(Minggu VI Sesudah Epifani)
Yeremia 17 : 5 -10; Mazmur 1 ; 1 Korintus 15 : 12 – 20; Lukas 6 : 17 – 26
Saudara, pada era modern ini kita sangat dibantu dengan informasi yang serba cepat. Sebab teknologi menolong kita untuk mengetahui kondisi keluarga, sosial, ekonomi, pandemi dan apa pun yang terjadi di dalam dunia saat ini. Seperti motto sebuah iklan, dunia berada dalam genggaman. Mungkin itulah yang kita rasakan di era modern ini. Di satu sisi, ini hal yang baik karena sangat memudahkan kita untuk mendengarkan suara atau berita atau pendapat atau komentar dari berbagai pihak di dunia ini melalui ragam media sosial yang kita punya.
Namun di sisi yang lain, informasi atau
suara yang kita terima bisa memengaruhi kita baik cara pandang, pemahaman dan apa
yang kita percayai. Contohnya, di masa omicron yang sedang merebak ini begitu banyak
informasi di media sosial kita tentang obat anti virus. Entah itu benar atau
tidak, banyak orang dengan mudah mendengar suara tersebut tanpa mensaringnya
terlebih dahulu alias langsung mempercayainya. Ada yang mempraktikkannya tapi ada
pula yang asal meneruskan suara sumbang itu ke orang lain. Hal ini
memperlihatkan bahwa kita perlu berhati-hati mendengarkan dan mengikuti suara di sekitar kita karena hal itu memberi dampak buat
diri kita dan juga lingkungan kita.
Saudara, bukan hanya di masa kini namun ternyata
di masa Perjanjian Baru pun suara-suara yang memengaruhi kehidupan (iman) juga marak terjadi. Hal ini terlihat di dalam
bacaan II dari 1 Korintus 15 : 12 – 20 yang memperlihatkan adanya suara yang
memengaruhi jemaat pada saat itu tentang tidak adanya kebangkitan kita, manusia
(ay. 12). Di tengah keresahan jemaat, Paulus menuliskan surat untuk mengingatkan
sekaligus menegur
jemaat di masa itu supaya
mereka jangan mudah mengikut suara yang melunturkan iman dan membuat mereka tersesat.
Paulus
mengingatkan bahwa dasar kebangkitan kita adalah kebangkitan Kristus. Sebab jika
Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami, kepercayaan kamu
dan kamu masih hidup dalam dosamu (ay. 14, 17). Untuk itu, jemaat ditegur supaya
jangan mudah mendengarkan suara yang menyesatkan tapi belajar mendengarkan berita
yang benar, yakni tentang
Kristus yang dibangkitkan dari antara orang mati,
sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (ay. 20).
Selain dalam bacaan II, di bacaan lainnnya – Yeremia 17 juga menegaskan dengan keras supaya umat Israel pada masa itu jangan mengandalkan manusia atau kekuatan sendiri atau suara sendiri (Yer. 17:5). Apa yang akan terjadi? mereka akan binasa, terkutuk dengan pemahaman sendiri yang menyesatkan sebab hatinya menjauh dari Tuhan. Demikian juga yang dituliskan oleh pemazmur dalam Mazmur 1, supaya orang jangan mudah mengikuti jalan orang fasik. Jangan mudah duduk dalam kumpulan pencemooh dan mengikuti suara mereka. Orang fasik dalam Mazmur 1 ini diterjemahkan juga sebagai orang yang tidak benar atau orang yang tidak mengikuti suara Allah. Dampaknya apa? kebinasaan dan mudah terombang ambing seperti sekam (KBBI: kulit padi) yang ditiupkan angin (Mzm.1:4) sebab kosong isinya.
Untuk
itu, umat diingatkan melalui Yeremia dan Pemazmur supaya mengikuti suara Allah
dengan mendekat pada Tuhan, menaruh harapan kepada Tuhan (Yer. 17:7), merenungkan
Taurat Tuhan siang dan malam yang artinya setiap waktu (Mzm. 1 : 2). Apa dampaknya?
Yeremia dan pemazmur menggambarkan orang yang mendekat, mendengar dan mengikuti
suara Allah seperti pohon yang tidak kering, segar, tidak layu daunnya dan
menghasilkan perbuatan atau buah yang baik karena hidupnya diisi dan mengikuti
suara Allah.
Saudara,
mungkin inilah yang dirasakan dan dialami oleh orang banyak yang diceritakan
dalam Injil Lukas 6 : 18 – 19. Ketika mereka memilih untuk mendengarkan Yesus mengajar,
mengisi kehidupan mereka dengan firman, dan akhirnya mereka juga memperoleh
kesembuhan yang diterjemahkan bukan hanya kesembuhan fisik dari penyakit
tertentu tetapi juga sembuh secara rohani (iman) dan pemahaman. Sehingga ketika
mereka mendengar dan mengikuti suara Tuhan, mereka bukan hanya sembuh secara
fisik tetapi juga segar iman dan pemahaman mereka.
Dari bacaan hari
ini, apa yang menjadi pesan untuk kita?
- Belajarlah untuk terus mengandalkan Tuhan dalam hidup – bukan kemampuan diri apalagi kemampuan teknologi. Sekalipun kita berada di era modern tapi kita tetap memerlukan hikmat Tuhan dalam mensaring semua suara di sekitar kita.
- Untuk mengikuti suara Allah,
kita perlu dekat pada Allah. Kita perlu seperti orang banyak yang
dituliskan dalam kitab Injil yang datang untuk mendengarkan suara Allah yang
disampaikan dan mengisi kehidupan dengan firman atau seperti yang
dituliskan pemazmur, kita perlu merenungkan firman Tuhan dalam waktu
kehidupan kita. Pertanyaannya di masa pandemi ini apakah kita
melakukannya? Alih-alih baca firman dan mendengarkan suara Allah, banyak
orang Kristen jaman now lebih memilih mendengarkan suara medsos ketimbang
suara Allah melalui firmanNya.
- Selama ini sudahkah kita
mengikuti suara Allah atau jangan-jangan hanya mengikuti suara kita
sendiri? jika saat ini kita merasa kosong seperti sekam atau kering,
mungkin itu adalah pertanda bagi kita untuk berhenti mengandalkan suara
sendiri atau orang lain dan mulai mengandalkan suara Tuhan dalam hidup.
Semangat untuk terus berupaya mendengarkan suara Alllah dalam hidup dengan terus mendekat dan melekat padaNya. Tuhan menolong kita semua. Amin. (mc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar