Jumat, 21 Februari 2020

TRANSFIGURASI DAN TRANSFORMASI

Minggu Transfigurasi

Keluaran 24:12-18 Mazmur 2 2 Petrus 1:16-21 Matius 17:1-9

Beberapa hari yang lalu rekan-rekan media bertanya kepada Menkes, dr.Terawan, “Apakah belum ditemukannya virus corona yang menginfeksi masyarakat Indonesia benar terjadi karena doa?” sebagaimana yang disampaikan Terawan sebelumnya.[1] Pertanyaan ini, tentu menjadi pertanyaan yang tak mudah untuk dijawab. Namun Menkes menjawab dengan tenang, Terawan mengatakan, "Kita ini negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, apapun agamanya selama kita berpegang teguh pada Pancasila, doa itu menjadi hal yang harus utama. Maka namanya ora et labora (berdoa dan berusaha). Saya kira itu tetap ada bekerja sambil berdoa. Dan itu sebuah hal yang sangat mulia. Negara lain boleh protes biarin aja. Ini hak negara kita bahwa kita mengandalkan Yang Maha kuasa," Terawan kemudian menjelaskan langkah pemerintah terus menjaga 135 pintu masuk arus penumpang yang berasal dari sejumlah negara yang terdapat kasus virus corona. Baginya ada dua poin yang ingin ditegaskannya. “Satu, efisiensi harus dilakukan berdasarkan rasional ilmu kesehatan pada standar WHO. Yang kedua, yo berdoa. Nek (kalau) endak berdoa jangan coba-coba andalkan kekuatan sendiri," lanjutnya.

Dari pernyataan-pernyataan Menkes RI ini kita tahu bahwa ia beraksi bukan hanya karena ia harus melakukan aksi, tapi ia melakukan aksi sebagai seorang yang berketuhanan, seorang beriman yang tahu tujuan dari orang beriman adalah hidup berbagi berkat bagi sesama dengan tetap bergantung pada sang sumber berkat, yakni Tuhan sendiri. Sebagai seorang beriman ia melakukan tugasnya sebagai seorang ahli kesehatan, yang sadar tak bisa hanya mengandalkan diri sendiri. Sebab segala sesuatu yang ada dalam hidup ini berasal dari Allah, kita mampu melakukan ini-itu karena Allah, dan kita segala sesuatu bagi Allah. Kesadaran dr.Terawan ini adalah sebuah komitmen dari seorang umat Allah yang menghidupi imannya. Tak setiap orang mampu melakukan komitmen ini jika berada di posisi yang sama dengan dr.Terawan sebagai pejabat publik.

Ketika kita membaca bacaan Injil hari ini, kita menemukan kisah tentang Yesus dalam peristiwa transfigurasi. Peristiwa ini terjadi ketika Yesus sedang ada dalam perjalanan menuju Yerusalem. Di Yerusalem Yesus akan menderita, mati, disalibkan, dan bangkit untuk mentransformasi (membarui) dan menyelamatkan ciptaan. Karenanya, pergi ke Yerusalem adalah sebuah langkah yang tak mudah. Di tengah perjalanan itulah kisah transfigurasi terjadi. Dalam kisah transfigurasi ini tergambarkan Yesus, Musa dan Elia berdiskusi tentang tujuan pergi ke Yerusalem (bdk. Mat. 17:3, Luk. 9:31). Sebenarnya sangat mungkin diskusi ini menjadi berlarut-larut, agar tak segera masuk ke Yerusalem, agar Yesus tak segera menjalani penderitaan. Terlebih saat itu, Petrus, murid-Nya, menyampaikan “betapa bahagianya kami berada di tempat ini” (BIMK, enak sekali kita di sini) dan siap mendirikan kemah untuk cangkrukan / berdiskusi berlama-lama.

Petrus begitu menikmati suasana hangat dari peristiwa transfigurasi tersebut. Petrus ingin menikmati lebih lama, sebab ia merasa nyaman, bahagia, bangga dengan pengalamannya itu sehingga ia ingin mengabadikan momen itu lebih lama, tidak ingin pergi kemana-mana, bahkan mungkin membangun monumen transfigurasi, sehingga kelak ia ataupun orang lain dapat berlama-lama bernostalgia atau beromantika dengan kisah mempesona tersebut namun tak merubah/membarui/mentrasformasi apapun serta siapapun.

Petrus nampak lebih fokus mempertahankan kenyamanan itu dikala Yesus Kristus sedang sangat fokus pada tujuan utama-Nya hadir ke dunia, yakni menggenapi Karya Penyelamatan Allah, sebuah Visi besar yang harus Ia tuntaskan. Yesus memiliki kesadaran utuh bahwa Ia akan memasuki Yerusalem bukan hanya karena sebuah kewajiban, bukan hanya karena “..ya sudah seharusnya begitu..” ketika melakukan aksi masuk ke Yerusalem mengalami penderitaan dan kematian. Semua dilakukan-Nya demi sebuah visi besar menebus dan menyelamatkan dunia. Agar dunia, seluruh ciptaan, mengalami transformasi (pembaruan) hidup.

Ini ditegaskan oleh Suara Allah, yang di satu sisi mengkoreksi Petrus yang lebih suka mempertahankan zona nyamannya agar ia fokus ke Yerusalem. Setelah ini keadaan akan berubah, gurumu akan ditangkap, disiksa, dan mati. Namun, jangan goyah, sebab Ia adalah sungguh Anak Allah yang diutus Allah sejak semula. Agar kau (Petrus) tak menjadi goyah, “dengarkanlah Dia!” Jadikan suara dan laku Yesus sebagai kompas hidupmu. Ikutilah Ia yang senantiasa fokus pada Visi besar.

Tindakan Petrus dan teguran Allah ini hendaknya membawa kita untuk merenungkan kehidupan kita sebagai gereja, pribadi maupun komunal. Sejauh mana diri kita fokus pada kehendak Allah? Sejauh mana kita sudah melakukan panggilan Allah? Sejauh mana gereja dan diri kita melakukan aktivitas/aksi yang berangkat dari semangat mewujudkan visi kerajaan Allah? Ataukah selama ini kita masih sibuk menjadi aktivis diatas treadmill (mesin lari statis) dengan aktivitas / program yang banyak, menggunakan dana yang banyak, membuat kegiatan yang mempesona, namun tidak menghadirkan pembaruan hidup/ transformasi diri.

Kiranya langkah tegas Yesus untuk memasuki Yerusalem setelah peristiwa mempesona di atas gunung membuat kita: murid-murid-Nya, kita: gereja-Nya siap memulai karya-karya yang berjuang untuk membarui diri, membarui kelompok, membarui masyarakat, dan membarui dunia tempat tinggal kita. Bila pergumulan datang, kondisi di sekitar kita menjadi tak aman, ketika beban terasa menekan kuat, “dengarkanlah Dia!”, berdoalah pada-Nya, agar tiap usaha yang kita lakukan menghadapi hidup ini adalah perwujudan dari doa itu sendiri dan bukan sedang mengandalkan diri sendiri.

ypp


[1] Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Doa Bantu Tangkal Virus Corona, Menkes: Negara Lain Protes, Biarin Aja", https://nasional.kompas.com/read/2020/02/17/14171691/soal-doa-bantu-tangkal-virus-corona-menkes-negara-lain-protes-biarin-aja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar