Selasa, 16 Februari 2021

KESALEHAN PALSU

Rabu Abu

Yoel 2:1-2, 12-17 | Mazmur 51:1-17 | 2 Korintus 5:20-6:10 | Matius 6:1-6, 16-21

Yesus mengkritik orang Farisi karena ibadah yang mereka lakukan ditujukan semata-mata untuk memamerkan kesalehan di depan orang lain. Kesalehan yang mereka tunjukkan adalam kesalehan palsu. Mereka berdoa, berpuasa, dan memberi sedekah sesuai ajaran agama. Tapi mereka tidak peduli dengan orang miskin, mereka merampas hak para janda, mereka suka menghakimi orang-orang yang mereka anggap tidak saleh. Ibadah ritual mereka jalankan dengan ketat, tetapi mereka tidak punya kepedulian sosial terhadap sesamanya. Dalam teks Injil, Yesus mengkritik mereka atas tiga ritual yang sering dijalankan, yakni memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa.

Memberi sedekah bagi orang Yahudi adalah sebuah ritual yang mendatangkan pahala, karena itu orang-orang Farisi senang memberi sedekah kepada orang miskin seupaya dapat pahala. Selain pahala, mereka juga suka dilihat orang supaya dianggap sebagai orang-orang yang dermawan. Mereka punya kebiasaan mengumpulkan orang-orang miskin di jalan-jalan atau di tempat ibadat dan kemudian membagi-bagikan sedekah kepada mereka di hadapan banyak orang. Ini yang dikecam oleh Yesus, dengan berkata “janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." Yang penting bukan sedekahnya, tetapi niat untuk memberi dan berbagi. Bukan untuk pamer, tetapi kerena kepedulian.

Berikutnya berdoa. Doa merupakan ritual rutin orang Yahudi. Biasanya ada jam-jam doa setiap 3 jam, dan biasanya dilakukan oleh orang-orang Farisi di rumah-rumah ibadat dengan suara nyaring supaya didengar dan dilihat orang. Tapi jika saat jam doa mereka jauh dari rumah ibadah, mereka sengaja berdoa di pinggir jalan, terutama di perempatan jalan, supaya banyak orang merlihat dan berkata mereka orang saleh. Doa menjadi kebanggan yang mereka pamerkan di depan orang karena dianggap saleh. Ini juga dikecam oleh yesus dengan berkata, "masuklah ke kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapa di tempat tersembunyi." Doa adalah komunikasi dengan Allah, jadi tidak perlu dipamerkan diucapkan dengan suara nyaring dan bertele-tele supaya didengar orang. Bukan masalah kita berdoa di ruang ibadah, atau di tempat umum, misalnya kantor, sekolah, rumah sakit. Yang masalah adalah jika doa dilakukan untuk cari muka, supaya dianggap saleh.

Kemudian ritual puasa. Puasa adalah wajib bagi orang Yahudi. Biasanya dilakukan setiap Senin dan Kamis. Orang Farisi juga suka menunjukkan kalau mereka sedang puasa, dengan membuat diri mereka terlihat sangat mederita atau terlihat lemas dan loyo. Matanya dibuat hitam seperti orang kelaparan. Apa lagi tujuannya kalau bukan supaya orang tahu bahwa mereka sedang berpuasa. Yesus juga mengecam ini dengan berkata, "cucilah mukamu, minyakilah kepalamu." Puasa sih puasa, tapi wajah harus tetap segar. Jangan dipamerkan bahwa kita sedang puasa. Bukan berarti tidak boleh puasa. Tatapi jangan dengan motivasi pamer kesalehan.

Saudara-saudari, saat ini kita mengawali masa Prapaska. Masa Prapaska adalah masa kita merenungkan sengsara Kristus, menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Kristus. Masa Prapaska merupakan persiapan orang percaya, melalui doa, penyesalan, pertobatan, dan penyangkalan diri. Prapaska juga adalah masa khusus bagi umat percaya untuk berpuasa dan berpantang selama 40 hari. Bagi orang Kristen, puasa dan pantang adalah latihan rohani untuk menahan diri, menyangkal diri, dan bertobat serta mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib demi keselamatan dunia. Dalam puasa, kita berkorban dengan melepaskan hal-hal yang kita senangi. Maka, kita diajak untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan ini dengan bertobat, berdoa dan melakukan perbuatan kasih. 

Mungkin ada di antara kita yang bertanya-tanya bagaimana puasa dan pantang dilakukan. Jika ingin berpuasa, kita disarankan untuk makan kenyang hanya sekali sehari dan makan ringan dua kali. Berpantang biasanya dilakukan dengan menghindari makan daging, kecuali daging ikan. Pantang juga dilakukan dengan cara menghindari makanan atau minuman (dan lain-lain) yang kita sukai. Misalnya pantang coklat bagi yang suka coklat, pantang sambal bagi yang suka sambal, pantang kopi bagi yang suka minum kopi, dan pantang ngemil bagi yang suka ngemil. Jika orang yang tidak suka ngemil pantang ngemil, maka pantangnya itu tidak ada artinya. Puasa dan pantang makanan dan minuman sebenarnya hanyalah sebagian kecil dari puasa dan pantang. Puasa dan pantang yang lain pun dapat kita lakukan dengan menghindari hal-hal yang paling menggoda dan paling mengikat dalam hidup kita, misalnya nonton Netflix berjam-jam, shopping, bergunjing, main gim sampai lupa waktu, dan lain-lain. Puasa dan pantang bukanlah sekadar menahan diri, melainkan juga mengurangi jatah makan atau berlanja kita sehingga ada yang dapat kita bagikan dengan sesama. Karena itu, puasa selalu berkaitan dengan memberi sedekah, membantu orang lain yang membutuhkan perbuatan baik kita. Selama masa Prapaska ini, kita juga diajak untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik bagi sesama kita.

Selain itu, kita mengembagkan spiritualitas juga dengan doa. Doa bukan hanya soal berkomunikasi dengan Allah, tetapi juga relasi dengan sesama. Ada yang bilang bahwa doa itu bukan hanya menutup mata dan melipat tangan, tetapi juga membuka mata dan mengulurkan tangan. Artinya, membuka mata untuk melihat realitas di sekitar kita serta mengulurkan tangan untuk menolong sesama kita. Doa juga berkaitan dengan memberi sedekah, yakni kepedulian untuk membantu orang lain. Kita mungkin sering mendoakan orang lain. Mendokan korban banjir di Kalimanatan atau gempa bumi di Sulawesi. Tapi apakah kita juga mengulurkan tangan kita untuk menyalurkan bantuan bagi para pengungsi? Kita juga mungkin mendoakan Bu Joko atau Pak Satria yang sakit, tetapi apakah kita juga sudah mengunjungi, paling tidak menelepon mereka untuk menghibur dan membesarkan hati mereka? Atau kita mendoakan Pak Sule yang di-PHK karena pandemi supaya dapat pekerjaan lagi, tetapi apakah kita juga terpikirkan untuk membatunya mencari pekerjaan, setidaknya dengan memberikan rekomendasi atau lowongan pekerjaan yang kita tahu. Kita berdoa supaya pandemi berakhir, tapi apakah kita juga sudah menerpkan protokol kesehatan untuk menekan penyebaran Covid?

Inilah makna Prapaska. Ibadah yang bukan hanya ritual, tetapi juga sosial. Artinya, ibadah tidak hanya mengembangkan spiritualitas pribadi, relasi dengan Tuhan, tetapi juga membangun relasi antara kita dengan sesama. Rabu Abu selalu mengandung simbol Abu. Abu mengingatkan kita bahwa kita ini bukan siapa-siapa. Mengajak kita untuk bertobat dari segala kesombongan kita, kenagkuhan kita, dan kehendak untuk memamerkan kesalehan palsu. Marilah memasuki Prapaska dengan penyangkalan diri, dengan ibadah kita yang tidak hanya ritual semata, tetapi ibadah yang meyeluruh dalam hidup kita sehari-hari. Amin. (ThN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar