Jumat, 18 Oktober 2019

KEGIGIHAN MENGUBAH KEADAAN (?)


Minggu Biasa XVIII
Kejadian 32:22-31 | Mazmur 121 | 2 Timotius 3:14-4:5 | Lukas 18:1-8

Akhir bulan September lalu, Indonesia diwarnai dengan berbagai unjuk rasa menuntut pembatalan UU KPK, penundaan pengesahan Revisi KUHP, percepatan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,serta berbagai tuntutan yang lainnya. Sebelum unjuk rasa, kalangan mahasiwa, akademisi dan beberapa kalangan masyarakat yang lain sudah menuntut DPR untuk meninjau kembali RUU KPK dan RKUHP. Begitu RUU KPK disahkan menjadi UU KPK, sejumlah mahasiswa dan akademisi serta praktisi hukum pun mengajukan peninjauan kembali UU KPK ke Mahkamah Konstitusi, meskipun ditolak. Bahkan, sampai saat ini tetap ada suara-suara dari masyarakat yang menuntut presiden agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) terkait UU KPK. Terlepas dari segala insiden atau kepentingan dan lain-lain, kita dapat melihat kegigihan rakyat Indonesia untuk memperjuangkan keadilan dan membela kepentingan publik dengan mengadu kepada para pemegang kekuasaan. Segala cara diupayakan untuk dapat membela hak masyarakat yang mengalami ketidakadilan. Rakyat tetap berjuang sekalipun banyak halangan dan hambatan menghadang.
Kegigihan seperti ini pun dapat kita lihat pada diri seorang janda dalam perumpamaan Yesus. Yesus mengatakan bahwa janda itu selalu mendatangi seorang hakim yang tidak benar untuk membela haknya. Hakim ini digambarkan sebagai seorang yang lalim, tidak takut akan Allah dan tidak menghormati orang lain. Hakim yang lalim ini selalu menolak untuk membela hak janda ini. Namun, karena ketekunan si janda, si hakim pun bersedia membela haknya supaya janda itu tidak selalu datang menggangunya. Dalam perunpamaan Yesus ini, hakim yang lalim ini diperbandingkan dengan Allah yang selalu mendengarkan keluh kesah umat-Nya dan selalu bersedia untuk membenarkan umat-Nya. Allah yang selalu membela perkarqa umat-Nya yang berseru kepada-Nya.
Namun demikian, Yesus pun mengingatkan murid-murid-Nya soal ketekunan dan iman. Pertanyaan penutup-Nya, “… jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” mengindikasikan bahwa Anak Manusia menuntut sebuah ketekunan yang bukan soal memaksakan kehendak, namun ketekunan yang dilandasi pada iman kepada Allah. Banyak orang Kristen yang kerajinan dan ketaatannya kendur lalu malas beribadah dan tidak mau berdoa. Mereka kecewa dengan doa dan ibadah karena merasa doa mereka tidak dijawab Allah. Mereka enggan berdoa karena menurut mereka percuma, Allah tidak menjawab doa mereka. Ketekunan mereka dilandasi pada keinginan agar doa mereka segera dijawab dan keinginan mereka segera dikabulkan oleh Allah. Padahal yang dituntut Yesus dari ketekunan berdoa adalah iman yang tidak kendur.
Seringkali kita berpikir bahwa doa adalah soal permintaan kita kepada Tuhan atau sarana kita meminta kepada Tuhan yang seketika itu harus dikabulkan dijawab.  Awalnya kita berdoa dengan tekun karena menginginkan sesuatu dari Tuhan, namun begitu doa kita tidak ada jawaban kita pun langsung berubah sikap, tidak lagi berdoa secara intensif hingga akhirnya kita benar-benar berhenti berdoa. Perhatikanlah! Doa bukanlah sakadar kita berbicara dan menyampaikan keinginan kepada Tuhan, tetapi juga soal iman, yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. 
Yesus mengingatkan supaya kita "...selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." Berdoa dengan tidak jemu-jemu artinya berdoa terus-menerus, tidak menjadi kendur dan tidak kehilangan semangat dalam hati kita. Kalau kita menyadari bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita dan jalan Tuhan bukan jalan kita, maka kita akan berdoa dengan tidak jemu-jemu apa pun keadaannya. Kita berdoa kepada Tuhan dengan tidak jemu-jemu sebagai tanda bahwa kita sangat bergantung kepada-Nya dan menjadikan Dia sebagai satu-satunya Penolong. Ingat, berdoa bukan selalu berarti meminta, tetapi yang utama adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Beroda tak jemu menandakan kita mau menjaga relasi yang baik dan sehat dengan Allah. Doa tak jemu juga menunjukkan iman dan pengharapan kepada Allah sekalipun banyak tantangan dan hambatan yang kita alami, sekalipun keadaan tidak sesuai dengan keinginan kita.
Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dengan tema Minggu ini, “Kegigihan Mengubah Keadaan.” Tema itu dapat dengan mudah mengaburkan makna ketekunan berdoa menjadi seperti sulap yang mengubah keadaan yang tidak kita inginkan menjadi keadaan yang kita inginkan. Itulah mengapa saya memberi tanda tanya (?) di akhir tema di atas. Kerena dalam realitasnya, seringkali yang terjadi adalah setekun dan segigih apa pun kita berdoa, keadaan tidak berubah. Rekan kita yang sakit tidak menjadi sembuh, masalah dengan istri/suami tidak kunjung selesai, atasan yang menyebalkan tidak melunak juga hatinya. Setekun dan segigih apa pun kita berdoa, keadaannya tetap sama. Lalu, apakah dengan demikian kita berhenti berdoa? Atau kita terus berdoa sampai keadaannya berubah?
Di sinilah bedanya Allah dengan hakim yang lalim. Perumpamaan Yesus tentang hakim yang lalim memang menggambarkan seorang janda yang terus mendesak sang hakim untuk membela haknya. Si hakim akhirnya membela si janda kerena dia ingin lepas dari permintaan si janda. Namun Allah tidak demikian. Ia tahu kebutuhan kita serta waktu dan cara yang tepat untuk menjawab doa kita. Allah membenarkan orang-orang pilihan-Nya karena Ia tahu apa yang dibutuhkan oleh anak-anak-Nya. Ajakan Yesus untuk berdoa tak jemu bukan berarti merengek kepada Allah sampai Allah yang jemu, lalu mengabulkan permintaan kita. Berdoa tak jemu melatih kita untuk berdisiplin dan terus begantung kepada-Nya, bukan membuat kita menjadi peminta yang merengek supaya dikabulkan doanya seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan mainan. Doa tak jemu melatih iman dan penyerahan diri kepada Allah. Sekalipun keadaannya susah, sekalipun tantangan dan hambatan menekan kita, kita tetap tekun dalam iman dan pengharapan. Doa adalah sarana komunikasi dengan Tuhan, maka berdoa dengan tekun dan tak jemu menjaga komunikasi kita yang baik dan sehat dengan Allah. (ThN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar