Minggu Pentakosta
Kisah Para Rasul 2:1-21 | Mazmur 104:24-35 | Roma 8:22-27 | Yohanes 15:26-27; 16:4-15
Pentakosta berasal dari kata pentekoste dalam Bahasa Yunani yang berarti hari “kelimapuluh”. Dalam tradisi Yahudi, Pentakosta disebut dengan nama Shavuot dalam Bahasa Ibrani, yang secara harfiah berarti “minggu-minggu”. Pada hari Paskah, umat membawa hasil panen mereka yang pertama. Tujuh pekan kemudian, sehari setelah Hari Sabat yang ketujuh, yakni hari yang kelimapuluh, mereka membawa kurban sajian kepada Tuhan, sebagai puncak perayaan panen (Im. 23:15-16). Pada masa Perjanjian Baru, saat perayaan Pentakosta, orang-orang Yahudi dari segala penjuru datang ke Yerusalem, pusat perayaan umat Yahudi. Murid-murid Yesus juga berkumpul di Yerusalem untuk merayakan Pentakosta (Kis. 2:1). Saat mereka berkumpul, para murid menerima pencurahan Roh Kudus. Karena itulah, dalam tradisi Kristen, hari Pentakosta kita rayakan sebagai hari pencurahan Roh Kudus.
Memang tidak tepat jika kita katakan bahwa Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta, karena Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri yang telah ada sejak kekal. Yang lebih tepat adalah pada perayaan Pentakosta, Roh Kudus menyatakan kuasa-Nya melalui para rasul, sehingga banyak orang menjadi percaya. Orang-orang Yahudi yang merayakan Pentakosta di Yerusalem adalah orang-orang yang tersebar di berbagai wilayah di luar Yerusalem, bahkan Yudea. Pada saat ramai seperti itulah Roh Kudus menyatakan kuasa-Nya melalui para rasul sehingga mereka dapat berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain dan dimengerti oleh semua orang yang hadir di sana, yakni orang-orang dari berbagai penjuru (Kis. 2:8-11).
Terkait dengan berbagai bahasa ini ada dua tafsiran yang berkembang. Tafsiran pertama yang lebih banyak dikenal adalah tentang kryptolalia dan xenolalia. Kryptolalia berasal dari kata kryptos yang berarti "rahasia" atau "tersembunyi". Ini adalah bahasa lidah atau bahasa roh yang tidak dipahami oleh orang-orang, sehingga dibutuhkan penafsir atau penerjemah untuk bahasa itu. Kryptolalia sering dikaitkan dengan teks 1 Korintus 12 dan 14. Sementara itu, teks Kisah Para Rasul 2 lebih sering dikaitkan dengan xenolalia, yang berasal dari kata xenos yang berarti asing. Xenolalia adalah bahasa manusia atau bahasa yang digunakan dan dikenal oleh manusia. Bahasa ini asing bagi penutur, tetapi dapat dipahami oleh pendengar. Contohnya, seorang Sunda berbicara dalam bahasa Batak yang tidak dipahaminya, tetapi dipahami oleh orang Batak yang mendengarnya. Dalam konteks Pentakosta, ketika orang-orang Yahudi dari berbagai tempat dan wilayah datang ke Yerusalem, Roh Kudus menyatakan kuasa-Nya, memimpin para rasul untuk berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain yang digunakan oleh orang-orang banyak dabri berbagai bangsa itu, padahal para rasul tidak pernah mempelajari berbagai bahasa. Saat kuasa Roh Kudus turun, para rasul ini diberikan karunia untuk berkata-kata dalam xenolalia. Roh Kudus memampukan para rasul untuk dapat bersaksi tentang Yesus Kristus, melalui karunia berkata-kata.
Tafsiran kedua, yang lebih jarang dikenal, adalah soal diglossia. Dalam dunia lingustik, diglossia adalah kondisi ketika ada dua bahasa yang digunakan masyarakat dalam situasi yang berbeda. Biasanya yang satu disebut bahasa tinggi dan yang lain disebut bahasa rendah. Misalnya, seorang Bali menggunakan bahasa Indonesia untuk situasi formal dan menggunakan bahasa Bali untuk percakapan sehari-hari dengan teman dan keluarga. Dalam masyarakat Yahudi Palestina pada masa itu, ada dua – bahkan tiga – bahasa yang dikenal dan dipakai. Yang pertama adalah Bahasa Ibrani sebagai bahasa tinggi. Setelah pembuangan, bahasa Ibrani tidak lagi dipakai dalam percakapan sehari-hari, tetapi dipakai sebagai bahasa liturgis, bahasa kudus. Bahasa yang lain adalah bahasa rendah, yakni bahasa yang digunakan sehari-hari oleh orang-orang Yahudi perantauan di tempat asal mereka. Jika kita melihat nama-nama tempat yang disebutkan (Kis. 2:9-10), kita menemukan ada dua kelompok besar wilayah di situ. Yang pertama adalah wilayah sebelah timur Palestina, yang merupakan bekas wilayah Kerajaan Asyur dan Babel yang berbahasa Aram. Kelompok yang kedua adalah wilayah sebelah barat Palestina yang merupakan kekuasaan Kekaisaran Romawi yang menggunakan bahasa Yunani dalam percakapan sehari-hari. Para rasul sendiri adalah orang-orang Galilea yang sehari-harinya berbahasa Aram. Namun, karena orang Galilea sangat terbuka dengan kebudayaan Yunani-Romawi, bukan tidak mungkin mereka juga berbahasa Yunani dalam percakapan. Dengan demikian, ada dua bahasa yang dikenal dan digunakan para rasul, yakni bahasa Aram dan bahasa Yunani. Dengan demikian, “bahasa-bahasa lain” yang dimaksud adalah bahasa-bahasa yang digunakan sehari-hari, baik oleh para rasul maupun oleh orang-orang Yahudi perantauan. Di sini, Roh Kudus memampukan para rasul untuk berkata-kata dalam bahasa mereka sehari-hari.
Dari kedua tafsiran ini, meskipun berbeda, yang menjadi fokus adalah Roh Kudus menyatakan kuasa-Nya bagi para murid untuk bersaksi melalui kata-kata. Namun, kuasa Roh Kudus sebenarnya tidak berhenti hanya pada kata-kata. Ketikan Yesus menjanjikan Sang Penolong kepada murid-murid-Nya, ia berkata bahwa Roh Kebenaran itu akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman. Roh Kudus bekerja sehingga duni ini insaf akan dosa, serta mengakui dan mencari kebenaran. Bahkan, pemazmur pun mengatakan, "Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi." Karya Roh Kudus bahkan jauh melampuaui kata-kata, yakni pembaruan semesta. Dan inilah panggilan orang percaya yang dipimpin oleh Roh Kudus, yakni berkarya menyatakan kebenaran, pengampunan dan pertobatan, serta pembaruan dunia ini melalui perkataan dan perbuatan. Roh Kudus juga memberi kuasa untuk berkata-kata dalam bahasa sehari-hari, artinya juga dalam keseharian melalui bahasa yang dikenal lingkungan kita; melalui sapaan hangat, senyum ramah, perhatian dan kepedulian; melalui tindakan-tindakan anti-diskriminasi dalam keluarga dan mesyarakat; melalui teladan untuk melestarikan lingkungan dan berbagi hidup dengan semesta. Inilah panggilan gereja sebagai persekutuan yang dipelihara dan digerakkan oleh Roh Kudus, yakni menjadi saksi cinta dan rahmat Allah bagi semesta. (ThN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar