Minggu Pentakosta
Kis. 2 : 1 – 21; Mzm. 104 : 24 – 35; Rm. 8 : 14 – 17; Yoh. 14 : 8 – 17, 25 –
27
Ketika hari Pentakosta (Yun. Pentekonta:
ke-50), semua orang percaya berkumpul di satu tempat, yaitu di Yerusalem (Kis.
2 : 5). Untuk apa orang percaya berkumpul di Yerusalem, sementara Roh Kudus belum turun?
Rupanya Pentakosta yang mereka rayakan adalah pentakosta yang tercatat dalam Perjanjian Lama (PL).
Pentakosta ini adalah salah 1 hari raya yang ditetapkan Tuhan untuk terus
diingat, dicatat dalam tarikh (kalender Yahudi) dan dirayakan orang Israel
(bdk. Kel. 34 : 22; Im. 23 : 15 – 22; Bil. 28 : 26 – 31; Ul. 16: 9 – 17).
Sehingga, Pentakosta yang dirayakan
oleh orang-orang percaya itu untuk mengingat pesan Tuhan dalam PL, yaitu
sebagai momen mengucap syukur atas kebaikan Tuhan melalui hasil bumi, pemberian
persembahan syukur korban sajian maupun hasil panen (bumi) kepada Tuhan, dan
sebagai pesan yang terus dilakukan selamanya turun-temurun.
Namun demikian, dalam Kis. 2
menceritakan adanya makna baru hari Pentakosta. Di 1 sisi Pentakosta sebagai
perayaan syukur dan persembahan hasil bumi seperti perintah Tuhan dalam PL. Di
sisi lain, sebagai hari turunnya Roh Kudus. Apa dampak turunnya Roh Kudus?
1) Yesus bukan PHP (pemberi harapan palsu
tapi pemberi harapan pasti). Yesus pernah berjanji dalam bacaan Injil Yoh. 14 :
16 – 17
“Aku
akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang
lain, supaya Ia menyertaikamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak
melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia
menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.”
Dan
hari Pentakosta ini menjadi bukti penyertaan Tuhan, bahwa momen Kenaikan Ia ke
Sorga bukan berarti Allah meninggalkan umatNya dan masa bodo dengan kehidupan
orang percaya. Tetapi justru Ia tetap dan setia menyertai umatNya.
2)
Roh
Kudus juga memberi kemampuan kepada para murid untuk berani bersaksi. Padahal
kita tahu bagaimana latar belakang pekerjaan, pendidikan dan karakter para
murid Yesus. Rata-rata mereka adalah nelayan, buta huruf karena kurang
berpendidikan, bahasa yang mereka tahu mungkin hanya bahasa alam (angin laut,
badai, dll).
Sementara
karakter mereka, rata-rata penakut. Lihat saja waktu Yesus ditangkap di Taman
Getsemani, mereka lari kocar-kacir. Waktu Yesus menampakan diri ketika Ia
bangkit, Ia mendapati para muridNya berada di suatu tempat dengan pintu yang
terkunci rapat karena takut. Tetapi, sekalipun mereka bukanlah orang
berpendidikan, tidak bisa berbicara dengan baik, dan penakut.
Dengan
Roh Kudus hinggap (Yun. Ekathise: bukan menghanguskan tapi nyala api yang
lembut) ke atas mereka, mereka dapat berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain
(Yun. Xenolalia: bahasa asing) yang dimengeti para pendengar (Kis. 2 : 4, 7 –
8). Bahkan Petrus berani berdiri dan berkhotbah kepada semua orang di Yerusalem
sehingga pada hari itu juga jumlah mereka bertambah kira-kira 3.000 jiwa (Kis.
2 : 41).
3)
Banyak
orang menjadi percaya. Ketika para murid dapat berkata-kata,
Petrus dapat berkhotbah dan banyak orang mengerti apa yang dikatakan para murid
dan menjadi percaya. Tentu itu semua bukan karena kehebatan para murid. Tetapi
karena Roh Kudus. Sehingga, orang Yahudi dan sekitarnya yang tadinya mungkin ke
Yerusalem, hanya untuk mengingat perintah Tuhan dalam PL justru mendengarkan apa
yang dikatakan para murid (termasuk Petrus), akhirnya memberi diri mereka
percaya, bertobat dan dibaptis.
Di hari Pentakosta ini, bagaimana
gereja-gereja kekinian khususnya GKI merayakan hari Pentakosta? Ada yang
mungkin mendekorasi gereja dengan gambar lidah-lidah seperti nyala api. Ada
pula yang mungkin mendekorasi dengan unduh-unduh (unduh/ngunduh: memetik/memanen
hasil bumi). Bahkan ada juga yang bertanya, masih perlukah mendekorasi dengan
unduh-unduh? Karena tidak terlalu kontekstual lagi.
Semua dekorasi itu hanya sekadar
simbol yang mengingatkan kita akan peristiwa Pentakosta. Namun, memaknai Pentakosta
tentu bukan hanya sebatas dekorasi atau proses mengingat kembali peristiwa itu.
Tetapi kita, anak-anak Allah juga hendak memaknainya dengan menjadi saksi.
Apa yang bisa kita saksikan (lihat dan
aksikan)? Melalui tema “Roh Kudus memberi hidup baru kepada bumi. Maka di hari
Pentakosta ini, sekaligus tanggal 5 Juni yang lalu kita memperingati Hari
Lingkungan Hidup Sedunia. Maka kita pun hendak menjadi saksi Tuhan bagi bumi.
Mengapa bagi bumi? Karena bumi dicipta dan dipelihara Tuhan, tetapi manusia
seringkali merusak bumi.
Lihatlah, sudah banyak kampanye #saveearth #gogreen
#nostrawmovement #noplastic, dll berkumandang. Di Denpasar saja sejak tanggal 1
Januari 2019 telah ditetapkan dalam Peraturan Walikota Denpasar no. 36 tahun
2018 tentang pengurangan penggunaan kantong plastik. Karena menurut Mentri
Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menyebutkan Indonesia merupakan
penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia (kompas, 19/8/18). Dampaknya
banyak biota laut mati karena plastik.
Mari kita semangat menjadi saksi Tuhan
dengan mengurangi penggunaan sedotan plastik, membawa tas dari kain untuk
berbelanja dan membawa botol air minum sehingga penggunaan plastik berkurang
dan kita pun menjadi saksi Tuhan bagi bumi. Roh Kudus yang memberi hidup kepada
bumi, menolong kita semua. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar