Minggu Biasa 2
| Yesaya 66:10-14 | Mzm 66:1-9 | Gal 6:1-16 | Luk
10:1-11, 16-20 |
Baladewa, adalah nama tokoh wayang yang mempunyai keahlian memainkan senjata
gada. Ia adalah seorang raja di Mandura. Raja berwatak keras ini adalah kakak
dari Kresna. Pada masa kecilnya, mereka berdua pernah ada dalam sebuah
pelarian. Dalam pelarian itu, Baladewa yang masih muda dijumpai oleh Batara
Brama. Batara Brama kemudian mengajarkan ilmu kesaktian dan ilmu kanuragan
padanya. Dari Batara Brama inilah, Baladewa dilatih dan menjadi mahir dalam
memainkan gada. Keahliannya begitu tersohor, apalagi pusaka yang ia miliki juga
adalah sebuah gada yang bernama Alugara. Baladewa ternyata tidak hanya seorang
yang sangat ahli bermain gada, namun ia juga merupakan pelatih yang terampil.
Nama besar dalam Perang Suci Baratayuda, yakni Bima dan Duryudana
adalah dua sosok didikan Prabu Baladewa dalam memainkan gada. Baladewa dilatih,
tapi pada akhirnya untuk melatih.
”DILATIH UNTUK MELATIH”, inilah tema ibadah minggu
kali ini. Sedangkan cerita di atas adalah sebuah ilustrasi tentang tema, bahwa
ternyata ada kalanya dilatih itu bukan hanya berhenti pada sebuah kemahiran,
namun sampai pada keberhasilan untuk melatih. Kisah dalam Lukas 10:1-11, 16-20
bercerita tentang Yesus yang hendak ‘melatih’ 70 murid untuk melakukan sesuatu.
Cerita ini adalah cerita lanjutan dari Lukas 9 yang mengisahkan Yesus yang
mengutus kedua belas murid. Diceritakan, setelah Yesus menunjuk ketujuh puluh murid
itu, Ia menyuruh mereka mendahului-Nya ke setiap kota yang hendak
dikunjungi-Nya (lih. Ayat 1). Ada penunjukkan kepada 70 orang, yang
berarti memang ada banyak orang pada saat itu. Kita harus ingat,
bahwa dalam perjalanan-Nya, Yesus sering dikelilingi oleh
orang-orang (laos) dan mengajar mereka. Yesus melatih 70 murid itu,
yakni dengan cara melepaskan mereka untuk mempraktikkannya. “Ngelmu iku
kalakone kanthi laku”, demikian sebuah unen-unen Jawa kuno
yang jika diartikan menjadi ‘ilmu itu bisa menjadi nyata bila dipraktikkan’.
Ilmu yang harus dipraktikkan mereka adalah menyampaikan sebuah pesan,
‘Kerajaan Allah sudah dekat!’ (ayat 8, 11). Memberitakan Kerajaan Allah adalah
latihan mereka. Dan dalam latihan itu, Yesus sudah memberi ‘bocoran’ tentang
segala tantangan yang akan mereka hadapi. “Pergilah, sesungguhnya Aku
mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala”, demikian kata
Yesus pada mereka. Hal ini mengisyaratkan adanya tantangan yang tidak
main-main. Latihan ini mengandung resiko! Apakah ini berarti misi bunuh diri?!
Tentu tidak. Yesus ingin menyampaikan bahwa mengikutnya bukan hanya perkara
berkat atau mujizat yang seringkali mereka lihat. Bukan hanya air menjadi
anggur, tapi bisa saja mereka kehausan dalam perjalanan. Mengikut Yesus bukan
hanya tentang makan bersama 5000 orang, tapi juga bisa saja tidak makan kenyang
karena harus membagi makanannya dengan yang lain. Bukan hanya melihat sulap
tentang orang buta sejak lahir lalu dicelikkan, tapi juga tentang bagaimana
ikut meratap bersama orang yang tertindas. Bukan hanya dipuji dan dicintai,
tapi juga tentang penolakan! Inilah latihan yang diberikan Yesus kepada mereka.
Tapi itu harus dilakukan demi pengabaran tentang Kerajaan Allah.
Kembali ke tema; DILATIH UNTUK MELATIH. Iya, mereka sudah
dilatih, lalu dimana letak melatihnya? Kemudian ketujuh puluh murid itu
kembali dengan gembira dan berkata: "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada
kami demi nama-Mu.” (Luk 10:17). Itu adalah ekspresi mereka setelah
kembali dari latihan. Ekspresi gembira dan takjub. Ekpresi mereka adalah sebuah
kesaksian lugu dan tulus tentang proses pelatihan itu. Dan mereka akhirnya bisa
melatih. Melatih? Ingat, tadinya mereka adalah 70 orang yang dipilih di antara
banyak. Tentu orang-orang lain yang belum dipilih, akhirnya melihat mereka.
Ekspresi itulah yang menjadikan mereka mampu melatih yang lain. Mereka jujur
dalam kesaksiannya. Mereka berbicara tentang setan. Perhatikan, ada kata
‘juga’. Berarti tantangan mereka bukan hanya setan, namun yang lain. itulah
cara Yesus membuat mereka bukan hanya berhasil DILATIH, namun pada akhirnya
mampu untuk MELATIH yang lain melalui ekspresi dan kesaksian mereka.
Dalam ibadah rumah tangga atau persekutuan lainnya,
biasanya diberikan waktu untuk bersaksi. Kesaksian inilah, momen untuk
menunjukkan bahwa kita telah dilatih oleh Tuhan, dan melalui kegembiraan hati
kita, akhirnya kita bisa melatih yang lain. menunjukkan bahwa ‘latihan’ yang
Tuhan berikan itu memang kadang menyesakkan, tapi senantiasa berujung manis.
Tapi jangan sampai, kesaksian menjadi ajang pamer. Yesus berpesan “Namun
demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi
bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di soga”. Bukan untuk
bermegah, namun untuk MELATIH, karena kita sudah DILATIH. Selamat berlatih.
Jangan lupa melatih.
ftp
Baladewa, adalah nama tokoh wayang yang mempunyai keahlian memainkan senjata gada. Ia adalah seorang raja di Mandura. Raja berwatak keras ini adalah kakak dari Kresna. Pada masa kecilnya, mereka berdua pernah ada dalam sebuah pelarian. Dalam pelarian itu, Baladewa yang masih muda dijumpai oleh Batara Brama. Batara Brama kemudian mengajarkan ilmu kesaktian dan ilmu kanuragan padanya. Dari Batara Brama inilah, Baladewa dilatih dan menjadi mahir dalam memainkan gada. Keahliannya begitu tersohor, apalagi pusaka yang ia miliki juga adalah sebuah gada yang bernama Alugara. Baladewa ternyata tidak hanya seorang yang sangat ahli bermain gada, namun ia juga merupakan pelatih yang terampil. Nama besar dalam Perang Suci Baratayuda, yakni Bima dan Duryudana adalah dua sosok didikan Prabu Baladewa dalam memainkan gada. Baladewa dilatih, tapi pada akhirnya untuk melatih.
ftp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar