memperhatikan keterkaitan dengan keseluruhan isi perikop. Misalnya saja, ketika ada Persekutuan atau PA, yang datang sedikit sekali. Katakana 4 atau 5. Padahal yang diharapkan bisa sampai 30 orang. Lalu salah seorang menyuplik ayat ini, mengatakan bahwa jika 2 atau 3 orang berkupul dalam nama Tuhan Yesus, Dia hadir. Itu namanya mengibur (menipu) diri sendiri dengan ayat alkitab. Padahal maksud Yesus di sini adalah tentang sebuah cara untuk menasihati. Jika kita bersama-sama dengan 2 atau 3 orang sedang mencoba menasihati dengan kasih, Tuhan senantiasa menyertai. Dengan 2 atau 3 orang dalam sebuah tim, kita akan mendapat perspektif baru, saling melengkapi dan saling menguatkan. Itulah yang dimaksudkan Yesus. Kita akan dibawa terus untuk setia dalam rel (baca: kasih) untuk menasihati dalam upaya untuk menjaga.

Jagalah dan nasihatilah saudaramu, dengan kasih.

ftp

x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar