Sabtu, 19 Februari 2022

CARA MEMBALAS MUSUH

  

Minggu VII Sesudah Epifani

Kejadian 45 : 3 – 15; Mazmur 37 : 1 – 11, 39 – 40,

1 Korintus 15 : 35 – 50; Lukas 6 : 27 – 38

 

Tidak ada seorangpun manusia yang dapat hidup sendiri, terlepas dari keberadaan orang lain. Sebab setiap manusia saling terkait satu sama lain karena manusia adalah makhluk sosial (Dian Penuntun 2022, 57). Namun hidup bersama orang lain tak selalu mendapat sahabat. Seringkali bersama orang lain, kita justru mendapat banyak sekali musuh. Seperti pepatah kuno yang mengatakan lebih mudah menemukan 1.000 musuh ketimbang menemukan seorang sahabat.

Saudara, di tengah-tengah kehidupan bersama orang lain memang faktanya tidak selalu menyenangkan dan baik-baik saja. Ada kalanya perbedaan baik pendapat, pemahaman, kebiasaan, dll menjadi alasan untuk bertengkar. Ada kalanya juga persaingan menjadi jalan menambah lawan bukan kawan. Pertanyaannya lebih enak mana, memusuhi atau dimusuhi? Mungkin kita akan memilih memusuhi orang lain. Karena itu lebih mudah, apalagi kalau yang kita selalu lihat dan cari adalah kesalahan orang lain, kekurangan orang lain dan bukan sebaliknya.

 Sementara dimusuhi tentu bukanlah posisi yang enak karena dibenci dan ditolak orang lain. Apa yang dilakukan bisa menjadi serba salah sekalipun yang dilakukan adalah sesuatu yang baik dan benar. Dalam situasi ini, bagaimana biasanya cara kita membalas musuh? Apakah kita marah, kita kesal, kita kecewa, kita benci, kita ingin membalas rasa sakit hati kita? Saudaraku, tentu membalas tidak selalu berkonotasi negatif. Karena membalas juga bisa berkonotasi positif, tergantung cara kita membalas dan dampak dari balasan kita.

Saudara, dalam bacaan pertama di kitab Kejadian 45 berkisah tentang Yusuf yang sudah dibuang dan dijual oleh saudara-saudaranya itu akhirnya bertemu lagi dengan orang-orang yang memusuhinya. Apa yang ia lakukan? bagaimana caranya membalas orang-orang itu? Hebatnya, yang dilakukan oleh Yusuf bukan membalas dalam konotasi negatif tetapi positif. Yang dilakukan Yusuf, pertama tidak menganggap apa yang dilakukan saudara-saudaranya di masa lampau sebagai sesuatu yang perlu dipermasalahkan lagi. Seperti sebuah tulisan, “kalau kita tidak menganggap itu masalah, maka selesai perkara.” Kedua, Ia bukan menjauh tapi mendekat dengan musuh.

Di masa itu, Yusuf bisa saja menjauh, menyombongkan diri karena status/kedudukannya yang hebat atau dia bisa saja membalas kekejaman saudaranya. Tapi sekalipun pilihan itu ada, ia tidak memilih itu. Ia memilih bukan menjauh tapi mendekat. Ia memperkenalkan dirinya, meminta mereka untuk tidak usah menyesali diri dan bersusah hati akan apa yang terjadi di masa lampau dan di akhirnya ia mencium, memeluk dan bercakap bersama saudara-saudaranya sebagai simbolisasi bahwa rekonsiliasi telah dilakukan dan pengampunan telah dilepaskan. Namun apa yang membuat Yusuf membalas musuh dengan cara demikian? Jawaban ini sebagai poin ketiga juga, yaitu karena pemeliharaan Tuhan yang ia terima ketika ia dimusuhi oleh saudaranya.

Prosesnya tidak mudah tapi selalu ada pemeliharaan Tuhan dalam perjalanan hidupnya dan pemeliharaan Tuhan itulah yang menjadi alasan ia merefleksikan bahwa apa yang dulu dilakukan oleh saudara-saudaranya menjadi kesempatan dia untuk merasakan, menjumpai tapi juga membagikan pemeliharaan Tuhan itu kepada saudara-saudaranya kini (ay. 5).  

Dalam leksionari hari ini, pemazmur dalam Mazmur 37 juga mengajar bagaimana cara membalas musuh. Sekalipun sulit namun perlu untuk dilakukan, pertama jangan marah dan jangan iri hati. Pemazmur menyampaikan jangan marah karena orang berbuat jahat dan jangan marah atau berhentilah untuk marah menjadi wejangan yang terus dikumandangkan oleh pemazmur (ay. 1, 7, 8) sebagai penekanan yang penting dan biasanya paling sulit dilakukan. Itu sebabnya dicatat berkali-kali sebagai penegasan dan pengingat agar jangan marah. Selain itu juga jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang. Mengapa? karena marah dan iri hati hanya akan membawa kita pada kejahatan (ay. 9).

Kedua, pemazmur menyampaikan untuk percaya pada Tuhan dengan menyerahkan hidup padaNya (ay. 3 – 4). Artinya, pemazmur mengajak kita dalam situasi dimusuhi atau punya musuh, kita jangan bertindak reaktif hanya untuk kepuasan ego kita semata tapi kita juga harus memberi ruang bagi Allah untuk bertindak atau berkarya. Entah untuk kita, orang lain maupun situasi yang sedang kita hadapi. Ketiga, pemazmur mengajak kita bukan hanya percaya pada Tuhan, tapi juga lakukan yang baik, setia dan tetap bergembira karena Tuhan.

Sementara itu dalam Injil Lukas 6 : 27 – 38, Yesus mengajar para muridNya dan banyak orang yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon (ay. 17). Dalam pengajaranNya, Yesus mengajar supaya para murid mengasihi musuhmu, berbuat baik kepada orang yang membenci kamu, meminta berkat bagi orang yang mengutuk kamu dan berdoa bagi orang yang mencaci kamu (ay. 27 – 28) . Wow! Kalau kita saat itu ada di sana, mungkin kita akan pulang setelah mendengar pengajaran Yesus. Karena mudah didengar tapi tidak mudah untuk dipahami apalagi dilakukan.

Untuk itu kita perlu memahami supaya kita melakukan apa yang kita pahami. Mengapa Yesus mengajar demikian? Kemungkinan di masa itu, para murid atau pengikut juga dimusuhi dan dibenci entah oleh orang lain maupun keluarga mereka sendiri karena di masa itu tidak semua orang menerima Yesus dan pengajaranNya. Menjadi pengikut Yesus yang dimusuhi itu juga beresiko dimusuhi juga dan di tengah-tengah kondisi itu, mungkin saja mereka (para pengikut atau murid) yang terbiasa dibenci, ditolak, dicela dan punya musuh juga melakukan hal yang sama kepada orang lain yang memusuhi mereka. Untuk itu, Yesus mengajar supaya mereka tidak membalas atau melakukan hal yang sama dengan apa yang orang lain lakukan kepada mereka. Bukan mata ganti mata, gigi ganti gigi. Tapi yang Yesus ajarkan, pertama untuk mengasihi orang lain yang memusuhimu. Mengasihi bukan hanya dalam bentuk perkataan tapi juga terwujud dalam tindakan. Mengasihi orang lain yang memusuhimu adalah hal yang dilakukan juga oleh Yesus ketika Ia berhadapan dengan orang-orang yang memusuhiNya. Kedua, Yesus mau mengajarkan untuk tidak mengharapkan apapun dari apa yang kita lakukan (disebut juga ekspektasi) (ay. 30) tetapi ikhlas dalam bertindak. Sebab dengan demikian, kita sedang melegakan kehidupan kita.

Dengan demikian, apa yang kita pelajari dari kumpulan bacaan hari ini dalam menghadapi atau membalas musuh, yaitu:

1.    Andalkan Tuhan bukan diri sendiri. Andalkan Tuhan dengan percaya dan menyerahkan hidup kita sepenuhnya padaNya. Sebab tindakan dan pemeliharaan Tuhan jadi kekuatan dan pertolongan dalam hidup yang tak mudah ini.

2.    Kontrol diri sebab dalam situasi apapun atau siapapun yang kita hadapi, kita tidak akan pernah bisa mengontrol mereka. Tapi kita masih bisa mengontrol diri kita sendiri dengan jangan marah, jangan iri, dan tidak selalu mempermasalahkan masalah yang sudah terjadi

3.    Lakukan yang baik dengan mengasihi musuh, ikhlas dalam bertindak dan tetap bergembiralah karena itu cara membalas musuh dengan cara yang diajari Yesus. Sekalipun susah untuk dilakukan, kiranya Tuhan menolong kita semua untuk membalas orang lain dengan cara Ilahi. Amin. (mc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar