Kamis, 17 Maret 2022

PERTOBATAN SEBAGAI GAYA HIDUP

 Minggu III dalam Masa Prapaska

Yesaya 55:1-9 | Mazmur 63:1-8 | 1 Korintus 10:1-13 | Lukas 13:1-9


Sikap mempersalahkan korban seringkali kita jumpai dalam masyarakat kita. Yang paling sering adalah ketika terjadi kasus-kasus pemerkosaan atau pelecehan seksual. Banyak orang berkomentar soal korban pemerkosaan yang salah karena pulang malam-malam dengan pakaian minim. Bahkan, pihak kepolisian yang seharusnya menolong korban menegakkan keadilan pun ikut mempersalahkan korban dengan menuduh mereka mengundang syahwat dengan berpakaian minim dan seksi, atau mencari gara-gara dengan pulang malam-malam sendirian. Padahal, pemerkosaan dan pelecehan seksual juga terjadi kepada mereka yang berpakaian tertutup dan jarang keluar rumah, di tempat-tempat pendidikan, tempat kerja, bahkan tempat ibadah. Pemerkosaan dan pelecehan seksual terjadi bukan karena korban yang berpakaian minim, tetapi karena pelaku berotak minim.

Sikap mempersalahkan korban itu juga tercermin dari perkataan orang-orang yang menemui Yesus dalam bacaan Injil. Mereka membawa kabar kepada Yesus tentang kasus pembunuhan terhadap orang Galilea atas perintah Pilatus, lalu darah mereka dicampur dengan darah hewan korban. Siapakah orang-orang Galilea yang dimaksud? Mengapa Pilatus membunuh orang-orang Galilea itu? Pilatus memang terkenal kejam dan bengis. Yosefus, sejarawan Yahudi, pernah mencatat bahwa Pilatus pernah memerintahkan tentara untuk menghabisi para demonstran Yahudi yang mengkritik tindakan Pilatus mengambil uang persembahan Bait Allah untuk proyek pembangunan saleuran air. Pernah juga ia membantai orang-orng Samaria di gunung suci mereka, Gunung Gerizim. Menurut catatan Bapa Gereja Sirilus dari Alexandria, orang-orang Galilea yang dibunuh Pilatus adalah para pengikut Yudas. Mereka menolak untuk mengakui Kaisar Romawi, dan mengharamkan persembahan kurban yang ditujukan bagi kesejahteraan kaisar dan orang-orang Romawi. Oleh karena itu Pilatus memerintahkan agar orang-orang Galilea itu dibunuh bersama dengan kurban-kurban yang mereka persembahkan, dan mencampurkan darah mereka dengan darah kurban itu.

Yesus memahami bahwa mereka ini berpandang bahwa orang-orang Galilea itu berdosa besar sehingga mati dengan cara yang tragis. Yesus sendiri menolak pandangan bahwa penderitaan adalah hukuman untuk suatu dosa tertentu, dan bahwa beratnya penderitaan dan tragisnya kematian menandakan besarnya juga dosa mereka. Yesus memperkuatnya dengan kasus tragis kedua yang berhubungan dengan proyek air minum. Belum lama terjadi suatu kecelakaan di Yerusalem yang menyebabkan delapan belas orang Yerusalem meninggal. Para korban adalah mereka yang terlibat membangun Menara Siloam di sudut tembok kota. Karena itulah berkembang rumor dalam masyarakat bahwa itulah hukuman bagi orang-orang yang menolong Pilatus dengan proyek-proyek busuknya. Yesus menolak pandangan demikian, “Tidak! Mereka tidak lebih berdosa daripada orang-orang Israel lainnya!” Kecelakaan atau malapetaka fisik bukanlah hukuman akibat dosa. Ada banyak orang yang tidak lebih berdosa daripada mereka pun mengalami malapeteka dan penderitaan. 

Momen ini pun digunakan Yesus untuk memperingatkan mereka bertobat. Menurut Yesus, jika bangsa Yahudi tidak bertobat, maka mereka akan mengalami kebinasaan. Bahkan bangsa-bangsa akan mengalami hukuman lebih ringan daripada bangsa Yahudi yang tidak bertobat. Ini juga sekaligus mengkritik eksklusivisme orang Yahudi yang selalu merasa lebih benar daripada bangsa lain. Berita pertobobatan ini Yesus lanjutkan dengan perumpamaan tentang pohon ara. Pohon ara ini ditanam di tanah yang baik, di dalam kebun anggur. Itu artinya semua kebutuhan nutrisi dan perawatan lebih dari cukup. Tentu saja si pemiliknya berharap agar pohon ara itu berbuah. Namun, setelah 3 tahun pohon itu hanya menghasilkan daun, sehingga si pemiliknya kecewa. Tiga tahun adalah waktu yang cukup untuk menantikan pohon ara itu berbuah. Namun, tukang kebun meminta waktu setahun lagi merawat dan memberi pupuk, jika pohon itu tidak berbuah juga, akan ditebang. Tiga tahun di sini juga menunjukkan bahwa pelayanan Yesus di antara orang Yahudi juga sudah tiga tahun, sudah hampir selesai. Namun, ternyata mereka belum juga berbuah. Mereka tidak bedanya dengan bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah. Karena itu, Yesus memperingatkan murid-murid-Nya untuk bertobat, selagi masih ada waktu.

Hidup setiap murid Tuhan yang bertobat seharusnya menghasilkan buah. Buah yang dimaksud adalah karakter dan perilaku baik. Karakter dan perilaku baik itu berbeda bahkan berlawanan dengan tabiat manusia lama sebelum mengenal Kristus. Bertobat, dalam bahwaa Yunani adalah metanoia, yang berarti berbalik arah. Karena itu, bertobat bukan hanya berhenti melakukan tindakan dosa melainkan juga berbalik arah dari dosa. Bukan sekadar berhenti mencuri, melainkan berusaha memberi dan berbagi. Bukan hanya berhenti membicarakan kesalahan orang lain, melainkan juga berusaha menjadi teladan agar orang lain termotivasi melakukan tindakan kebajikan. Bukan hanya berhenti bertindak egois, melainkan juga belajar melayani orang lain. Di sinilah bertobat bukan menjadi sebuah tindakan pada waktu tertentu, melainkan sebuah gaya hidup, yang terus-menerus dipupuk sehingga menghasilkan buah. (thn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar