Yesaya
58 : 1 – 9; Mazmur 112 : 1 – 10; 1 Korintus 2 : 1 – 12; Matius 5 : 13 – 20
Setiap manusia dianugerahkan akal oleh Tuhan
untuk berpikir. Bahkan seorang filsuf Perancis bernama René Descartes mengatakan “Cogito ergo sum”, yang artinya aku berpikir maka aku
ada. Menurut Descartes, manusia wajib untuk berpikir karena hal itu membuktikan
eksistensinya di dunia. Akal yang dianugerahkan Allah tentu bukan hanya
digunakan untuk menghitung rumus matematika atau menghitung harga cabe yang
seringkali turun naik, maupun memikirkan persoalan yang muncul sehari-hari.
Akal juga dipakai ketika manusia beragama, yaitu untuk mengerti dan memahami
ajaran agama yang dipercayai dan dianut. Namun tak selamanya manusia yang
beragama dan berakal itu, bertindak dengan akal sehat - menurut kehendak Tuhan.
Yesaya 58 memperlihatkan, orang-orang Israel
yang seringkali mencari Tuhan, berupaya mengenal jalan Tuhan, belajar akan
hukum-hukum Tuhan dan suka sekali dekat pada Tuhan. Apa yang mereka lakukan ini
tentu menambah pengetahuan akan Tuhan dan ajaran-Nya dalam kehidupan mereka. Tetapi,
mereka yang berakal dan intensitas mereka mencari Tuhan tidak diragukan lagi ternyata
dalam keseharian bukan hanya alim (berilmu, saleh) tetapi juga lalim (bertindak
kejam, bengis, tidak menaruh kasihan dan tidak adil).
Karena sekalipun mereka berpuasa mereka
saling berbantah, berkelahi, punya relasi yang timpang dengan sesama (bc. ay.
4). Bahkan mereka memberi kuk (beban berat) kepada sesama manusia, sehingga
orang lain bukan menjadi manusia merdeka tapi manusia yang teraniaya (baik
orang lapar, miskin, tidak punya rumah dan telanjang). Itu sebabnya, Tuhan
tidak memperhatikan orang Israel sekalipun mereka alim, karena beragama bukan
hanya berakal tetapi juga berakal sehat. Artinya, menghasilkan
tindakan-tindakan yang sehat juga untuk sesama (bc. ay. 6 – 7).
Demikian juga dengan Mazmur 112, yang juga
mengingatkan bahwa takut Tuhan dan suka pada perintah Tuhan itu baik. Supaya manusia
punya hati yang teguh dan terus percaya dalam situasi hidup yang sulit. Tapi
beragama tak hanya soal relasi saya/kita dengan Tuhan. Sama dengan kitab
yesaya, pemazmur juga sepakat bahwa berelasi dengan Tuhan juga harus
diwujudnyatakan dengan berelasi dengan sesama, yakni dengan membagi-bagikan kebajikan
(sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan, dsb) kepada orang miskin tanpa
batasan waktu/selamanya.
Dalam Perjanjian Baru (PB) – Matius 5 : 13 -
…, Yesus juga memberi pengajaran kepada para murid dan orang banyak pada masa
itu. Yesus mengatakan “kamu adalah garam dunia.” Yesus tidak mengatakan “jadilah
garam dunia.” Demikian juga “kamu adalah terang dunia.” Jadi penekanan ajaran Yesus dalam khotbah di
bukit adalah mengingatkan para pendengar (konteks masa lalu) dan pembaca
(konteks masa kini) akan identitas kita. Setelah memahami siapa saya, maka
tentu yang Yesus harapkan bukan hanya berakal (berilmu) tetapi juga
mengaplikasikannya dalam keseharian.
Garam memiliki rasa asin dan berfungsi untuk
memberi rasa dan mengawetkan. Sementara terang, berfungsi untuk memperlihatkan
sesuatu (cahaya, harapan, keselamatan) di tengah kegelapan. Jika kedua unsur
dan identitas ini tidak dilakukan, maka garam dan terang (bc. kita) tidak berfungsi dan tidak bermakna. Untuk itulah penekanan Yesus bukan hanya tahu
tapi juga mau melakukan firman-Nya.
Kesediaan melakukan firman-Nya pun
bukan didasari karena kebisaan, kehebatan dan kesanggupan kita sebagai manusia.
Paulus dalam 1 Korintus 2 : 3 menyampaikan, ia (mewakili manusia) adalah manusia
yang lemah, takut dan tidak berdaya. Untuk itu, dasar seseorang beragama dengan
akal sehat adalah membiarkan Roh Allah yang bekerja dalam diri manusia. Bukan roh
halus atau pun ego manusia. Karena jika bukan Allah yang menjadi dasar, maka
hidup beragama akan kacau/tanpa arah/ambyar, dsb. Tapi jangan juga
mengatasnamakan Allah untuk akal dan tindakan manusia yang keji. Karena Allah
sudah memberi identitas baik untuk hidup umat-Nya dan berharap umat-Nya berani
dan berupaya jadi garam dan terang Tuhan di tengah dunia. Dari keseluruhan bacaan hari ini, setiap kita mau
dinasehati akan 3 (tiga) hal:
1)
Teruslah memiliki relasi yang penuh rindu
dan intim dengan Tuhan
2)
Ingatlah, bahwa beragama bukan hanya soal saya/kita
dan Tuhan. Tetapi juga saya/kita dengan sesama. Karena kita hadir di dunia ini
untuk jadi garam dan terang Tuhan bagi dunia yang membutuhkan
3)
Ingatlah bahwa beragama bukan hanya soal
berakal (berilmu, memahami, berpikir) tetapi juga soal bagaimana kita
mengaplikasikannya dalam keseharian.
Roh
Kudus menolong kita semua. Amin
-mc-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar