Kejadian 11 : 1 – 9; Mazmur 104 : 24 – 35; Kisah Para Rasul 2 : 1 – 21; Yohanes 14 : 8 – 17
Bersatu belum tentu benar jika dilakukan
karena tuntunan pribadi bukan tuntunan Roh Kudus! Misalnya para perampok, pelaku
kekerasan fisik dan para pembuli yang bersatu untuk beraksi namun ternyata
kesatuan mereka bukan menghasilkan aksi yang benar melainkan tindakan yang melukai
dan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Untuk itu kesatuan bukan hanya
bermakna menjadi satu tetapi juga perlu dievaluasi apakah kesatuan itu berdampak
baik atau tidak.
Hal
ini jugalah yang perlu dilakukan oleh penduduk bumi mula-mula yang memiliki
banyak kesatuan yang tercatat dalam bacaan pertama (Kej. 11), yaitu satu
bahasa, satu logat, satu visi dan satu aksi. Di ayat 4 tercatat juga ada upaya dari
mereka untuk tetap satu
Juga kata mereka: "Marilah kita
dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke
langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh
bumi."
Namun
demikian, ternyata dalam kesatuan ini, lagi-lagi kita menemukan belum tentu hal
benar yang dilakukan. Karena menurut beberapa penafsir, ketika seluruh penduduk
bumi saat itu serba menyatu, mereka justru menjadi angkuh dan merasa tidak
terkalahkan. Hal ini terlihat dari ucapan mereka di ayat 4, bahwa mereka mau
mendirikan sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit. Melihat
rencana atau visi ini, mungkin kita akan berpikir penduduk bumi pada masa itu sudah
punya jiwa arsitek yang akan mendirikan sebuah kota dengan menara atau gedung-gedung
pencakar langit.
Namun
ternyata, beberapa penafsir mengemukakan bahwa ketika mereka mau mendirikan menara
sampai ke langit hal itu menjadi sebuah sikap menantang Tuhan. Mengapa? Karena
dalam pemahaman orang Yahudi, mereka membagi dunia ini menjadi 3 bagian. Bagian
paling atas (langit) adalah sorga sebagai tempat kediaman Allah. Itu sebabnya
ketika melihat orang-orang Yahudi berdoa, mereka lebih sering menengadah atau
melihat ke atas. Bagian tengah adalah bumi tempat manusia dan makhluk ciptaan
lainnya hidup. Bagian bawah adalah neraka.
Dari
pemahaman ini, maka ditafsirkanlah bahwa penduduk bumi masa itu mendirikan
sebuah kota dengan menara sampai ke langit, tempat kediaman Allah untuk
menunjukkan bahwa dengan bersatu mereka kuat, tidak terkalahkan dan akhirnya
membuat mereka jatuh dalam keangkuhan.
Itu sebabnya, (ay. 7 – 8) Allah mengacaubalaukan
bahasa mereka yang membuat mereka tidak saling mengerti satu sama lain dan akhirnya
membuat mereka terserak sampai ke seluruh bumi. Tindakan Allah ini bukan karena
Allah membenci kesatuan, tetapi karena Allah tahu kesatuan tidak selalu diikuti
dengan aksi yang benar. Aksi yang tidak benar tentu bukan untuk terus dihidupi
tetapi untuk dihentikan, dan Allah mau umatNya bukan hanya bersatu tetapi juga
berlaku benar
Sementara itu dalam bacaan kedua (Kis. 2)
menceritakan hal yang sebaliknya dengan bacaan pertama. Dalam Kis. 2 kita
menemukan para murid saat itu memang bersatu di satu tempat tetapi karena mereka dan semua orang Yahudi
masa itu mau merayakan hari Pentakosta. Di momen itulah, (ay. 4) penuhlah
mereka dengan Roh Kudus sehingga dengan kesatuan dari Roh Pemersatu, mereka
menyampaikan kebenaran tentang Allah dalam beragam bahasa yang membuat Allah
dikenal dan banyak orang mengenalNya.
Dengan demikian, di hari Pentakosta ini
kita kembali merayakan karya Roh Kudus sebagai Roh Kebenaran dan Roh Pemersatu.
Biarlah melalui karyaNya kita terus belajar untuk bersatu juga menghidupi kebenaran
akan Allah dalam kehidupan kita. Roh Kudus menolong kita semua. Amin.
(mc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar