Sabtu, 01 Juni 2019

Kesatuan Yang Sempurna


Minggu Paskah VII
| Kis 16:16-34 | Mazmur 97 | Wah 22:12-21 | Yoh 20-26 |
Minggu ini ada di antara dua hari besar umat Kristiani, yakni Kenaikan Yesus Kristus dan Pentakosta. Pada bacaan Injil yang lalu (Luk 24:44-53), Yesus memerintah para murid untuk tetap tinggal di Yerusalem, Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi. Dan benar, Injil Lukas mencatat bahwa mereka tetap bersama dalam Bait Allah dan memuliakan Dia.
Ya, mereka bersama-sama untuk menantikan datangnya penolong yang dijanjikan Yesus bagi mereka. Namun yang unik adalah bacaan Injil pada Minggu ini, yang berisi tentang doa Yesus. Yohanes 17 merupakan doa panjang yang disampaikan Yesus kepada Bapa di Sorga. Jika dalam Matius dan Lukas terdapat Doa Bapa Kami, itu tidak ada dalam Injil Yohanes. Doa Yesus dalam Yohanes 17 ini menjadi semacam pengganti. Doa ini sendiri dibagi menjadi 3 bagian, yakni mengenai (i) kemuliaan, (ii) doa bagi para murid, (iii) dan doa bagi orang percaya karena pemberitaan para murid. Fokus bacaan Injil minggu ini ada pada bagian yang ke-3;  doa bagi orang percaya karena pemberitaan para murid. Ada yang menarik. Apabila para murid sedang menunggu dalam penantian akan datangnya Sang Penolong, bukankah bagian doa yang ke-2 lebih tepat? Memang bacaab Injil ini ada sebelum masa penantian antara Kenaikan dan Pentakosta, akan tetapi doa Yesus dalam rangkaian bacaan leksionari ini tentu mengindikasikan sesuatu yang bermakna. Yesus tidak hanya berpikir tentang bagaimana murid-murid akan menghadapi keadaan, akan tetapi Yesus melihat lebih jauh dari itu, yakni keberhasilan misi yang murid-murid emban; BERSAKSI!. Kita tentu ingat, sebelum Yesus pulang ke Sorga (Kis 1:1-11), Ia memberikan ‘PR’ bagi para murid untuk menjadi SAKSI Kristus sampai ke ujung bumi. Yesus tahu tentang keberagaman dan segala perbedaan di antara murid-muridNya, namun akan lebih kompleks adanya perbedaan dan keragaman orang percaya yang menerima Injil. Inilah mengapa bacaan Injil kita difokuskan pada bagian doa yang ke-3.
Yesus ingin bahwa pada akhirnya setiap orang percaya bisa hidup bersatu. Keragaman mereka tak terpungkiri, namun jutsru dalam keberagaman itu mereka disatukan dalam kebenaran dan kebaikan. Adalah Dra. Hj. Shinta Nuriyah Abdurahman Wahid, M. Hum, sosok perempuan yang sudah lebih dari 20 tahun secara konsisten melakukan sebuah acara sederhana, yakni sahur bersama. Dari kota ke kota, dia melakukan itu dan menyuarakan persahabatan dan cinta antar umat manusia. Istri dari Presiden ke-4 Indonesia atau yang akrab kita kenal dengan nama Gus Dur ini, justru menjangkau orang-orang yang terpinggirkan dan tak jarang di tempat yang mblusuk. Bu Shinta merasa, bahwa orang-orang yang begiru ragam latar belakangnya inilah yang harus disentuh untuk menyebarkan virus-virus cinta. Inilah maksud Doa Yesus pada bagian yang ke-3, menyatukan orang-orang percaya di dalam cinta kepada Tuhan.
Demikian apa yang ada dalam perjalanan Paulus, Silas dan Timotius di Filipi (Kis 16:16-34). Ketika penjaga penjara hampir bunuh diri, Paulus menghentikannya. Penjaga itu lantas tersungkur di depan Paulus dan Silas, dan bertanya "Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?”. Paulus menjawabnya dengan sederhana, “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus”. Percaya memang sering kita dengar, tapi dalam praktiknya, percaya itu tidak terimplikasikan dengan baik.
Percaya kepada Yesus, adalah percaya kepada Yesus yang berdoa bagi kesatuan umat dan Tuhan. Percaya kepada Tuhan yang menginginkan kesatuan sesame manusia. Tanggal 1 Juni, kita merayakan Hari Lahir Pancasila, karena memang pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep Pancasila dalam pidatonya. Bung Karno menerangkan, bahwa Indonesia ini memang ditakdirkan hidup bersama meskipun berbeda. Kesatuan yang diusungnya bukanlah keseragaman karena memang pada dasarnya kita berbeda. Tapi dalam perbedaan itulah kita disatukan dalam butiran-butiran Pancasila sebagai dasar bernegara.
Jika Yesus menginginkan adanya kesatuan, masihkah kita hidup dalam kurungan rasa curiga dan kebencian?
ftp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar