Kamis, 09 Mei 2019

MENGENAL YESUS DALAM SELEBRASI

Minggu Paskah IV 
Kisah Para Rasul 9 : 36 – 43; Mazmur 23; Wahyu 7 : 9 – 17; Yohanes 10 : 22 – 30

Saudara, suatu kali ada seorang pemain akrobat yang hendak menunjukkan keahliannya berjalan pada seutas tali di atas air terjun Niagara. Sebuah pertunjukkan yang akan menjadi keren kalau dia selamat tetapi akan menjadi naas jika ia jatuh, hilang dan mati. Sebelum memulai pertunjukkannya, ia sempat bertanya kepada para pengunjung yang saat itu sedang rekreasi di pinggir air terjun. “Saudara, saya akan menunjukkan keahlian saya menyebrang dari ujung ke ujung air terjun Niagara ini dengan berjalan pada tali di atas air terjun ini. Apakah anda percaya saya mampu melakukannya?”, tanya pemain akrobat. Awalnya semua penonton diam dan merasa tak yakin pada kemampuan pemain akrobat ini. Namun, sayup-sayup seorang demi seorang meneriaki “kami percaya. kamu bisa.”

Alhasil, pemain akrobat ini pun berjalan melintasi tali di atas air terjun Niagara menuju ujung seberang. Apa yang terjadi? Sang akrobat ini berhasil dan tiba di ujung seberang dengan selamat. Penonton yang sejak tadi memperhatikan dengan was-was akhirnya merasa lega dan kompak bertepuk tangan untuk memberi selamat kepada pemain akrobat. Namun ternyata, pertunjukkannya belum selesai. Ia berkata, “saudara, apakah anda percaya saya dapat berjalan kembali ke seberang dengan membawa sebuah kereta dorong?” karena sebelumnya ia berhasil, para penonton pun riuh berteriak “percaya, kamu bisa. Kami percaya” Namun sebelum berjalan, ia bertanya lagi. “jika anda percaya, apakah ada yang bersedia untuk duduk di dalam kereta dorong ini?” Semua diam seribu bahasa dan mundur perlahan sebagai tanda tidak bersedia dan bukti tak sepenuhnya percaya.

Ilustrasi ini menggambarkan bagaimana sulitnya untuk percaya sekalipun sudah melihat bukti. Sekaligus memperlihatkan betapa mudahnya orang terjebak pada selebrasi dan melupakan makna yang sesungguhnya dari sebuah momen. Demikian juga yang diungkap dalam Yohanes 10 : 22 – 30. Ketika Yesus sedang turut merayakan hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem, ia didatangi oleh orang-orang Yahudi dan berkata (ay. 24)  “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami." Lalu Yesus jawab, (ay. 25 – 26a) “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya.”

Hal ini menjelaskan 3 hal:
1) Sulitnya orang-orang Yahudi percaya sekalipun mereka bukan hanya mendengar tetapi juga melihat dengan mata kepala mereka sendiri (bukan hoax tetapi fakta), bahwa Yesus sudah menyatakan dan berkarya sebagai mesias. Namun, mereka bukan tidak bisa percaya, tetapi tidak mau percaya.
2) Jangan-jangan selama ini mereka hanya melihat mujizat/karya/khotbah Yesus hanya sebatas selebrasi/perayaan akan sesuatu/sesuatu yang nampaknya wow tapi tidak betul-betul mengerti makna dari setiap tindakan Yesus
3) Pertanyaan orang-orang Yahudi ini dianggap memiliki maksud tersembunyi bak udang di balik batu. Karena mereka sedang mencari kelemahan/kesalahan Yesus dalam menjawab, dengan tujuan untuk menyingkirkan Yesus.

Saudara, di bacaan Injil ini kita menemukan bahwa ternyata jika orang-orang Yahudi menolak untuk menerima Yesus dan menolak percaya pada Yesus, maka selebrasi yang Yesus tampilkan hanya sekadar seleberasi biasa (tontonan) tanpa makna buat mereka, karena mereka menikmatinya tanpa mengenal Yesus. Tanpa mengerti makna kehadiran Yesus. Lantas, bagaimana kita mengenal Yesus dalam selebrasi? Hal ini dijelaskan dalam Kis. 9 : 36 – 43. Bacaan pertama ini berkisah tentang seorang murid perempuan bernama Tabita (Yun. Dorkas) yang tinggal di Yope. Semasa hidupnya, Dorkas dikenal sebagai perempuan baik karena suka berbuat baik dan memberi (sedekah dan pakaian) kepada janda dan orang-orang yang membutuhkan.

Namun, ia sakit dan meninggal dunia. Dalam kedukaan, sebagai wujud terima kasih orang-orang yang sudah ditolong, jenazah Dorkas dimandikan dan dibaringkan di ruang atas untuk siap dikuburkan. Namun, ketika orang-orang di Yope mendengar bahwa Petrus berada di Lida (berjarak sekitar 15 Km dari Yope), mereka pun mendatangi Petrus dan memintanya datang ke Yope. Sesampai di Yope, Petrus mendengar kisah kebaikan Dorkas, lalu ia berlutut dan berdoa. Apa yang terjadi? Dampak diberikanNya Roh Kudus di momen Pentakosta dalam diri para rasul (termasuk Petrus) membuat ia diberi kuasa untuk membangkitkan Dorkas. Melihat Dorkas hidup kembali tentu hal ini membuat masyarakat Yope khususnya orang-orang yang menangisi kematian Dorkas, merasakan sukacita dan merayakannya karena Dorkas, perempuan yang baik hidup kembali.

Di tengah-tengah momen selebrasi itu, ada hal lain yang mungkin terjadi. Misalnya, Petrus mungkin saja menjadi tinggi hati dan berbangga diri karena ia akan dikenal sebagai pahlawan/orang yang punya kuasa (like Jesus), bisa membangkitkan orang mati. Tetapi Petrus sadar diri bahwa kebisaannya dan selebrasi yang terjadi, itu bukan karena dirinya tetapi karena Tuhan. Tanpa pertolongan Tuhan, tentu dia tak bisa berbuat apa-apa. Selebrasi ini menunjukkan bahwa bukan hanya orang lain perlu mengenal Tuhan, tetapi seorang rasul pun perlu untuk terus sadar dan mengenal karya Tuhan melalui dirinya. Selebrasi Dorkas yang hidup kembali rupanya memberi pengenalan baru bagi orang-orang di Yope. Karena mereka bukan hanya mengenal Petrus sebagai rasul Tuhan, tetapi juga mengenal Tuhan melalui karya Petrus. Sehingga, mereka mereka menjadi orang-orang yang bukan hanya mengenal tetapi juga percaya pada Tuhan.

Saudara dari firman Tuhan ini, apa yang hendak kita refleksikan?
1. Apakah dalam setiap momen kehidupan kita (termasuk juga selebrasi/perayaan/kesuksesan) kita semakin mengenal Allah yang terus berkarya baik dalam diri kita seperti Petrus maupun dalam diri orang lain seperti orang-orang di Yope? Atau justru selama ini kita sudah melihat namun tak mau membuka hati untuk percaya dan semakin mengenal Tuhan seperti orang-orang Yahudi? Kita yang mana?
2. Proses mengenal dan percaya pada Tuhan bukan hanya terbatas pada selebrasi tetapi dalam berbagai momen seumur hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar