Minggu Paska IV
EVERLASTING LIFE
Yohanes 10:22-30
Syalom, saudaraku yang terkasih dalam
Tuhan Yesus Kristus. Bagaimana kabarnya? Saya harap kita semua ada dalam
kondisi yang baik. Kalau pun sedang tak baik, biarlah kita boleh mengharapkan
pemulihan yang datang dari Tuhan.
Pada ibadah Minggu Paskah IV ini kita
akan merenungkan sebuah tema, yakni Everlasting Life. Mungkin ada di
antara kita yang berpikir, “ini kenapa temanya sok sok enggres?” Ya, saya
pun juga heran, mengapa tema minggu ini menggunakan bahasa Inggris. Tentu,
bukan tanpa alasan. Untuk itu, marilah kita renungkan bersama-sama.
Teks Injil pada Minggu ini diambil
dari Yohanes 10:22-30, yakni ketika orang-orang Yahudi merayakan Hari Raya
Penahbisan bait Allah. Pada saat itu, Yesus sedang berjalan-jalan di Serambi
Salomo, dan orang-orang nampak gusar, lalu bertanya kepada-Nya, “Berapa lama
lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias,
katakanlah terus terang kepada kami.” Pertanyaan ini muncul secara tiba-tiba.
Mengapa mereka seakan mendesak Yesus segera mendeklarasikan siapakah diri-Nya
sesungguhnya. Dalam bacaan kita, ada dua hal yang bisa kita pertanyakan.
Pertama, mengapa Bait Allah perlu ditahbiskan? Bukankah Bait Allah adalah
tempat dimana Allah bersemayam? Itu pertama. Kemudian pertanyaan susulan,
mengapa orang-orang seakan gundah dan mendesak Yesus mengakui kemesiasan-Nya? Kita
jawab satu per satu.
Penahbisan Bait Allah. Sudah selayaknya
kita mempertanyakan hal ini; tempat yang sudah diakui kekudusannya, bahkan
Allah sendiri bersemayam di dalamnya (lih. Kel 25:8, 33:7-11, 40:38). Ternyata,
ada sebuah catatatn peristiwa, terjadi kira-kira tahun 167-18 SM, dimana seseorang
yang bernama Antiokus Epifanes 4 menyerang Yerusalem dan menaklukannya. Bukan
hanya menaklukkan Yerusalem, Antiokus masuk ke Bait Allah, menjarahnya,
mempersembahkan korban persembahan untuk dewa Zeus, terlebih lagi, ia berani
dan lancang masuk ke Ruang Maha Kudus. Ya. Bait Allah telah dinajiskan oleh
perbuatannya! Orang-orang Yahudi pada saat itu marah, dan berupaya dengan
segala cara untuk merebut kembali Yerusalem dan mengembalikan fitrah Bait Allah
sebagai tempat yang kudus. Akhhirnya, saat yang dinantikan tiba. Orang bernama
Yudas Makabeus, memimpin penyergapan dan perlawanan, akhirnya merebut Yerusalem
dan Bait Allah.
Kisah Bait Allah yang dilecehkan dan
direbut kembali, menjadi jawaban atas dua pertanyaan kita di atas. Setelah
direbut kembali, ada perayaan untuk kembali menahbiskan Bait Allah, itulah
Perayaan Penahbisan Bait Allah. Lalu, mengapa mereka gundah dan mendesak Yesus?
Jawabannya adalah karena mereka merindukan sosok Yudas Makabeus datang kembali,
dan mereka merasa Yesus adalah sosok yang bisa memimpin perlawanan melawan
Romawi.
Kegundahan mereka bukan kegundahan
biasa. Mereka merindukan kedamaian yang paripurna. Untuk itulah, mereka
menginginkan Yesus menjadi pemimpin mereka untuk melakukan pemberontakan. Namun,
Yesus adalah sosok yang memiliki prinsip (baca: misi), yakni kedamaian Kerajaan
Surga. Yesus menjawab mereka, “Aku tekah mengatakannya kepada kamu, tetapi
kamu tidak percaya;..” Apa yang sudah dikatakan Yesus? Coba kita lihat
perikop sebelumnya. Di sana, Yesus berbicara bahwa diri-Nya adalah Gembala yang
baik. Di sini kita menemukan makna ucapan Yesus, bahwa Yesus tidak mau menuruti
apa mau mereka, namun Yesus memilih jalan penggembala untuk merampungkan
keruwetan mereka. Yesus menegaskan, bahwa untuk menyelesaikan kekerasan, tidak
bisa menggunakan kekerasan pula. Ia memilih jalur kasih yang mengampuni,
menyembuhkan, merawat, dan merangkul. Bukan hanya itu, Ia adalah gembala yang
memberikan nyawa bagi domba-dombaNya.
Saudaraku sekalian, saya yakin hampir
semua di antara kita punya gawai. Ketika kita hendak membelinya, salah satu
spesifikasi yang kita inginkan adalah barang itu awet. Padahal, garansi yang
diberikan produsen sangat terbatas. Sebaik apapun kita merawatnya, gawai itu
akan rusak pada masanya. Ya, kita senantiasa menginginkan keawetan barang, juga
hubungan. Hal inilah yang juga dimaksudkan Yesus. Jika bentuk perlawanan atas
kekerasan adalah kekerasan, hanya akan menimbulkan kekerasan yang lebih kacau.
Sejarah membuktikan, bahwa perang selalu menghasilkan kehancuran dan merugikan
semua pihak. Kasus dunia, politik, sampai kasus rumah tangga, kekerasan yang
dilawan kekerasan hanya akan menghancurkan semuanya. Mahatma Gandhi, pejuang
kemanusiaan nir kekerasan di india, pernah mengatakan, “aku keberatan
terhadap kekerasan, karena ketika kekerasan digunakan untuk kebaikan, hasilnya
temporer. Kejahatan dan kekerasan itu akan abadi.” Ya, kekerasan selalu
akan melipatgandakan kekerasan itu sendiri.
Saudaraku sekalian, seperti tema
kita, Yesus tidak ingin menghadirkan damai yang semu, namun langgeng (everlasting).
Untuk itulah, Yesus juga berbicara mengenai kehidupan yang diberikan kepada
tiap orang percaya. Yesus katakan, “dan aku memberikan hidup yang kekal kepada
mereka..” Apa maksud Yesus? Kebangkitan-Nya bukan hanya menghapuskan dosa,
namun memberikan manusia kelanggengan kehidupan. Namun di sini, kita nampaknya
perlu mencermati kata ‘kekal’. Kata ‘kekal’, sesungguhnya berarti suatu
kehidupan yang tidak memiliki awal dan akhir, tidak terbatas ruang dan waktu.
Dan, kita tahu, bahwa hanya Allah yang kekal dalam kehidupan ini. Lalu, apa terma
yang pas untuk menggambarkan kata ‘kekal’ bagi manusia? Ada satu kata, yaitu ‘abadi’.
Abadi adalah kehidupan yang memiliki awal, namun pada akhirnya ia langgeng
seterusnya. Itulah manusia, itulah kita. Kita memiliki awal, seharusnya memiliki
akhir (kematian), namun kebangkitan Yesus membuat kita hidup bersama-sama
denganNya dalam keabadian. Tema kita bukan Eternal Life atau Kehidupan
Kekal, namun Everlasting Life, yaitu Kehidupan Abadi. Kita dihisab dalam
kekekalan Allah setelah ditebus dari maut. Apa maksudnya? Supaya kita tetap
mensyukuri anugerah Allah dalam karya salib dan kebangkitan Kristus.
Kita adalah orang-orang yang
mendapatkan keabadian dalam keselamatan, untuk itu, marilah kita juga hidup
selayaknya orang yang sudah mendapatkan keselamatan. Yesus katakan, “domba-domba-Ku
mendengarkan suara-Ku..” Kita mengenal suara Kristus, mengikuti dan
meneladaninya. Jika Yesus selalu mengutamakan kasih dalam penyelesaian, kita
pun seyogyanya melakukan itu.
Selamat merayakan kehidupan yang
Tuhan anugerahkan. Selalu upayakan kasih, karena itulah yang setia dilakukan
oleh Kristus, Tuhan kita. Amin.
FTP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar