Jumat, 07 Februari 2020

BERAGAMA DENGAN AKAL SEHAT


Yesaya 58 : 1 – 9; Mazmur 112 : 1 – 10; 1 Korintus 2 : 1 – 12; Matius 5 : 13 – 20
         
          Setiap manusia dianugerahkan akal oleh Tuhan untuk berpikir. Bahkan seorang filsuf Perancis bernama René Descartes mengatakan “Cogito ergo sum, yang artinya aku berpikir maka aku ada. Menurut Descartes, manusia wajib untuk berpikir karena hal itu membuktikan eksistensinya di dunia. Akal yang dianugerahkan Allah tentu bukan hanya digunakan untuk menghitung rumus matematika atau menghitung harga cabe yang seringkali turun naik, maupun memikirkan persoalan yang muncul sehari-hari. Akal juga dipakai ketika manusia beragama, yaitu untuk mengerti dan memahami ajaran agama yang dipercayai dan dianut. Namun tak selamanya manusia yang beragama dan berakal itu, bertindak dengan akal sehat - menurut kehendak Tuhan.
Yesaya 58 memperlihatkan, orang-orang Israel yang seringkali mencari Tuhan, berupaya mengenal jalan Tuhan, belajar akan hukum-hukum Tuhan dan suka sekali dekat pada Tuhan. Apa yang mereka lakukan ini tentu menambah pengetahuan akan Tuhan dan ajaran-Nya dalam kehidupan mereka. Tetapi, mereka yang berakal dan intensitas mereka mencari Tuhan tidak diragukan lagi ternyata dalam keseharian bukan hanya alim (berilmu, saleh) tetapi juga lalim (bertindak kejam, bengis, tidak menaruh kasihan dan tidak adil).
Karena sekalipun mereka berpuasa mereka saling berbantah, berkelahi, punya relasi yang timpang dengan sesama (bc. ay. 4). Bahkan mereka memberi kuk (beban berat) kepada sesama manusia, sehingga orang lain bukan menjadi manusia merdeka tapi manusia yang teraniaya (baik orang lapar, miskin, tidak punya rumah dan telanjang). Itu sebabnya, Tuhan tidak memperhatikan orang Israel sekalipun mereka alim, karena beragama bukan hanya berakal tetapi juga berakal sehat. Artinya, menghasilkan tindakan-tindakan yang sehat juga untuk sesama (bc. ay. 6 – 7).
Demikian juga dengan Mazmur 112, yang juga mengingatkan bahwa takut Tuhan dan suka pada perintah Tuhan itu baik. Supaya manusia punya hati yang teguh dan terus percaya dalam situasi hidup yang sulit. Tapi beragama tak hanya soal relasi saya/kita dengan Tuhan. Sama dengan kitab yesaya, pemazmur juga sepakat bahwa berelasi dengan Tuhan juga harus diwujudnyatakan dengan berelasi dengan sesama, yakni dengan membagi-bagikan kebajikan (sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan, dsb) kepada orang miskin tanpa batasan waktu/selamanya.
Dalam Perjanjian Baru (PB) – Matius 5 : 13 - …, Yesus juga memberi pengajaran kepada para murid dan orang banyak pada masa itu. Yesus mengatakan “kamu adalah garam dunia.” Yesus tidak mengatakan “jadilah garam dunia.” Demikian juga “kamu adalah terang dunia.”  Jadi penekanan ajaran Yesus dalam khotbah di bukit adalah mengingatkan para pendengar (konteks masa lalu) dan pembaca (konteks masa kini) akan identitas kita. Setelah memahami siapa saya, maka tentu yang Yesus harapkan bukan hanya berakal (berilmu) tetapi juga mengaplikasikannya dalam keseharian.  
Garam memiliki rasa asin dan berfungsi untuk memberi rasa dan mengawetkan. Sementara terang, berfungsi untuk memperlihatkan sesuatu (cahaya, harapan, keselamatan) di tengah kegelapan. Jika kedua unsur dan identitas ini tidak dilakukan, maka garam dan terang (bc. kita)  tidak berfungsi dan tidak bermakna.  Untuk itulah penekanan Yesus bukan hanya tahu tapi juga mau melakukan firman-Nya.
          Kesediaan melakukan firman-Nya pun bukan didasari karena kebisaan, kehebatan dan kesanggupan kita sebagai manusia. Paulus dalam 1 Korintus 2 : 3 menyampaikan, ia (mewakili manusia) adalah manusia yang lemah, takut dan tidak berdaya. Untuk itu, dasar seseorang beragama dengan akal sehat adalah membiarkan Roh Allah yang bekerja dalam diri manusia. Bukan roh halus atau pun ego manusia. Karena jika bukan Allah yang menjadi dasar, maka hidup beragama akan kacau/tanpa arah/ambyar, dsb. Tapi jangan juga mengatasnamakan Allah untuk akal dan tindakan manusia yang keji. Karena Allah sudah memberi identitas baik untuk hidup umat-Nya dan berharap umat-Nya berani dan berupaya jadi garam dan terang Tuhan di tengah dunia.  Dari keseluruhan bacaan hari ini, setiap kita mau dinasehati akan 3 (tiga) hal:
1)   Teruslah memiliki relasi yang penuh rindu dan intim dengan Tuhan
2)   Ingatlah, bahwa beragama bukan hanya soal saya/kita dan Tuhan. Tetapi juga saya/kita dengan sesama. Karena kita hadir di dunia ini untuk jadi garam dan terang Tuhan bagi dunia yang membutuhkan
3)   Ingatlah bahwa beragama bukan hanya soal berakal (berilmu, memahami, berpikir) tetapi juga soal bagaimana kita mengaplikasikannya dalam keseharian.

Roh Kudus menolong kita semua. Amin
-mc-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar