Minggu Biasa XXV
Amos 8:4-7 | Mazmur 113 | 1 Timotius 2:1-7 | Lukas 16:1-13
Seorang teolog pernah berkata, "Jika seseorang tertidur di gereja selama 100 tahun, ketika ia terbangun ia akan menemukan apa yang di dalam gereja tetap sama. Namun, ketika ia keluar, ia akan terkejut dan terheran karena dunia luar sudah sangat berbeda dengan pada saat awal ia tertidur." Dengan perumpamaan ini, sang teolog mau bilang bahwa pada saat dunia berkembang dan berubah, gereja statis, gitu-gitu aja, tidak ada perubahan. Gereja tidak mampu --atau tidak mau-- beradaptasi dengan perkembangan dunia, terlalu nyaman hidup dalam cangkangnya sendiri. Gereja seperti tidak mau terlibat dengan dunia.
Pertanyaan yang mungkin muncul kemudian, bukankah gereja seharusnya tidak boleh serupa dengan dunia? Benar. Gereja punya identitasnya, tetapi bukan berarti gereja menutup diri dari dunia. Gereja perlu relevan dengan dunia, tetapi tidak juga kemudian meninggalkan identitasnya. Yang sudah terjadi misalnya adalah kebakitan daring. Gereja beradaptasi dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, ditambah lagi konteks pandami beberapa tahun lalu. Gereja pun dapat menggunakan teknologi dan perekembangan dunia di sekitar untuk pelayanan. Menggunakan live streaming untuk pelayanan ibadah, atau menggunakan media sosial untuk pewartaan kegiatan gereja.
Namun, keterlibatan gereja dengan dunia seharusnya tidak berhenti pada tahap ini. Leonard Sweet, seorang teolog Amerika Serikat, mengatakan bahwa banyak orang Kristen yang hanya bergereja karena hal-hal yang bersifat atraktif, seperti musik yang spektakuler, gedung yang megah dan nyaman, atau tawaran-tawaran tertentu yang menggiurkan. Hidupnya biasa-biasa saja, hanya menyatakan Yesus adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup, tetapi tidak berdampak secara signifikan dalam kehidupan dari keyakinan tersebut. Ada juga yang kemudian berhasrat untuk menguasai dunia dan memakai cara dunia demi kepuasan sendiri. Karena itu, Sweet menyarankan agar gereja harus beradaptasi dengan dunia yang terus berubah, menjadi relevan sebagai komunitas kasih di dunia yang penuh tantangan. Ia menekankan bahwa gereja harus mampu menjadi komunitas misional, relasional, dan inkarnasional yang terus berkontribusi positif bagi dunia.
Gereja perlu beradaptasi untuk menjadi relevan dengan dunia, tanpa tenggelam dalam nilai-nilai dunia lalu kehilangan identitasnya. Yesus juga mengisyaratkan ini, ketika Ia menceritkan perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur. Sang majikan kecerdikan bendahara itu sekalipun ia tidak jujur dan memanfaatkan atau memperalat kebaikan demi kuntungannya sendiri. Pujian itu diberikan untuk kecerdikannya memanfaatkan waktu yang ada, bukan pujian atas ketidakjujurannya. Dengan itu, Yesus mau agar murid-murid-Nya juga memiliki kecerdikan untuk memanfaatkan waktu yang ada demi kerajaan Allah. Yesus tidak menyarankan murid-murid-Nya untuk berlaku tidak jujur, kerena mereka punya identitas sebagai anak-anak terang. Beradaptasi dan relevan, tanpa ikut-ikutan.
Sayangnya, banyak orang percaya yang tidak hanya mengambil sisi kecerdikan si bendahara, tetapi juga ketidakjujuran dan ketidaktulusannya. Orang Kristen juga kadang melakukan seperti yang dilakukan bendahara, memperalat kebaikan. Ia bertindak baik kepada orang-orang yang berutang dengan mengurangi utang mereka, supaya mereka beruntang budi, lalu memberinya tumpangan kalau nanti dia dipecat. Ia memanfaatkan tindakan baik untuk keuntungan sendiri. Orang Kristen juga ada yang seperti itu. Mereka berbuat baik, berdoa, berpuasa, memberi persembahan supaya Tuhan "membalas budi" dan berbuat baik kepada mereka. Orang-orang Kristen ini tidak hanya berdaptasi dengan dunia, tetapi menyerap nilai-nilai dunia dan menggunakan cara-cara dunia.
Si bendahara pun memakai uang tuannya untuk kepentingannya sendiri. Sama dengan itu, ada orang-orang yang mengaku anak Tuhan, tetapi memakai uang yang bukan haknya untuk kepentingan sendiri, misalnya uang rakyat atau uang pajak untuk membali rumah dan mobil mewah yang dinikmati sendiri, entah yang wakil menteri atau yang wakil rakyat. Ternyata tindakan korup sudah dilakukan umat Tuhan sejak zaman Perjanjian Lama. Karena itu Allah, melalui Nabi Amos, menegur orang-orang yang suka berjualan dengan menipu, mengecilkan timbangan, menjual terigu rosokan, dan menginjak-injak hak orang miskin. Umat Tuhan tidak hanya menyesuaikan diri dengan dunia, tetapi juga tenggelam dengan nilai-nilai dunia. Karena itu, Allah melalui Nabi Amos, mengecam keras tindakan umat-Nya yang korup dan menindas ini.
Kembali ke pujian kepada bendahara. Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk tidak terlalu polos sehingga menjadi tidak relevan dan berdampak. Para murid harus cerdik, memahami situasi yang terjadi, dan bertindak dalam nilai-nilai terang. Gereja pun seharusnya tidak apatis dengan keadaan dunia di sekitarnya. Gereja harus relevan dan berdampak. Jika situasi masyarakat saat ini sedang tidak baik-baik saja, gereja tidak boleh diam dan mencari aman. Jika masyarakat kita mengalami ketidakadilan dan penindasan, gereja tidak bisa hanya hidup di dalam komunitas dan menutup diri karena merasa itu bukan urusannya.
Mungkin banyak orang yang bilang, "Gereja tidak perlu ikut-ikutan ngomong politik. Gereja urus yang rohani-rohani saja." Ini salah besar. Gereja hidup di dunia dengan segala kompleksitasnya, bukan di ruang hampa. Gereja perlu terlibat dan beradaptasi dengan konteksnya, tanpa kehilangan jati dirinya. Bahkan, jati diri gereja itu yang perlu dihadirkan dan dinyatakan di dunia luar. Gereja perlu terus menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam karyanya di tengah dunia, terus menyuarakan keadilan, melawan ketidakadilan, kekerasan, korupsi, dan penindasan. Gereja pun tidak bisa hanya memakai cara-cara dunia, lalu terbawa arus nilai-nilai dunia yang bertentangan dengan Kerajaan Allah. Yesus tetap mengingatkan bahwa kita ini adalah anak-anak terang. Pakailah waktu, kesempatan, teknologi, instrumen, wadah, fasilitas, yang ada di dunia ini untuk kepentingan Kerajaan Allah dengan nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan Injil Kerajaan Allah. Amin. (ThN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar