Minggu Biasa 7
Matius 13:31-33, 44-52
Kita tahu bersama bahwa sebagai Warga Negara Indonesia kita
hanya diperbolehkan memiliki satu kewarganegaraan saja. Namun, di sisi lain
kita juga menyadari bahwa sebagai orang Kristen kita adalah Warga Kerajaan
Sorga. Masih ada yang bingung dengan hal ini. Sehingga kadang merasa harus
lebih mengutamakan yang satu dibandingkan yang lain. Dalam beberapa kesempatan
kita menjumpai orang-orang Kristen yang mengedepankan statusnya sebagai Warga Kerajaan
Sorga dan kemudian merasa paling hebat serta berhak menghakimi yang lain. Di
saat bersamaan dapat pula kita temui orang-orang yang mengedepankan statusnya
sebagai Warga Negara Indonesia sehingga merasa tidak perlu memerjuangkan
kesaksian tentang Injil Kerajaan Sorga bagi dunia.
Sungguh disayangkan bila hal ini terjadi, sebab sejatinya
kita bisa banyak belajar dari para tokoh Kristen Indonesia yang sangup
mengabdikan diri sebagai Warga Kerajaan Sorga sekaligus Warga Negara Indonesia.
Misalnya saja kisah Pattimura yang dituturkan oleh Pak Andar Ismail dalam artikel
“Ya Kristen, Ya Indonesia” bukunya “SELAMAT
MENGINDONESIA”.
Saat tentara Belanda menggerebek
gedung Gereja Protestan Maluku di Saparua untuk menangkap hidup-hidup Pattimura
dan pasukannya, ternyata gedung gereja itu sudah kosong. Yang ditemukan oleh
tentara Belanda adalah sebuah Alkitab besar dalam keadaan terbuka dengan
kata-kata mencolok, ... “Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku
dalam naungan sayap-Mu terhadap orang-orang fasik yang menggagahi aku, terhadap
musuh nyawaku yang mengepung aku.” (Mzm. 17:8-9)
Insiden itu kecil, namun
mempunyai arti yang besar. Insiden itu menunjukkan bahwa Kapitan Pattimura
(nama sebetulnya Thomas Matulessy, 1783-1817) sungguh-sungguh mengaku Kristen
dan sekaligus sungguh-sungguh mengaku Indonesia.
Cuplikan kisah ini sungguh menginspirasi dan berkait erat
dengan yang diajarkan oleh Yesus melalui perumpamaan-perumpamaan yang kita baca
dalam bacaan Injil hari ini. Matius 13:31-33, 44-52 berisi lima (5) perumpamaan
yang menarik dan sederhana sekaligus patut direfleksikan secara mendalam, serta
harus dipraktikkan dalam hidup sesehari. Setidaknya kelima perumpamaan ini
dapat dilihat menjadi tiga poin.
Pertama, lihatlah
dari perumpamaan pertama dan kedua, tentang biji sesawi dan ragi. Melalui
perumpamaan ini Yesus ingin menegaskan bahwa dinamika kehidupan sebagai warga
Kerajaan Sorga bukan tentang suatu hal yang megah dan mewah. Dinamikanya justru
dimulai dari suatu yang kecil, sederhana, dan dapat dijumpai sehari-hari
sebagaimana biji sesawi dan ragi. Meski demikian, keduanya dapat menghasilkan
dampak yang besar dan luas. Biji sesawi yang kecil dapat menjadi pohon yang
rindang dimana burung-burung dapat bersarang, dan ragi yang sedikit sekalipun
dapat mengkhamiri adonan sehingga dapat mengembang menjadi roti yang baik. Melalui
kedua perumpamaan itu pula disampaikan bahwa Kerajaan Sorga bukan hanya
mengenai nanti/kelak, melainkan suatu yang sudah dimulai.
Dengan demikian sejatinya kita diajak oleh Yesus untuk
mengenal dengan baik Kerajaan Sorga yang sudah ada diantara kita dari
peristiwa-peristiwa sederhana dan diajak untuk terlibat memperkenalkan Kerajaan
Sorga melalui hal sederhana dalam keseharian hidup kita.
Kemudian poin Kedua, tentang
perumpaan mengenai Harta dan Mutiara.
Dari perumpamaan Harta dan Mutiara (Mat. 13:44-45) kita
mendapat gambaran bahwa ketika mencari dan menemukan Kerajaan Allah, meski itu terjadi
dalam kehidupan sesehari, harus disertai dengan semangat juang yang tinggi,
kegembiraan yang membuncah, dan komitmen yang total sebagaimana seorang yang
mendapati harta di ladang maupun mutiara.
Perumpamaan ini juga dekat dengan kita yang hari ini mudah
terdistraksi (teralihkan) oleh banyak hal. Secara khusus kita diajak untuk terus update, melakukan pembaruan, menemukan
kebaruan, dan akhirnya menuntut segala sesuatu harus segera berubah menjadi
baru. Ketika hal yang semula baru menjadi sebuah rutinitas, maka tak jarang
kita tak lagi memiliki antusiasme yang sama. Misalnya, di awal masa pandemi
kita begitu bergembira melihat dan mendengar firman melalui media online, namun
seiring berjalannya waktu, kita mulai jenuh dengan tampilan dari pembawa
firman-Nya/dengan tampilan dari elemen lain dalam peribadahan online. Hal-hal
ini tak jarang mulai membuat kita tak lagi antusias mendengar, melihat apalagi
membagikan video pengajaran firman Tuhan. Begitu pula mungkin pergumulan
anak-anak kita yang bersekolah online.
Nilai dari poin kedua ini memberi kita sebuah ajakan untuk
kembali lagi melihat segala yang sehari-hari ini sebagai bagian dari anugerah
Allah bagi warga Kerajaan Sorga, sehingga selayaknyalah kita menyikapi setiap
anugerah sehari-hari ini dengan antusiasme yang tinggi. Sebab setiap anugerah berharga.
Dan yang Ketiga, perumpamaan
mengenai pukat mengajarkan bahwa Kerajaan Sorga akan mencakup penghakiman
terakhir di mana yang baik dan yang buruk akan dipisahkan untuk menerima
anugerah atau hukuman yang sesuai. Namun saat perumpamaan ini juga berbicara
mengenai hari ini, maka setiap pendengar diajak untuk menyadari bahwa saat
Kerajaan Sorga disebar aka nada ikan yang baik dan yang buruk yang terjala dan
sudah selayaknya kemudian setiap orang mengevaluasi diri apakah ia termasuk
ikan yang baik ataukah tidak. Di saat itu yang diperlukan adalah hikmat Tuhan
untuk membedakannya, agar dapat terus menerus mengerjakan keseharian yang
sesuai dengan kehendak Tuhan secara antusias dipenuhi sukacita sejati.
Sudara-saudara, selain Pattimura dan banyak tentara
Kristiani, kita juga mengenal Cornel Simanjuntak, Alfred Simanjuntak dan W.R.
Soepratman yang berkarya sebagai Kristen Indonesia melalui kemampuannya
dibidang musik, kita mengenal nama Herman Johanes dan W.Z. Johanes di bidang
ilmu pengetahuan. Mereka masing-masing berkarya dalam keahlian mereka, keahlian
yang mereka tekuni sehari-hari. Mereka teladan nyata bagi kita menjalani hidup
sebagai Warga Kerajan Sorga yang menekuni keseharian dengan semangat juang yang
tinggi dan berdampak luas di Indonesia bahkan dunia.
ypp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar