Minggu Biasa XVIII
Kejadian 32:22-31 | Mazmur
121 | 2 Timotius 3:14-4:5 | Lukas 18:1-8
Akhir
bulan September lalu, Indonesia diwarnai dengan berbagai unjuk rasa menuntut
pembatalan UU KPK, penundaan pengesahan Revisi KUHP, percepatan pengesahan RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual,serta berbagai tuntutan yang lainnya. Sebelum
unjuk rasa, kalangan mahasiwa, akademisi dan beberapa kalangan masyarakat yang
lain sudah menuntut DPR untuk meninjau kembali RUU KPK dan RKUHP. Begitu RUU
KPK disahkan menjadi UU KPK, sejumlah mahasiswa dan akademisi serta praktisi
hukum pun mengajukan peninjauan kembali UU KPK ke Mahkamah Konstitusi, meskipun
ditolak. Bahkan, sampai saat ini tetap ada suara-suara dari masyarakat yang
menuntut presiden agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (PERPU) terkait UU KPK. Terlepas dari segala insiden atau
kepentingan dan lain-lain, kita dapat melihat kegigihan rakyat Indonesia untuk
memperjuangkan keadilan dan membela kepentingan publik dengan mengadu kepada
para pemegang kekuasaan. Segala cara diupayakan untuk dapat membela hak
masyarakat yang mengalami ketidakadilan. Rakyat tetap berjuang sekalipun banyak
halangan dan hambatan menghadang.
Kegigihan
seperti ini pun dapat kita lihat pada diri seorang janda dalam perumpamaan
Yesus. Yesus mengatakan bahwa janda itu selalu mendatangi seorang hakim yang
tidak benar untuk membela haknya. Hakim ini digambarkan sebagai seorang yang
lalim, tidak takut akan Allah dan tidak menghormati orang lain. Hakim yang
lalim ini selalu menolak untuk membela hak janda ini. Namun, karena ketekunan
si janda, si hakim pun bersedia membela haknya supaya janda itu tidak selalu
datang menggangunya. Dalam perunpamaan Yesus ini, hakim yang lalim ini diperbandingkan
dengan Allah yang selalu mendengarkan keluh kesah umat-Nya dan selalu bersedia
untuk membenarkan umat-Nya. Allah yang selalu membela perkarqa umat-Nya yang
berseru kepada-Nya.
Namun
demikian, Yesus pun mengingatkan murid-murid-Nya soal ketekunan dan iman.
Pertanyaan penutup-Nya, “… jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati
iman di bumi?” mengindikasikan bahwa Anak Manusia menuntut sebuah ketekunan
yang bukan soal memaksakan kehendak, namun ketekunan yang dilandasi pada iman
kepada Allah. Banyak orang Kristen yang kerajinan dan ketaatannya kendur lalu malas
beribadah dan tidak mau berdoa. Mereka kecewa dengan doa dan ibadah karena
merasa doa mereka tidak dijawab Allah. Mereka enggan berdoa karena menurut
mereka percuma, Allah tidak menjawab doa mereka. Ketekunan mereka dilandasi
pada keinginan agar doa mereka segera dijawab dan keinginan mereka segera
dikabulkan oleh Allah. Padahal yang dituntut Yesus dari ketekunan berdoa adalah
iman yang tidak kendur.
Seringkali
kita berpikir bahwa doa adalah soal permintaan kita kepada Tuhan atau sarana
kita meminta kepada Tuhan yang seketika itu harus dikabulkan dijawab.
Awalnya kita berdoa dengan tekun karena menginginkan sesuatu dari Tuhan, namun
begitu doa kita tidak ada jawaban kita pun langsung berubah sikap, tidak lagi
berdoa secara intensif hingga akhirnya kita benar-benar berhenti berdoa. Perhatikanlah!
Doa bukanlah sakadar kita berbicara dan menyampaikan keinginan kepada Tuhan,
tetapi juga soal iman, yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah.
Yesus
mengingatkan supaya kita "...selalu
berdoa dengan tidak jemu-jemu." Berdoa dengan tidak jemu-jemu
artinya berdoa terus-menerus, tidak menjadi kendur dan tidak kehilangan
semangat dalam hati kita. Kalau kita menyadari bahwa waktu Tuhan bukanlah
waktu kita dan jalan Tuhan bukan jalan kita, maka kita akan berdoa dengan tidak
jemu-jemu apa pun keadaannya. Kita berdoa kepada Tuhan dengan tidak jemu-jemu
sebagai tanda bahwa kita sangat bergantung kepada-Nya dan menjadikan Dia
sebagai satu-satunya Penolong. Ingat, berdoa bukan selalu berarti meminta,
tetapi yang utama adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Beroda tak jemu menandakan
kita mau menjaga relasi yang baik dan sehat dengan Allah. Doa tak jemu juga
menunjukkan iman dan pengharapan kepada Allah sekalipun banyak tantangan dan
hambatan yang kita alami, sekalipun keadaan tidak sesuai dengan keinginan kita.
Oleh
karena itu, kita perlu berhati-hati dengan tema Minggu ini, “Kegigihan Mengubah
Keadaan.” Tema itu dapat dengan mudah mengaburkan makna ketekunan berdoa
menjadi seperti sulap yang mengubah keadaan yang tidak kita inginkan menjadi
keadaan yang kita inginkan. Itulah mengapa saya memberi tanda tanya (?) di
akhir tema di atas. Kerena dalam realitasnya, seringkali yang terjadi adalah
setekun dan segigih apa pun kita berdoa, keadaan tidak berubah. Rekan kita yang
sakit tidak menjadi sembuh, masalah dengan istri/suami tidak kunjung selesai,
atasan yang menyebalkan tidak melunak juga hatinya. Setekun dan segigih apa pun
kita berdoa, keadaannya tetap sama. Lalu, apakah dengan demikian kita berhenti
berdoa? Atau kita terus berdoa sampai keadaannya berubah?
Di
sinilah bedanya Allah dengan hakim yang lalim. Perumpamaan Yesus tentang hakim
yang lalim memang menggambarkan seorang janda yang terus mendesak sang hakim
untuk membela haknya. Si hakim akhirnya membela si janda kerena dia ingin lepas
dari permintaan si janda. Namun Allah tidak demikian. Ia tahu kebutuhan kita serta
waktu dan cara yang tepat untuk menjawab doa kita. Allah membenarkan
orang-orang pilihan-Nya karena Ia tahu apa yang dibutuhkan oleh anak-anak-Nya. Ajakan
Yesus untuk berdoa tak jemu bukan berarti merengek kepada Allah sampai Allah
yang jemu, lalu mengabulkan permintaan kita. Berdoa tak jemu melatih kita untuk
berdisiplin dan terus begantung kepada-Nya, bukan membuat kita menjadi peminta
yang merengek supaya dikabulkan doanya seperti anak kecil yang merengek minta
dibelikan mainan. Doa tak jemu melatih iman dan penyerahan diri kepada Allah. Sekalipun
keadaannya susah, sekalipun tantangan dan hambatan menekan kita, kita tetap
tekun dalam iman dan pengharapan. Doa adalah sarana komunikasi dengan Tuhan,
maka berdoa dengan tekun dan tak jemu menjaga komunikasi kita yang baik dan
sehat dengan Allah. (ThN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar