16 januari 2022
Minggu II Seduah Epifani
Pernahkah di suatu masa dalam kehidupan kita, Tuhan
meninggalkan kita sendirian? Atau, kita diabaikan begitu saja. Mungkin pernah.
Jika tidak bersikap normatif, mungkin kita pernah mengalaminya. Lalu, bagaimana
jika ada yang mengatakan ‘Tuhan menyertaimu’? Bukankah terkadang itu terkesan
klise? Tema ibadah kita Minggu ini adalah “Allah Masih Terus Berkarya”. Mari,
kita arahkan batin kita sejenak, mendengar apa yang hendak Tuhan katakana
kepada kita.
Teks yang mendasari perenungan kita adalah kisah Mujizat
Yesus yang sangat terkenal. Untuk siapapun yang mendengar kisah ini di Sekolah
Minggu, mungkin kita akan terkagum-kagum, karena Yesus tampil layaknya pesulap
handal. Tampa abracadabra berhasil menyulap air menjadi anggur. Wow, amazing!
Kisah ini dicatat dalam Injil Yohanes 2:1-11, yakni ketika ada sebuah pesta
kawin di Kana. Lalu, apa makna kisah ini? Sebagaimana kekaguman spontan akan
aksi ‘sulap’ Yesus, seakan-akan intisari dari kisah ini hanyalah tentang
peristiwa kimiawi dari air biasa menjadi anggur. Namun, apa hanya itu saja?
Tentu tidak. Apalagi jika kita hendak merasakan kalimat bahwa ‘Allah Masih
Terus Berkarya’, tentu tidak sepragmatis itu.
Kecenderungan manusia untuk menilai sesuatu adalah
dengan melihat hasil akhirnya. Bagaimana tidak, anak sekolah hanya akan
ditentukan kelayakan kelulusannya dalam hitungan beberapa hari dalam Ujian
Nasional (UN)? Semua dipandang dari hasilnya. Jarang yang melibatkan dan
memaknai prosesnya. Bahkan, setelah bertahun-tahun bergelut dengan dunia
teologi dalam kampus maupun beberapa jemaat, hanya ditentukan dengan sebuah
percakapan gerejawi. Uppss! Untuk itu, kita akan melihat bagaimana
peristiwa mujizat Yesus yang pertama bukan sekedar aksi ‘sulap’ yang menawan.
Jika kita membayangkan perkawinan adalah sebuah panggung
teater, ada banyak tokoh yang berseliweran menghiasi panggung. Ada Yesus
sendiri, para murid, Maria, para pelayan, Pemimpin Pesta, dan mempelai
laki-laki. Tokoh demi tokoh memainkan perannya masing-masing. Untuk itu, kita
tidak akan membahas keseluruhan karakter yang ada, namun dua saja, yakni Maria
dan para pelayan. Mengapa mereka? Karena merekalah tokoh yang memiliki peran
sebelum peristiwa ‘sulap’ itu berlangsung. Sekali lagim cob akita telisik
detail-detail selain
Pertama. Maria. Tentu bukan sebuah kebetulan, jika Maria
Ibu Yesus berada di sana pula. Asumsi paling mudah adalah hanya sekedar kenalan
saja. Akan tetapi, teks berikutnya memberi kita petunjuk menarik. Dicatat dalam
Yohanes 2:12 sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum bersama-sama dengan ibu-Nya
dan saudara-saudara-Nya . Ternyata, setelah persta di Kana, Yesus dan
saudara-saudara-Nya pergi ke Kapernaum bersama-sama. Ada indikasi, bahwa yang
menikah adalah keluarga Yesus sendiri, sehingga semua keluarga-Nya pun ikut
berkumpul di sana. Untuk itulah, Maria berada di sana. Tentu, sebagai perempuan
Yahudi, tugasnya bukan untuk berpesta pora bersama tamu undangan lain, namun
tentu ikut melayani tamu. Di sanalah ada sebuah kepedulian yang ditunjukkan
oleh Maria. Memang, Maria bukanlah tuan rumah pesta itu, namun ia memiliki
kepedulian tinggi terhadap masalah keluarga yang sedang mengadakan pesta. Isu
penting dalam Perkawinan di Kana adalah habisnya anggur jamuan. Kita harus
tahu, kehabisan anggur dalaa pesta adalah aib keluarga. Untuk itulah, Maria ingin
menolong tuan rumah.
Sebenarnya, tindakan Maria ya memanglah sebuah tindakan
yang snagat wajar; menolong saudara sendiri. Namun mari kita lihat dengan lebih
dalam. Bukankah sebenarnya ada orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan
pertolongan? Dalam teks dijelaskan, bahwa kemungkinan ada banyak saudara yang
berkumpul, namun kenapa hanya Maria yang rempong? Kerabat dekat,
tetangga, atau saudara di sekitar kita, sebenarnya ada yang membutuhkan
pertolongan namun tak kuasa mengatakannya. Lalu, apakah kita hanya diam saja?
Beberapa waktu ini, kancah perfilman dunia dihebohkan dengan film Spiderman:
No Way Home. Film in masuk dalam jajaran 5 film terlaris sepanjang sejarah,
mengungguli Titanic. Uniknya, Spiderman sendiri memiliki slogan atau
semboyan yang amat dikenal sejak dalam serial komik, yakni your good
neighbour, atau tetanggamu yang baik. Tokoh superhero ini memang bisa
mengalahkan musuh yang mengerikan, namun panggilannya adalah menjadi tetangga
yang baik. Menjadi orang dekat yang baik itu tidak mudah. Kecenderungan pada
zaman ini adalah memikirkan keselamatan dan kesenangan diri sendiri. Gue nggak
ganggu elo, elo nggak ganggu gue. Enough! Begitu kira-kira realitas zaman
sekarang. Namun, bukankah orang bisa merasakan karya Allah lewat kepedulian dan
kehadiran kita juga?
Yang
pertama tadi adalah Maria yang peduli. Nah, yang kedua adalah para pelayan.
Para pelayan mendengarkan Maria: Tetapi ibu Yesus berkata kepada
pelayan-pelayan: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" (Yoh
2:5). Bukankah aneh rasanya jika kita jadi para pelayan di sana? Yesus ini
siapa? Jelas-jelas Ia bukan pemimpin pesta, bukan tuan rumah yang bisa memberi
instruksi langsung. Tentu banyak alasan yang membuat mereka seharusnya menolak
itu semua. Namun, Yoh 2:7-8 menjadi bukti bahwa mereka mau melakukan apa yang
menjadi perintah Yesus. Pertama-tama, Yesus menyuruh mereka mengisi tempayan
dengan air. Jelas, tak usah mereka, kita saja bisa membantah itu dengan mudah.
Jika ingin bercanda, bukan demikian caranya! Tempayan itu adalah wadah air yang
biasanya digunakan untuk mencuci kaki dan tangan sebelum masuk ke dalam rumah.
Tapi apa yang terjadi? Yohanes 2:7 Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu:
"Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air." Dan mereka pun
mengisinya sampai penuh. Tanpa babibu mereka melakukan apa yang
diperintahkan oleh Yesus. Jelas, itu tidak masuk akal. Bukan hanya tidak masuk
akal, tapi penuh resiko. Bagaimana tidak, perintah kedua Yesus adalah agar
mereka mencedoknya, dan membawanya kepada pimpinan pesta (lih. ayat 8).
Bukankah ini cari mati namanya? Membawa air putih kepada pemimpin pesta yang
mengharapkan anggur agar pesta itu terus berlanjut adalah sebuah tindakan di
luar nalar. Mereka bisa dihukum untuk keteledoran semacam, itu. Tapi, mereka
sekali lagi tanpa babibu melakukan itu. Kok mau?
Mungkin,
kita sebenarnya memiliki instruksi yang jelas dalam perintah-perintah Yesus
kepada kita semua. Namun, seringkali kita berdalih sedemikian rupa agar tak
melakukan itu. Bukankah prinsipnya selalu sama; alasan bisa dicari, tapi niat
hati itu yang wajib dimiliki. Misalnya saja ada perintah dalam firman Tuhan
bahwa kita harus mengasihi. Kita banyak teori dan pertimbangan, yang
ujung-ujungnya tidak jadi. Misalkan saja, ketika ada tawaran menjadi pelayan
Tuhan sebagai cantoria atau panitia, punya alasan menolak? Jangankan anda
sendiri yang mencari alasan, saya saja bisa ikut mencarikan anda alasan untuk
bisa menolaknya dengan lembut dan cantik. Sekali lagi alasan bisa dicari. Kita
bisa punya seratus alasan untuk menolak taat kepada Tuhan, namun kita hanya
harus menyadari satu hal, jika bukan karena Tuhan yang berkarya dalam hidup
anda, tidak akan bisa survive hingga detik ini. Dia yang lebih dulu
mencintai kita, baru kita merespon dengan menjadi taat kepada-Nya.
Dari
Maria dan para pelayan kita belajar, bahwa Allah berkarya dalam proses yang
tidak pendek. Melalui kepedulian hati seorang Maria, lalu juga karena ketaatan
para pelayan. Jika dua karakter itu menolak panggilan kepedulian dan ketaatan,
kacau balau pesta itu.
Sekarang,
marilah kita bayangkan, bahwa mempelai yang menikah itu adalah lambing keluarga
kita. Apakah kita yang sedang duduk dalam pelaminan tau, bahwa anggurnya habis?
Apakah tau, bahwa ada Maria yang rempong? Atau apakah kita tau ada
pelayan yang mengisi tempayan dengan air di tengah kondisi anggur yang sudah
habis? KITA TIDAK TAHU. Kita tahunya semua sudah beres. Coba bayangkan, ada
berapa kepala sibuk memikirkan dan membantu keluarga anda tanpa anda sadari?
Berapa mulut yang sibuk mendoakan anda? Jadi tema ini adalah pengingat, bahwa
ALLAH MASIH TERUS BERKARYA dalam kehidupan kita.
Untuk
itu saya mengajak kita sekalian untuk bersukur sebagai ‘mempelai’ yang dibantu
oleh orang-orang yang tak kita duga. Kedua, marilah meneladan Maria dan para
pelayan, agar ada ‘mempelai-mempelai’ lain yang terberkati dan tertolong
hidupnya. Jangan-jangan karena kita peduli atau taat, ada orang yang tadinya
menolak percaya bahwa Tuhan masih terus berkarya, menjadi memiliki kepercayaan
lagi. Who knows?
ftp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar