Sabtu, 25 Mei 2019

Taat Dalam Iman dan Kasih


Minggu Paskah VI

Kisah Para Rasul 16:9-15; Mazmur 67;  Wahyu 2:10; 22 - 22:5;  Yohanes 14:23-29

Menjelang pembaptisan, pak Pendeta bertanya kepada katekisan, untuk mengetahui sejauh mana mereka mempersiapkan diri setelah mengikuti katekisasi. Kepada seorang remaja, pak pendeta bertanya, “Apa yang menjadi ciri khas seorang beriman Kristen?”

Remaja itu diam mencari-cari jawaban, mencoba mengingat yang diajarkan oleh guru katekisasi. Namun, toh tidak diingatnya. Secara spontan ia menjawab, “kasih dan pelayanan.”

Mendengar jawaban tersebut, pak pendeta mengernyitkan dahi. Maka cepat-cepat remaja itu meralat jawaban. “Mmm…maaf pak, maksud saya salib dan Alkitab.” Pendeta itu tersenyum puas, dan menyatakan remaja itu lulus alias siap untuk dibaptis. (dikutip dan disesuaikan dari buku Agus Gunadi, “Seinci Waktu, Sekaki Permata 2”)

Kisah yang ini menggambarkan keadaan yang terjadi bila yang diajarkan adalah agama. Agama yang sedang dibuktikan dari ciri khas atau atribut keagamaannya. Namun pertanyaannya, apakah benar bahwa atribut keagamaan Kristiani cukup membuktikan diri kita seorang Kristen, pengikut Kristus?

Mari kita belajar dari Yohanes 14:25-27, saat itu Yesus mengajar kepada para murid bahwa Allah adalah Bapa yang mengenal anak-anakNya, mencintai satu per satu, dan senantiasa menyertai mereka. Bukan hanya menjelaskan, Yesus juga memberi petunjuk bahwa bukti penyertaan Allah Bapa adalah,

 Akan hadir seorang Penghibur yakni Roh Kudus.
Roh Kudus hadir menyertai bukan hanya untuk menghibur, tapi juga sebagai penolong (ay.16) yang akan membela dan menguatkan murid-murid serta orang-orang lemah. Jean Vanier mengatakan Roh Penghibur hadir menyingkirkan rasa cemas karena kesepian, membawa rasa aman, damai dan persekutuan, serta memberi inspirasi dan daya dorong bagi untuk maju karena Ia memegang, membawa, dan tinggal dalam diri kita.

Tetapi tak semua orang dapat dengan mudah memahaminya. Setelah Filipus diberi jawaban, Yudas – yang bukan Iskariot – ganti bertanya “Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diri-Mu kepada kami, dan bukan kepada dunia?” (ay.22)

Hal ini ditanyakan kepada Yesus, mungkin karena para murid tidak yakin bahwa dunia akan mendengar kesaksian mereka. Mereka ingin Yesus sendiri yang mengatakan kepada dunia tentang hal tersebut sebab dunia butuh bukti yang jelas. Kalau berbicara mengenai Allah yang mahakuasa, kejadian alam cukup jelas membuktikan kemahakuasaan Allah. Tetapi membuktikan Allah adalah Bapa yang mengenal anak-anakNya, mencintai satu per satu, dan senantiasa menyertai mereka, tentu tidak mudah.

Orang sangat mungkin akan menjawab aku tidak merasakannya. Hidup ini terlalu keras, semakin sulit, dan makin tidak adil. Kalau Tuhan mengenal, mencintai habis-habisan, dan menyertai, mengapa orang tuaku menderita sakit menahun? Mengapa aku sukar mendapatkan pekerjaan yang layak? Mengapa masih ada penipuan, pemerkosaan, pemerasan, dan kekerasan terjadi dimana-mana? Mengapa masih ada yang menjadi korban kecurangan oknum politikus? Bukankah Allah yang mengenal, mencintai, dan menyertai anak-anakNya akan bertindak mengganjar orang-orang jahat setimpal dengan kejahatannya dan kami mendapat keadilan?

Pertanyaan-pertanyaan itu menggambarkan bahwa untuk meyakinkan banyak orang bahwa Allah adalah Bapa kita butuh bukti yang kuat. Tetapi Yesus tidak melakukan dengan hadir diseluruh penjuru bumi di masa hidupNya, karena Ia memiliki rencana untuk melibatkan murid-muridNya. Murid-muridNya, termasuk kita gereja hari ini adalah komunitas orang beriman yang akan melanjutkan tugas perutusan-Nya. Mereka dan kitalah yang akan menyatakan Yesus kepada dunia. Kitalah yang diutusNya menunjukkan bukti!

Dari Yohanes 14 : 23 kita mendapati Yesus memberi petunjuk bahwa bukti penyertaan Allah Bapa adalah dengan;

Menuruti firman-Ku
Menuruti firmanNya yang bagaimana? Pada dasarnya yang dimaksudkan dengan firmanNya adalah taat melakukan tindakan kasih; saling melayani, berbela rasa, dan hidup dalam persekutuan dengan orang lain, tidak menghakimi atau menghukum, tetapi mengampuni, bahkan mencintai musuh. Persis seperti yang Yesus lakukan kepada dan bersama murid-muridNya saat itu dengan menyembuhkan orang sakit, menghibur orang susah, menerima orang yang ditolak, mengampuni orang yang berdosa, membela orang yang lemah secara sosial.

Membuktikan kasih Allah Bapa yang yang mengenal anak-anakNya, mencintai satu per satu, dan senantiasa menyertai umat dalam setiap tantangan hidup di bumi bukan hanya dengan menceritakan keajaiban karya Tuhan, juga bukan dengan memenangi perbedatan tentang pokok-pokok agama yang sukar dibuktikan. Tugas kita adalah membuktikan kasih penyertaan Allah, yang harusnya terwujud dalam hidup sesehari dimana kita lebih suka mengampuni ketimbang menghakimi, menerima ketimbang membatasi, menghargai ketimbang merendahkan, dan mempermudah ketimbang mempersulit hidup mereka.

Kita bisa saja tidak yakin mampu melaksanakannya sebagaimana para murid yang tidak cukup yakin mampu melakukannya tanpa kehadiran Yesus dalam keseharian mereka. Terlebih realita hidup hari ini memberi tantangan yang keras, sulit, tidak adil dan banyak kepalsuan. Tetapi ingatlah pula bahwa Yesus tak benar-benar pergi, karena Ia hadir dalam Roh Kudus, sang penolong, sang penghibur di dalam diri orang-orang yang percaya kepada Yesus.

Saat kita merasa tak cukup kuat, Roh Kudus yang mengajar, mengingatkan, dan mendorong kita untuk terus menunjukkan bukti bahwa Allah adalah Bapa yang peduli dan penuh cinta.
BUKAN kehebatan kita, dan jelas BUKAN atribut keagamaan Kristiani kita yang membuktikan, tetapi ROH KUDUS yang menolong kita TAAT DALAM IMAN DAN KASIH. – ypp –


Biarlah Yesus lingkupimu dengan Roh dan KasihNya
dan memuaskan dahaga jiwamu
Biarlah Dia angkat bebanmu, memulihkan hidupmu
Bak merpati dan Roh yang turun atasmu
“Spirit Song”: John Wimber, terj. Juswantori Ichwan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar