Kamis, 12 Agustus 2021

MAKANAN DAN MINUMAN SEJATI

Minggu Biasa XX

Amsal 9:1-6 | Mazmur 34:10-15 | Efesus 5:15-20 | Yohanes 6:51-58


Apa yang kita bayangkan ketika Yesus berkata, “… jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu”; atau ”Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal …”? Sebagai gereja, orang Kristen, kita pasti akan langsung menghubungkannya dengan Sakramen Perjamuan Kudus. Setiap Perjamuan Kudus kita memakan roti dan anggur yang melambangkan tubuh dan darah Kristus. Sebagai orang Kristen, kita sudah tidak asing dengan “makan tubuh (daging) dan minum darah Kristus”. Namun, bagaimana dengan orang-orang Yahudi yang hadir di Kapernaum, yang mendengar Yesus berkata soal makan daging dan minum darah-Nya? Mereka tidak mengenal konsep dan simbol tubuh dan darah Yesus dalam Perjamuan Kudus. Apa yang mereka pikirkan?

Minggu ini, teks Injil masih bersambung dari Minggu lalu, soal Roti Hidup. Jika Minggu lalu Yesus membuat pernyataan bahwa diri-Nya adalah Roti dari surga yang membuat banyak sulit percaya karena mereka mengenal asal usul Yesus, Minggu ini, ketika Yesus bicara soal makan daging dan minum darah-Nya, timbul pertengkaran di antara mereka tentang bagaimana Yesus bisa memberikan daging-Nya untuk mereka makan atau darah-Nya untuk mereka minum. Dalam tradisi Yahudi, darah tidak hanya melambangkan kehidupan tetapi juga mengandung nyawa makhluk hidup. Karena itu orang Yahudi dilarang keras untuk memakan darah hewan. Apalagi ini darah manusia, memakan dagingnya pula. Dalam setiap kebudayaan, memakan daging manusia atau kanibalisme dianggap menyimpang secara moral. Makanya, orang-orang Yahudi itu pasti bingung ketika Yesus menawarkan daging dan darah-Nya untuk mereka makan dan minum.

Namun, jika semua orang yang hadir memahaminya demikian, tentu tidak akan terjadi pertengkaran. Mereka semua pasti akan memusuhi Yesus. Lalu mengapa timbul pertengkaran di antara mereka? Orang Yahudi mengenal ungkapan “daging dan darah” yang menunjukkan hakikat manusiawi. “Daging dan darah” menunjukkan kemanusiaan seutuhnya, hati, pikiran, roh dan jiwa, perasaan, harapan, angan-angan, ketakutan, kekhawatiran, semuanya. Inilah yang Yesus maksudkan. Ini masih terkait dengan teks Minggu lalu soal Roti yang turun dari surga, Allah yang menjadi manusia seutuhnya, menjadi sama dengan manusia. Di dalam Yesus, Allah menjumpai kita untuk mencintai, menebus, dan menopang seluruh diri kita. Minum darah dan makan daging Yesus berarti menerima Yesus, seluruh Yesus, hati, pikiran, perasaan, seluruhnya. Dengan demikian hidup-Nya melekat pada keseluruhan hidup kita. Artinya, mengisi diri dan kehidupan kita seutuhnya dengan hati, pikiran, perasaan, semangat, angan-angan Kristus. Dalam kekristenan, kita menyimbolkannya dalam Perjamuan Kudus. Menerima roti dan anggur yang adalah tubuh dan darah Kristus, kita menerima keseluruhan Kristus, Ia tinggal di dalam kita dan kita di dalam Dia. Kita dipersatukan di dalam Kristus.

Orang Yahudi yang hadir di Kapernaum saat itu pun, sama seperti kita, memahami ini. Makan daging dan minum darah Yesus berarti menerima Yesus hadir yang mengisi seluruh keberadaan kita dengan hidup-Nya, ajaran-Nya dan tindakan-Nya. Akan tetapi, persoalannya bukan pada memahami atau mengerti, melainkan soal mengalami kehidupan yang diisi dengan kehidupan Yesus Kristus, kehidupan yang diisi seutuhnya dengan pikiran dan perkataan Kristus, perasaan dan angan-angan Kristus. Apakah kehidupan kita diisi dengan teladan Kristus dalam perkataan dan tindakan-Nya? Apakah kita sudah peduli dan mengasihi seperti Kristus, rela berkorban dan berbagi seperti Kristus, membela yang tertindas dan menolong yang lemah seperti Kristus? Kiranya ini menjadi perenungan kita bersama. Allah menyertai kita. Amin. (thn) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar