Jumat, 05 Juli 2019

DILATIH UNTUK MELATIH

Minggu Biasa 2
| Yesaya 66:10-14 | Mzm 66:1-9 | Gal 6:1-16 | Luk 10:1-11, 16-20 |

Baladewa, adalah nama tokoh wayang yang mempunyai keahlian memainkan senjata gada. Ia adalah seorang raja di Mandura. Raja berwatak keras ini adalah kakak dari Kresna. Pada masa kecilnya, mereka berdua pernah ada dalam sebuah pelarian. Dalam pelarian itu, Baladewa yang masih muda dijumpai oleh Batara Brama. Batara Brama kemudian mengajarkan ilmu kesaktian dan ilmu kanuragan padanya. Dari Batara Brama inilah, Baladewa dilatih dan menjadi mahir dalam memainkan gada. Keahliannya begitu tersohor, apalagi pusaka yang ia miliki juga adalah sebuah gada yang bernama Alugara. Baladewa ternyata tidak hanya seorang yang sangat ahli bermain gada, namun ia juga merupakan pelatih yang terampil. Nama besar dalam Perang Suci  Baratayuda, yakni Bima dan Duryudana adalah dua sosok didikan Prabu Baladewa dalam memainkan gada. Baladewa dilatih, tapi pada akhirnya untuk melatih.

”DILATIH UNTUK MELATIH”, inilah tema ibadah minggu kali ini. Sedangkan cerita di atas adalah sebuah ilustrasi tentang tema, bahwa ternyata ada kalanya dilatih itu bukan hanya berhenti pada sebuah kemahiran, namun sampai pada keberhasilan untuk melatih. Kisah dalam Lukas 10:1-11, 16-20 bercerita tentang Yesus yang hendak ‘melatih’ 70 murid untuk melakukan sesuatu. Cerita ini adalah cerita lanjutan dari Lukas 9 yang mengisahkan Yesus yang mengutus kedua belas murid. Diceritakan, setelah Yesus menunjuk ketujuh puluh murid itu, Ia menyuruh mereka mendahului-Nya ke setiap kota yang hendak dikunjungi-Nya (lih. Ayat 1). Ada penunjukkan kepada 70 orang, yang berarti memang ada banyak orang pada saat itu. Kita harus ingat, bahwa  dalam perjalanan-Nya, Yesus sering dikelilingi oleh orang-orang (laos) dan mengajar mereka. Yesus melatih 70 murid itu, yakni dengan cara melepaskan mereka untuk mempraktikkannya. “Ngelmu iku kalakone kanthi laku”, demikian sebuah unen-unen Jawa kuno yang jika diartikan menjadi ‘ilmu itu bisa menjadi nyata bila dipraktikkan’. Ilmu yang harus dipraktikkan mereka adalah menyampaikan sebuah pesan, ‘Kerajaan Allah sudah dekat!’ (ayat 8, 11). Memberitakan Kerajaan Allah adalah latihan mereka. Dan dalam latihan itu, Yesus sudah memberi ‘bocoran’ tentang segala tantangan yang akan mereka hadapi. “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala”, demikian kata Yesus pada mereka. Hal ini mengisyaratkan adanya tantangan yang tidak main-main. Latihan ini mengandung resiko! Apakah ini berarti misi bunuh diri?! Tentu tidak. Yesus ingin menyampaikan bahwa mengikutnya bukan hanya perkara berkat atau mujizat yang seringkali mereka lihat. Bukan hanya air menjadi anggur, tapi bisa saja mereka kehausan dalam perjalanan. Mengikut Yesus bukan hanya tentang makan bersama 5000 orang, tapi juga bisa saja tidak makan kenyang karena harus membagi makanannya dengan yang lain. Bukan hanya melihat sulap tentang orang buta sejak lahir lalu dicelikkan, tapi juga tentang bagaimana ikut meratap bersama orang yang tertindas. Bukan hanya dipuji dan dicintai, tapi juga tentang penolakan! Inilah latihan yang diberikan Yesus kepada mereka. Tapi itu harus dilakukan demi pengabaran tentang Kerajaan Allah.

Kembali ke tema; DILATIH UNTUK MELATIH. Iya, mereka sudah dilatih, lalu dimana letak melatihnya? Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” (Luk 10:17). Itu adalah ekspresi mereka setelah kembali dari latihan. Ekspresi gembira dan takjub. Ekpresi mereka adalah sebuah kesaksian lugu dan tulus tentang proses pelatihan itu. Dan mereka akhirnya bisa melatih. Melatih? Ingat, tadinya mereka adalah 70 orang yang dipilih di antara banyak. Tentu orang-orang lain yang belum dipilih, akhirnya melihat mereka. Ekspresi itulah yang menjadikan mereka mampu melatih yang lain. Mereka jujur dalam kesaksiannya. Mereka berbicara tentang setan. Perhatikan, ada kata ‘juga’. Berarti tantangan mereka bukan hanya setan, namun yang lain. itulah cara Yesus membuat mereka bukan hanya berhasil DILATIH, namun pada akhirnya mampu untuk MELATIH yang lain melalui ekspresi dan kesaksian mereka.

Dalam ibadah rumah tangga atau persekutuan lainnya, biasanya diberikan waktu untuk bersaksi. Kesaksian inilah, momen untuk menunjukkan bahwa kita telah dilatih oleh Tuhan, dan melalui kegembiraan hati kita, akhirnya kita bisa melatih yang lain. menunjukkan bahwa ‘latihan’ yang Tuhan berikan itu memang kadang menyesakkan, tapi senantiasa berujung manis. Tapi jangan sampai, kesaksian menjadi ajang pamer. Yesus berpesan “Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di soga”. Bukan untuk bermegah, namun untuk MELATIH, karena kita sudah DILATIH. Selamat berlatih. Jangan lupa melatih.
ftp


Tidak ada komentar:

Posting Komentar