Minggu Yesus Dibaptis
9 Januari 2022
Pada ibadah kali ini, kita secara
spesifik akan merenungkan bersama mengenai arti baptisan Yesus. Peristiwa
pembaptisan Yesus adalah peristiwa yang agung dan mulia, dimana Bapa dan Roh
Kudus tampil dalam waktu yang bersamaan. Ada tiga Injil yang memotret peristiwa
tersebut dengan kekhasan masing-masing, yakni dalam Matius, Markus, dan Lukas.
Kali ini, sudut pandang Lukas akna kita renungkan. Sebenarnya, Lukas
menceritakan kisah ini dengan begitu pendek, namun tentunya, Lukas selalu
menghadirkan sisi-sisi kemanusiaan yang kental oleh sebab latar belakang
penulisnya.
Baptisan sendiri menjadi sebuah
tema yang begitu penting dalam kehidupan kekristenan. Bagi orang-orang protestan,
termasuk GKI, Baptisan menjadi satu dari dua sakramen yang dijalankan dan
dihayati sebagai tanda dan meterai atas perjanjian Allah. Baptisan tidak
dihayati sebagai syarat keselamatan, namun bagaimana karunia Allah itu
diwujudkan dalam sebuah tanda yang bisa dilihat, dan di sana terdapat janji
keselamatan Allah. Untuk itu, jika berbicara mengenai baptisan, perbedaan
tradisi menjadi isu yang serius. Tidak ada salahnya menseriusi sakramen
baptisan, namun jangan sampai justru perbedaan tradisi menjadi sekat tinggi
untuk kita berkawan baik.
Pembaptisan Yesus ini tentu memilik
banyak makna yang bisa kita ambil, namun Injil Lukas menawarkan sebuah sudut
pandang untuk kita bisa kaji lebih dalam. Saya mengusulkan dua pokok pikiran
yang hendak kita renungkan bersama dalam memaknai peristiwa pembaptisan Yesus.
Pertama, mengenai alasan mengapa
Yesus harus dibaptis. Tentu pertanyaan yang ada di kepala kita adalah ‘mengapa
Yesus harus dibaptis?’. Dalam seruannya,
Yohanes Pembaptis menyuarakan pertobatan melalui baptisan. Seakan-akan
pertobatan harus dilakukan sesegera mungkin dan disuarakan dengan begitu
lantang. Di sini kita melihat, bahwa pertobatan menjadi poin penting dalam pertobatan
oleh Yohanes Pembaptis. Untuk itulah, pertanyaan kita menjadi sahih untuk
diajukan, ‘mengapa Yesus harus dibaptiskan?’. Kita tahu, Yesus adalah Anak
Allah yang kudus dan tak bercacat. Banyak kesaksian dalam Alkitab menjelaskan
bahwa Yesus tak berdosa. Misalkan saja sejak Ia belum dilahirkan, Malaikat
Gabriel berkata kepada Maria “Roh
Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau;
sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.”
(Lukas 1:35). Kata ‘Kudus’
dalam perkataan Malaikat Gabriel itu merujuk pada diri Yesus sebagai anak Allah
yang tak tersentuh oleh dosa, sejak lahir sampai Ia kembali kepada Bapa pada
peristiwa kenaikan. Berarti, alasan Yesus dibaptis bukanlah karena Ia berdosa,
dan tentu bukan untuk bertobat. Lalu apa?
Kita harus melihat relasi antara Yesus dan Yohanes Pembaptis.
Mereka adalah saudara yang sedari awal ada untuk saling menolong. Bagaimana
tidak, Yohanes Pembaptis adalah sosok yang membukakan jalan bagi pelayanan
Yesus dalam dunia. Yohanes Pembaptis mengawali dengan menyuarakan suara
pertobatan untuk hidup lebih baik di hadapan Allah. Bukan hanya itu, ia
mengatakan tentang siapa yang akan hadir setelahnya. Injil Lukas mencatat dalam
Lukas 3:16-17, Yohanes menjawab dan
berkata kepada semua orang itu: "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia
yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku
tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. Alat
penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya dan untuk
mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya, tetapi debu jerami itu akan
dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." Ia begitu luar biasa
mendukung Yesus untuk memulai karyanya. Di sini, kita bisa melihat, Yohanes
Pembaptis mendukung Yesus, bukankah demikian pula semestinya itu yang Yesus
lakukan? Tidak mungkin Yesus akan mementahkan karya dan perkataan Yohanes,
justru haruslah mendukung sebagai saudara. Untuk itulah, Yesus memberi diri
dibaptis. Sesederhana itu? Tentu tidak. Ketika Yesus memberi diri dibaptis,
lalu peristiwa turunnya merpati dan suara dari langit itu, menjadi legitimasi
bahwa apapun yang disuarakan dan dilakukan Yohanes Pembaptis adalah benar-benar
dari Allah. Mungkin tanpa legitimasi ilahi itu, seruan Yohanes Pembaptis tidak
akan mendapat penerimaan penuh dari orang-orang pada zaman itu. Yesus bukan
hanya mendukung, namun mengesahkan apa yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis. Bahkan,
pada akhirnya, itulah perintah Yesus kepada para murid sebelum Ia naik ke sorga
(Mat 28:19-20).
Kita bisa melihat, Yesus dibaptis bukan karena dosa-dosanya,
namun mendukung hal baik yang dilakukan Yohanes Pembaptis. Bentuk dukungan itu
sangat kuat, sehingga membuat orang-orang semakin diyakinkan untuk masuk dalam
undangan pertobatan. Di sekitar kita, tentu ada hal-hal baik yang kita lihat,
bahkan rasakan sendiri. Meneladan Yesus, mustinya kita tidak hanya menjadi para
penonton saja. Memang, kadang kala kita bukanlah inisiator sebuah kebaikan, namun
kita bisa terjun menjadi orang yang mendukung itu semua. Seperti halnya satu
lilin menyala, akan lebih berguna jika ada lilin lain yang ikut dibakar, dan
meancarkan apinya. Lihat sekitarmu, apa yang bisa kamu dukung segala perbuatan
baiknya? Misalkan saja, ada teman yang senang membagi makanan gratis di hari tertentu,
mungkin kita bisa bergambung.
Poin kedua yang bisa kita pelajari adalah tentang runutan
peristiwa baptisan Yesus, orang-orang, dan kehadiran Allah Tritunggal. Kita
perhatikan Lukas 3:21-22, Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan
ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah
Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari
langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."
Kita perhatikan, “seluruh orang telah dibaptis dan Ketika Yesus juga dibaptis”.
Lukas menceritakan dengan detail, bahwa Yesus dibaptis setelah orang-orang selesai
dibaptis. Apa maknanya? Yang pertama, tentu membuat orang-orang semakin
diyakinkan bahwa undangan pertobatan itu berasal dari Allah sendiri. Tandanya,
Allah tidak murka dan meberikan teguran. Yang kedua, kita bisa memaknainya,
bahwa setelah manusia berkomitmen untuk bertobat dan memperbaiki dirinya, manusia
akan merasakan kehadiran Allah lebih nyata. Di sini, bukan berarti bahwa Allah hanya
bisa didekati ketika kita sudah bertobat. Allah itu mengasihi manusia, no
matter what! Namun, pertobatan membuat manusia semakin tertata batinnya,
emosinya, sehingga akan semakin mudah merasakan kehadiran Allah. Pertobatan
tentu mengarahkan hati dan perilaku kita kepada Allah. Apa yang dikehendaki
Allah, apa yang tak disukai Allah, apa yang menjadi janji-janji Allah. Allah,
dan Allah. Gaya beriman seperti itu akan membuat manusia semakin peka akan
kehadiran Allah.
Dalam minggu ini, kita diingatkan bagaimana Yesus adalah
Allah yang mendukung segala perbuatan baik. Untuk itulah, kita diajak untuk
melihat ke sekitar kita, apa yang bisa kita dukung dan perkuat. Selain itu,
pertobatan yang dilakukan dengan setia, akan membuat kita semakin peka terhadap
kehadiran Allah.
ftp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar