MINGGU BIASA XXVII
Hab. 1 : 1 – 4, 2 : 1 – 4; Mzm. 37 : 1 – 9; 2 Tim. 1 : 1 – 14; Luk. 17 : 5 – 10
Buah kurma berasal dari pohon Kurma yang
adalah tanaman paling tua yang dikenal dalam sejarah manusia. Dan kenapa ia
bisa menjadi pohon yang dikenal hingga sekarang? Karena ia pohon yang kuat.
Ketika menanam biji kurma, petani kurma akan memasukkannya ke dalam sebuah
lubang lalu menutupnya dengan batu. Adanya batu yang besar ini tentu terlihat
sebagai hambatan pertumbuhannya tetapi juga dapat membuat biji kurma itu tidak
bertumbuh. Namun ternyata, dengan adanya batu yang besar, yang menekan itu,
justru akan membuat pohon kurma akan terus berupaya untuk bertumbuh ke atas dan
juga semakin berakar dan bertumbuh ke bawah.
Inilah yang membuat pohon kurma bisa hidup, bertumbuh dengan tinggi
hingga 15 – 25 meter, dan kuat bertahan di tengah beragam cuaca ekstrim di
padang gurun.
Dari filosofi pohon kurma yang bertumbuh dengan tidak mudah,
melalui tekanan, tetapi akhirnya bertumbuh dengan kuat, ini juga memberi
gambaran ketika hari ini kita akan membahas tentang pertumbuhan iman. Karena
sangat mungkin, proses bertumbuh iman kita kepada Tuhan itu terjadi ketika kita
mengalami tekanan, himpitan, kondisi yang tidak menyenangkan, jalan buntu,
berusaha mencari jalan seperti akar pohon kurma yang berada di bawah batu yang
besar. Kondisi bertumbuh dalam tekanan ini diceritakan dalam bacaan pertama
kita hari ini. Yang memperlihatkan nabi Habakuk yang kala itu sedang berkeluh
kesah pada Tuhan. Ia mengatakan: (Hab. 1 : 2) Berapa lama lagi, ya Tuhan, aku
berteriak, tetapi tidak Kaudengar: Aku berseru kepada-Mu kekerasan! Tetapi
tidak Kau tolong?
Di bagian ini memperlihatkan kondisi Habakuk yang berada
dalam kondisi yang sulit, tertekan karena kondisi lingkungan dan hari-harinya
dipenuhi dengan kekerasan dan pertikaian. Dan kondisi yang berat itu, semakin
berat karena dalam keluhnya ia merasa Tuhan tidak mendengar, Tuhan tidak
menolong, dan tidak melakukan apa-apa untuk mengubah kondisi saat itu. Bahkan
dalam konteks Habakuk ini, kita berpikir bahwa berkeluh pada Tuhan, bertanya
pada Tuhan dan meragukan Tuhan dalam tekanan berarti Habakuk kehilangan imannya
kepada Tuhan. Padahal tidak demikian, saudara. Karena dalam kondisi ini justru
membuktikan bahwa imannya sedang bertumbuh.
Buktinya, ketika dalam Hab. 2 : 1 tertulis: Aku akan
berdiri di tempat penjagaanku dan bertahan di menara; aku akan meninjau
untuk melihat apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan
dijawab-Nya terhadap pengaduanku.
Di titik ini, Habakuk mengajarkan kita, untuk bertumbuh dalam
iman bisa jadi kita harus melewati berbagai tekanan. Namun tetaplah berdiri –
bertahan – menanti – mencari jawaban dan kekuatan di dalam Tuhan. Karena orang
benar akan hidup oleh percayanya kepada Tuhan (ay. 4)
Saudaraku, proses bertumbuh dalam iman tidak selalu statis
tetapi dinamis dan seringkali tidak mudah. Karena hal ini bukan hanya
diperlihatkan dalam Lukas 17.
Ay. 5 dimulai dengan perkataan para rasul kepada Tuhan
“Tambahkanlah iman kami!” Kenapa para murid/para rasul meminta ditambahkan
iman? Ternyata pernyataan para rasul ini muncul karena sebelum bacaan kita
Yesus berfirman kepada mereka (dalam 17 : 3) Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu
berbuat dosa, tegurlah dia, dan jikalau menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalu
ia berbuat dosa terhadap engkau 7x sehari dan 7x ia kembali kepadamu dan
berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.
Waduh pengajaran Yesus ini, mudah untuk dikatakan Yesus tapi
belum tentu mudah untuk dilakukan para muridNya. Menegur orang? Itu bukan hanya
sekadar tegur. Ada efek dominonya. Bisa jadi tidak didengar, ditegur balik,
atau dimarahi, orangnya tidak sadar, dll. Demikian juga dengan mengampuni orang
yang berkali-kali melakukan dosa yang sama.
Wah ini nda mudah. Karena bisa jadi kita yang harus mengampuni orang
lain, bukannya mengampuni membawa sejahtera buat kita, tetapi malah bisa jadi
tekanan mental dan kehilangan iman. Karena sangat mungkin orang lain melalui
perbuatan dan perkataan bisa membuat kita tidak bertahan dan tidak bertumbuh
dalam iman. Itu sebabnya para rasul sadar diri mereka tidak akan bertahan lama.
Akan dinamis. Makanya mereka minta Yesus untuk TAMBAHKANLAH IMAN KAMI!
Namun hal yang berbeda diungkapkan Paulus dalam suratnya yang
kedua kepada Timotius. Sebab Paulus justru mengingat, bersyukur dan menegaskan
bahwa orang lain dalam hal ini (keluarga) juga bisa menjadi alasan kita
bertumbuh dalam iman.
Dalam 2 Tim. 1 : 5 Paulus katakan, “sebab aku teringat akan
imanmu yang tulus ikhlas, iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois
dan di dalam ibumu Eunike dan aku yakin hidup juga di dalam dirimu.” Paulus
tahu bahwa seseorang pun bisa bertumbuh imannya karena keluarga. Sebab keluarga
adalah komunitas pertama dalam hidup manusia yang mendampingi dan mengajarkan
untuk bertumbuh dalam iman kepada Tuhan.
Oleh karena itu ibu, bapak dan saudaraku dalam Tuhan. Firman
Tuhan hari ini memberi pesan, bahwa:
1) Bertumbuh dalam iman kepada Tuhan bisa melalui kondisi
yang penuh tekanan, proses yang tidak mudah, masalah yang datang.
2) Bertumbuh dalam iman sangat sulit kalau kita hanya
mengandalkan diri kita sendiri dan memfokuskan diri kita kepada sikap orang
lain dan bukan kepada Tuhan. Itu sebabnya kita juga harus belajar untuk meminta
Tuhan, tambahkanlah iman kami sebagai bentuk kita untuk terus meminta Tuhan
menolong kita.
3) Bertumbuh dalam iman harus dimulai dari keluarga. Karena
keluarga adalah tempat setiap orang (bukan hanya anak tetapi juga orang tua)
untuk bertumbuh imannya kepada Tuhan.
Semangat menjadi keluarga yang terus berupaya untuk bertumbuh bersama. Tuhan menolong kita semua. Amin. (mC)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar