| Minggu Trinitas |
|Amsal 8:1-4, 22-31|
Mazmur 8 | Roma 5:1-5 | Yohanes 16:12-15 |
Setelah melalui rangkaian Masa Raya Paska hingga Pentakosta, saat ini
kita mengawali masa biasa dengan merayakan Minggu Trinitas. Gereja menempatkan
salah satu Minggu dalam tahun gerejawi untuk merayakan dan menegaskan dasar
iman kita, Allah Trinitas, fokus dan sumber segala kehidupan. Trinitas adalah doktrin
Kristen yang paling mendasar namun juga paling dihindari. Banyak orang Kristen
yang merasa belum mampu memahami Trinitas secara utuh, apalagi menjelaskannya. Walaupun
demikian, Catherine LaCugna, seorang teolog feminis Katolik, menyatakan yang
berlainan dengan ini, yakni bahwa doktrin Trinitas adalah doktrin yang paling
praktis dalam kekristenan. Semua hal bisa didekati dan ditelaah dari sudut
pandang trinitarian. Trinitas di sini menjadi lensa iman, yang melaluinya
seluruh dimensi kehidupan dapat dipandang dan dipahami secara lebih jernih.
Banyak teolog yang menggunakan pendekatan trinitarian untuk mengkaji
bidang yang mereka tekuni, misalnya John Zizioulas dan Miroslav Volf yang
menggunakan pendekatan trinitas untuk studi eklesiologi, Jürgen Moltmann untuk eskatologi, Leonardo Boff untuk
teologi pembebasan, serta Elizabeth Johnson dan LaCugna sendiri dalam teologi
feminis. Tak ketinggalan teolog Indonesia, Joas Adiprasetya, pun menggunakan
pendekatan trinitarian untuk menelaah teologi agama-agama. Konfesi GKI 2014 pun
disusun berdasarkan pendekatan trinitarian. Butir pertama Konfesi GKI menyatakan “GKI
menyadari bahwa keberadaannya di dunia dalam konteks Indonesia tidak lepas dari
Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam persekutuan kasih-Nya yang akrab dan
dalam karya penciptaan-Nya, pemeliharaan-Nya, penyelamatan-Nya, dan
pembaruan-Nya.” GKI menyadari dirinya
sebagai sebuah
persekutuan yang hadir di tengah dunia tidak lepas dari persekutuan kasih yang
akrab Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Trinitas sering dijelaskan dengan konsep perikhoresis, yakni sebuah konsep yang
digunakan bapa-bapa gereja abad ke-2 sampai ke-4 untuk menjelaskan Kristus,
dan kemudian juga untuk menjelaskan
Allah. Perikhoresis adalah persekutuan
cinta kasih tiga pribadi (person)
ilahi yang sangat akrab sedemikian hingga ketiganya saling masuk, saling rangkul
dan saling memberi ruang. Ketiga pribadi itu sekaligus sama-sama ada dan
sama-sama kekal, tidak terpisah dan saling terkait.
Ketiga pribadi ini dalam diri-Nya dan sejak kekekalan terikat satu sama
lain, selalu ada bersama, dan tidak pernah ada secara terpisah. Tidak ada
pribadi yang ada pada dirinya sendiri tanpa relasi dengan yang lain; setiap
pribadi terkait pada yang lain, ada dari yang lain, serta mengandung yang lain;
ada kesalingterkaitan antara pribadi-pribadi dalam persekutuan.
Oleh karena itulah, perikhoresis juga sering digambarkan
sebagai tarian ilahi, dari kata peri (mengelilingi,
menyekitari, berputar) dan khorein
(mengisi, memberi ruang); khora
(ruang, rahim) atau khoreuo (tarian). Sebenarnya memang tidak ada ilustrasi yang dapat menjelaskan Trinitas
secara utuh. Namun dengan konsep perikhoresis, saya seringkali menjelaskannya menggunakan mainan anak-anak, fidget
spinner. Spiner memiliki tiga sisi yang ketiganya harus berputar
besama-sama untuk bekerja. Ketiganya berputar sebagai satu kesatuan, sehingga
kita tidak melihatnya sebagai tiga spinner,
melainkan satu spinner. Allah pun
demikian, Ia terur berputar dan menari sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan.
Ilustrasi-ilutrasi yang sering digunakan biasanya gagal menjelaskan Trinitas.
Misalnya seorang bapak dengan tiga fungsi sebagai bapak, guru, dan ketua RT;
atau matahari dengan benda, cahaya, panasnya. Ilustrasi-ilustrasi itu justru tidak
memperlihatkan relasi cinta kasih Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Relasi cinta kasih Allah Trinitas ini terlihat
juga dalam teks Injil hari ini Yohanes 16:15, “segala
sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan
memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku." Memang tidak secara eksplisit terlihat relasi
itu, namun jika kita cermati frasa “segala
sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya”
tentu kita melihat bahwa ketiga Pribadi itu menyatu sedemikian rupa dalam
ikatan dan karya-Nya. Pada ayat 12 Yesus juga mengatakan
“sebab Ia tidak akan berkata-kata dari
diri-Nya sendiri.” Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus tidak
berkarya sendiri, melainkan bersama-sama Bapa dan Anak. Dengan relasi itu, kita
dapat melihat Bapa dinyatakan dalam karya Kristus, dan Bapa serta Anak
dinyatakan dalam karya Roh Kudus. Dalam konteks pembicaraan Yesus tentang Sang
Penghibur, di sini menjadi jelas bahwa melalui Roh Kudus, para murid-Nya mampu
mengalami Kristus dan Bapa.
Allah Trinitas adalah Allah yang satu dalam keberagaman. Ia bukan satu
Allah (monoteis), bukan juga tiga Allah (triteis) tetapi Allah yang tiga
pribadi dalam satu hakikat (trinitas). Tiga pribadi Bapa, Anak, dan Roh Kudus
merupakan pribadi-pribadi dengan karakteristik partikular-Nya. Sang Bapa adalah
sumber dengan karakteristik yang “memperanakan,” Sang Anak “diperanakan,” dan
Sang Roh Kudus “keluar dari.” Ketiga pribadi ini berbeda dalam karakteristik
partikular tetapi berada dalam satu hakikat, yakni Allah. Meskipun berbeda, tidak
ada satu pribadi yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada pribadi lain,
ketiganya setara, tidak bercampur, tetapi juga tidak terpecah-pecah dan tidak
terpisah-pisah. Perbedaan karakteristik partikular ini bukan berarti bahwa
ketiganya berkarya secara terpisah-pisah. Seperti yang dikatakan Yesus sendiri,
Roh Kudus mengatakan apa yang dikatakan Yesus dan Bapa, Yesus pun melakukan apa
yang menjadi kehendak Bapa. Karya Kristus ke dalam dunia merupakan karya Allah
Trinitas, begitu pula Roh Kudus berkarya sebagai karya Allah Trinitas.
Dalam karya-Nya ke dalam dunia, Allah Trinitas membuka ruang bagi
seluruh ciptaan untuk berpartisipasi dalam persekutuan ilahi, dalam gerak
Allah. Dalam Roma 5:1-5 dikatakan bahwa di dalam Kristus manusia dapat masuk
dalam kasih karunia Allah dan kasih karunia Allah itu dicurahkan dalam hati
manusia oleh Roh Kudus. Dari sini kita dapat memahami tarian cinta kasih Allah
yang melibatkan manusia. Allah mengundang manusia melalui kasih karunia-Nya
untuk masuk dalam tarian agung itu. Kasih karunia Allah dalam Kristus yang kita
terima melalui karya Roh Kudus menarik kita ke dalam persekutuan cinta kasih
Allah itu untuk turut berpartisipasi dalam karya cinta kasih Allah ke dalam
dunia.
Dari pemaparan yang sangat singkat mengenai Trinitas di atas, ada
beberapa prinsip yang dapat kita tarik dalam kehidupan kita sebagai gereja.
Pertama, Allah Trinitas adalah persekutuan cinta kasih kekal Bapa, Anak, dan
Roh Kudus yang relasional. Allah berkarya ke dalam dunia sebagai kesatuan utuh
yang tidak terpisah-pisah. Kedua, tidak ada pribadi yang lebih baik atau lebih
tinggi daripada yang lain, setiap pribadi adalah setara dalam persekutuan cinta
kasih. Ketiga, tiga pribadi ilahi memiliki karakteristik partikular yang
berbeda-beda, namun selalu berkarya dalam kesatuan yang tidak terpisak-pisah.
Tidak ada satu pribadi yang berkarya tanpa yang lain. Keempat, persekutuan
Bapa, Anak, dan Roh Kudus menarik dan melibatkan kita untuk turut menjalankan
karya cinta kasih Allah ke dunia.
Dari prinsip-prinsip itu kita dapat memandang gereja sebagai persekutuan
para sahabat dengan relasi cinta kasih dalam kesetaraan yang berpartisipasi
dalam Allah Trinitas. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di dalam
persekutuan itu, semuanya setara. Gereja pun berisi berbagi manca manusia
dengan segala karakteristik dan identitas yang berbeda-beda. Namun dalam
kepelbagaian itu, gereja sebagai persekutuan terus berkarya sebagai partisipasi
dalam karya Allah. Partisipasi ini dilakukan dengan melakukan misi Allah ke
dalam dunia, bukan misi pribadi atau kelompok. Misi dan karya Allah adalah
merangkul seluruh ciptaan ke dalam persekutuan dengan Allah. Gereja turut
berpartisipasi di dalamnya dengan bersama-sama memberdayakan yang lemah,
membebaskan yang tertindas, memulihkan yang terluka, mendamaikan yang terpecah,
menyatukan seluruh ciptaan, dan menyatukan seluruh ciptaan dengan Allah. (ThN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar